Oleh: A. Saebani, KSK dan Statistisi di BPS Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Dana Desa yang telah dikucurkan
pemerintah dari tahun 2015 Rp 20,7 triliun, 2016 Rp 46,98 triliun, 2017 Rp 60
triliun, 2018 Rp 60 triliun, dan tahun depan di 2019 Rp 70 triliun (Kemenkeu). Dengan
program tersebut, berharap agar Dana Desa dapat berputar di perdesaan dan
dimanfaatkan dalam pembangunan secara maksimal untuk kesejahteraan penduduk desa
yang semakin meningkat.
Namun, masih ada persoalan yang
dihadapi penduduk perdesaan berkaitan dengan pendayagunaan program Dana Desa ke
depannya. Persoalan utama yang masih dihadapi penduduk desa, seperti tercermin
tingkat kemiskinan di tingkat desa yang masih tinggi. Selain itu, daya saing
desa pun perlu ditingkatkan, seperti meningkatkan infrastruktur pendukung
pertanian, dan lebih berinovasi dalam meningkatkan pendapatan penduduk desa
setempat.
Data Potensi Desa (Podes) 2018 Provinsi
Jawa Barat menunjukkan sebanyak 5.561 atau sekitar 93 persen desa mempunyai
jalan berbeton. Pembangunan infrastruktur desa yang sebagian besar bersumber
dari Dana Desa telah berhasil meningkatkan ketersediaan seperti jalan beton,
jembatan, posyandu dan sebagainya. Infrastruktur desa tersebut merupakan modal
penting dalam meningkatkan daya saing desa.
Selain itu, potensi Jawa barat dari
total desa sebanyak 5.957 mempunyai sumber pendapatan dari pertanian sebanyak
4.294 desa atau sekitar 72 persen. Ada
3.914 atau sekitar 65 persen desa sebagian besar merupakan produsen pangan
seperti padi dan palawija. Pembangunan infrastruktur pertanian akan lebih
dirasakan manfaatnya untuk sebagian besar penduduk yang menggantungkan hidupnya
di sektor unggulan.Yang menjadi pertanyaan, apakah infrastruktur pertanian
sudah memadai untuk meningkatkan produksi pangan tersebut?.
Baru sebanyak 4.465 desa yang mempunyai
saluran irigasi, atau ada sekitar 25 persen desa di Jawa Barat yang tidak
mempunyai akses saluran irigasi (Podes 2018). Pertanian padi dan palawija
sangat rentan dipengaruhi oleh kecukupan air. Sehingga untuk meningkatkan
produktivitas pangan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air setiap waktu.
Pembangunan bendungan dan irigasi baru merupakan terobosan strategis supaya
dapat mempertahankan produksi pangan di Jawa Barat.
Belum epektifnya Dana Desa dapat
dilihat dari pembangunan embung sebagai penampung air. Mana kala musim kemarau,
embung ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum, mandi, mencuci juga
menjaga ketersediaan air untuk mengairi sawah. Sehingga penduduk desa dapat
mengairi sawahnya dalam melangsungkan usaha budidaya padi dan palawija.
Sebetulnya pembangunan embung desa
merupakan empat prioritas yang harus di bangun. Hal ini sesuai dengan peraturan
menteri No 19 tahun 2017 soal prioritas Dana Desa 2018. Namun, dilapangan masih
belum optimal dana desa membangun embung. Pada tahun 2018, embung desa yang
selesai di bangun baru sebanyak 603 buah, atau sekitar 10 persen.
Selanjutnya
perhatian pemerintah daerah terhadap desa ketika musim panen tiba. Walaupun akses
jalan desa sudah berbeton. Namun, masih murahnya komoditas yang dihasilkan
merupakan masalah pelik bagi petani. Tiap tahun, petani pangan belum merasakan
harga gabah yang pantas untuk mengganti jerih payah dalam mendukung program
kedaulatan pangan.
Ketika
adanya kebijakan Bulog menyerap gabah petani, namun dilapangan belum begitu optimal.
Terlihat masih kuatnya pengaruh para tengkulak untuk memainkan harga gabah. Petani
tidak punya pilihan lain, menjual produksi gabah kepada tengkulak karena butuh
uang. Tak jarang petani meminjam uang untuk biaya pengolahan sawah dan biaya
panen. Tak heran, harga pun sering di bawah harga yang ditetapkan pemerintah.
Apa yang harus diperhatikan pemerintah setempat?
Pendirian
perusahaan desa (Bumdes) ataupun KUD sangat diperlukan untuk memperbaiki tata
niaga harga gabah di tingkat petani. Pemberian modal awal dan menyerap gabah
petani akan memberikan kelangsungan usaha para petani. Data Podes 2018
memperlihatkan, jumlah desa di Jawa Barat baru ada sekitar 410 desa yang
mempunyai KUD. Jumlah sarana penunjang tersebut dirasakan kurang dalam
mendukung kemajuan perekonomian penduduk desa setempat .
Pemerintah daerah (Pemda) maupun
Pemerintahan desa (Pemdes) perlu memfokuskan untuk meningkatkan nilai jual
produk unggulan penduduk setempat. Karena tidak sedikit produk unggulan,
seperti komoditas pangan, hortikultura, hasil perkebunan, peternakan, kehutanan
serta hasil perikanan hanya dinikmati bukan oleh produsen setempat tetapi para
pengusaha atau pengepul dari daerah lain.
Inovasi
dan jiwa kreatifitas seorang Kepala desa beserta perangkatnya sangat diperlukan
sekali untuk membangun desa. Jika dulu ingin membangun desa harus membuat
proposal maupun iuran dari masyarakat. Sekarang, keuangan desa selain bersumber
dari APBN yang rata-rata dapat Rp 800 jutaan lebih. Belum lagi bantuan provinsi
dan alokasi dana desa dari Kabupaten.
Jika
dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kemakmuran masyarakat, penduduk desa
tidak usah migrasi ke kota. Memanfaatkan peluang untuk mencari pendapatan dengan
mengkemas produk unggulan menjadi barang yang dapat menambah nilai jual.
Initinya, balik lagi ke SDM desa setempat,
apakah dapat memanfaatkan dana desa tersebut untuk kepentingan masyarakat. Jalan
desa berbeton dan gedung desa yang mentereng semestinya diiringi dengan
kesejahteraan penduduk setempat. Tak kalah penting, peran masyarakat dalam
mengawasi penggunaan dana desa sehingga benar-benar digunakan untuk membangun
desa.
Sumber:
http://m.ayobandung.com/read/2018/12/26/42317/membangun-desa-membangun-jawa-barat-sejahtera.
26/12/2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar