Oleh: A. Saebani
KSK/Pegawai BPS Kabupaten Cianjur.
17 Agustus merupakan hari sejarah bagi bangsa Indonesia. Pada
tahun ini, negara tercinta genap berusia 73 tahun, di usia tersebut bukan lagi
muda tetapi dapat dikatakan sudah pada fase yang matang. Sebuah pertanyaan, bagaimana
janji kemerdekaan sudah selaras dengan tujuan didirikannya NKRI yaitu kemakmuran
untuk semua lapisan masyarakat Indonesia. Tentunya bukan hanya tugas semata
seorang Presiden Jokowi tetapi semua komponen bangsa harus bahu membahu
membangun negara. Seperti kata pepatah, ‘berat sama-sama kita pikul, ringan
sama-sama kita jinjing’.
Membangun negara
yang unggul dan bangsa pemenang dari persaingan global sering terdengar dari
janji para politisi demi meraih jabatan di negeri ini. Semua warga negara
seharusnya dapat menikmati buah dari kemerdekaan, tetapi masih jauh dari
kenyataan, tercermin masih banyak warga
negara yang berkutat dengan kemiskinan, ketimpangan antar daerah serta
kesenjangan pendapatan antar penduduk. Data BPS pada Maret 2018, penduduk
Indonesia masih ada sekitar 9,82 persen atau 25,95 juta penduduk miskin. Secara
kuantitas penduduk miskin sudah berkurang dari tahun sebelumnya,
tetapi angka kemiskinan tersebut masih tinggi jika dibandingkan dengan negara
tetangga di ASEAN.
Misalkan
Malaysia, berdasarkan CIA World Factbook 2017, tingkat kemiskinan di Malaysia hanya
sebesar 3,8 persen. Dibandingkan dengan
negara kita sangat tertinggal jauh, makanya Indonesia sudah selayaknya angka
kemiskinan tersebut lebih rendah dari angka 9,82 persen. Bahkan Indonesia ke depan
harus menurunkan angka kemiskinan sampai 5 persen, angka tersebuat tidak ada
yang tidak mungkin. Dengan kerja keras menumbuhkan kemajuan ekonomi
berkualitas, peningkatan sumber daya manusia yang kompetitif merupakan modal utama
dalam memerangi kemiskinan.
Selanjutnya keberadaan dari kemerdekaan
adalah harus merefleksikan seberapa besar Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Berdasarkan data yang dirilis BPS, Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia mencapai 70,81. Angka ini meningkat sebesar 0,63 poin atau tumbuh
sebesar 0,90 persen dibandingkan tahun 2016. Dengan bekal semakin naiknya modal
manusia, dapat lebih produktif dalam bekerja sehingga ouput pembangunan dapat
berdaya saing di tingkat global.
Disamping
keberhasilan yang diklaim pemerintah Jokowi, seperti IPM serta penurunan
tingkat kemiskinan sebesar angka satu digit, apakah keberhasilan tersebut
linier dengan kemajuan negara lainnya. Dari berbagai indikator Indonesia masih kalah
bersaing dengan negara tetangga yang notabene memproklamirkan kemerdekaan lebih dulu negara
kita. Ada apa dengan negara ini, solusi apa yang cepat serta tepat supaya NKRI
menjadi bangsa yang terdepan minimal di negara-negara Asia Tenggara. Menjadikan Indonesia sebagai negara dan
bangsa yang dihormati oleh negara lain supaya menjadikan negara unggul dan
berdaulat.
Seiring semakin terbukanya tatanan kehidupan
bangsa antar negara, seperti era globalisasi negara ASEAN. Era baru tersebut
bergulir pada 2015 yang disebut dengan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Menjadi
pertanyaan selanjutnya, bagaimana posisi Indonesia bisa menjadi bangsa yang
ungggul dan berdaulat diantara bangsa-bangsa negara ASEAN. Semua itu jangan lantas
menjadi pesimistis, tetapi semua komponen bangsa harus lebih kuat berjuang
melawan kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.
INDEKS KEMAKMURAN DUNIA
Selain tingkat
kemiskinan sebagai indikator keberhasilan suatu negara, untuk melihat sejauh
mana negara-negara unggul diantara negara lainnya, bisa digunakan indeks
kemakmuran yang dicapai oleh suatu negara. Legatum Institute, sebuah lembaga
penelitian berbasis di London mengeluarkan indeks kemakmuran 2017 untuk
negara-negara di dunia. Merujuk data yang dirilis oleh lembaga tersebut, posisi
pertama yang paling makmur adalah
Norwegia dan dibawahnya yaitu Selandia Baru. Bagaimana dengan posisi Indonesia
di antara negara ASEAN, menurut Legatum
Institute posisi Indonesia di peringkat ke-61. Posisi di atasnya ada
Singapura peringkat ke-17 dan Malaysia rangking ke-42.
PDB PER KAPITA
Angka PDB atau pendapatan perkapita merupakan
ukuran paling sederhana yang dapat mempresentasikan tingkat kesejahteraan atau
kemakmuran suatu negara. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data Produk
Domestik Bruto (PDB) perkapita atas dasar harga berlaku tahun 2017 sebesar Rp.
51,89 juta atau US$ 3.876,8. Sedangkan negeri Jiran berdasarkan CIA World
Factbook 2017, Malaysia mempunyai PDB perkapita mencapai US$ 9.824,32. Besaran PDB perkapita Indonesia hapir 3 kali
lipat dari Malaysia, hal ini mencerminkan Malaysia mempunyai tingkat
kesejahteraan relatif lebih baik.
INDEKS PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
Jika merujuk pada
indeks pembangunan pendidkan yang dilakukan oleh organisasi pendidikan dan
kebudayaan PBB (UNESCO), posisi Indonesia masih tertinggal dengan negara di
ASEAN. Singapura mempunyai kualitas pendidikan dengan skor 0,768 peringkat ke-7
di dunia dan pertama di ASEAN. Rangking ke-2 yaitu Brunei Darussalam mempunyai
indeks pembangunan pendidikan sebesar 0,692 dan berada pada peringkat ke-30 di
dunia dan rangking ke-2 di ASEAN. Negeri Jiran, Malaysia mempunyai indeks 0,671
berada pada posisi ke-62 di dunia dan rangking ke-3 di ASEAN. Thailand
mempunyai indeks 0,608 berada pada posisi ke-89 di dunia dan rangking ke-4 di
ASEAN. Sedangkan Indonesia mempunyai indeks pembangunan pendidikan dengan skor
0,603 berada pada posisi ke-108 di dunia dan rangking ke-5 di antara
negara-negara ASEAN.
Perayaan 17
Agustus bukan hanya sekedar perayaan seremonial, isilah kemerdekaan negeri ini
dengan kerja nyata. Bangkitlah Indonesia, majulah Indonesia, rapatkan barisan
menuju Indonesia yang lebih maju. Harapan untuk para pemimpin semoga dapat
mensejahterakan semua warga negera, bukan berlomba-loba mencari kepentingan pribadi
atau golongan demi sebuah kepentingan politik sesaat. Dirgahayu Indonesia.***
Sumber:
Radar Cianjur
24 Agustus 2018
24 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar