A. Saebani
KSK & Statistisi Ahli Pertama BPS Kab. Cianjur.
Fenomena orang menjadi penganggur
menjadi pelik bagi pemerintah. Sejumlah program penaggulangan pengangguran
seolah kesulitan meninggalkan jejak. Penganggur selalu bertebaran di mana-mana
dengan berbagai latar belakang pendidikan. Maka tak heran penganggur sebagai problema yang kompleks
dari sebuah ketenagakerjaan di Jawa Barat.
Teori klasik yang
menganggap permintaan dan penawaran terhadap tenaga kerja selalu seimbang (equilibrium) karena harga-harga
fleksibel, maka menurut Keynes pasar tenaga kerja jauh dari seimbang, karena
upah tidak pernah fleksibel, sehingga permintaan dan penawaran hampir tidak
pernah seimbang sehingga pengangguran sering terjadi.
Jawa Barat menurut data BPS, Februari 2018 tingkat pengangguran terbuka
sebesar 8,16 persen yang tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain di
Indonesia. Bahkan angka tingkat pengangguran terbuka Jawa Barat jauh lebih
tinggi dari pada TPT secara nasional hanya sebesar 5,13 persen. Menjadi
pekerjaan rumah bagi pemimpin khususnya Gubernur Jawa Barat terpilih untuk
menurunkan angka TPT secara berkelanjutan.
Problema dari pengangguran menjadi lebih kompleks karena bukan hanya
jumlah penduduk yang tidak bekerja tetapi berkaitan dengan karakteristik
ketenagakerjaan lainnya seperti, struktur umur usia kerja, tingkat pendidikan,
distribusi tenaga kerja dan sebagainya.
Pengangguran secara umum terjadi karena lebih banyaknya ketersediaan (supply) tenaga kerja dibandingkan
dengan permintaan/kebutuhan (demand)
akan tenaga kerja sehingga terjadi over
employment.
DINAMIKA
TPAK & TPT
Indikator ketenagakerjaan yang sering menjadi perhatian yaitu, tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan tingkat
pengangguran terbuka (TPT). Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah
perbandingan antara angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia 15 tahun ke
atas. Dimana angkatan kerja sendiri merupakan penduduk usia kerja yang secara
aktif bekerja ataupun mencari pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka merupakan
hasil perbandingan antara jumlah pencari kerja terhadap angkatan kerja.
Berdasarkan data BPS, Februari 2018, tingkat partisipasi angkatan kerja
Jawa Barat sebesar 63,82 persen, terjadi penurunan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar 64,60 persen. Penurunan TPAK Jawa Barat diduga karena banyak
pencari kerja yang sekarang memilih tidak bekerja atau tidak mencari pekerjaan
lagi. Dengan penurunan TPAK ini menunjukkan bahwa peran aktif penduduk Jawa
Barat dalam pembangunan ekonomi relatif menurun dalam setahun terakhir.
Sedangkan angka TPT Jawa Barat sebesar 8,16 persen menunjukkan bahwa
dari 10.000 penduduk angkatan kerja, sekitar 816 orang tidak terserap pasar
tenaga kerja. Jika melihat dari jenis kelamin di Jawa Barat pada Februari 2018,
TPT perempuan lebih tinggi angkanya jika dibandingkan TPT laki-laki. Hal
tersebut karena perempuan lebih sulit atau kalah bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan. Bisa juga laki-laki mendapatkan pekerjaan apa saja karena untuk
menopang rumah tangga dibandingkan perempuan yang memilih jenis pekerjaan yang
sesuai.
PENDUDUK
BEKERJA & TPT BERDASARKAN PENDIDIKAN
Ketenagakerjaan tidak terlepas
dari tingkat pendidikan angkatan kerja, karena dengan semakin tingginya
pendidikan yang ditamatkan dapat lebih terserap oleh pasar tenaga kerja. Tetapi
penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh lulusan SD ke bawah, ini karena
struktur perekonomian Jawa Barat masih banyaknya pekerjaan informal, usaha
mikro maupun buruh tani di pedesaan.
BPS mencatat Februari 2018,
tenaga kerja di Jawa Barat masih didominasi oleh penduduk yang bekerja
berpendidikan rendah yaitu Sekolah Dasar (SD) ke bawah. Penduduk yang bekerja
dengan pendidikan SD ke bawah sebanyak 8,37 juta orang dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) sebanyak 3,81 juta orang. Penduduk bekerja berpendidikan SMA
sebanyak 3,29 juta orang dan berpendidikan SMK sebanyak 2,97 juta orang.
Sedangkan penduduk bekerja berpendidikan
diploma dan lulusan universitas sebanyak 2,47 juta orang.
Sama halnya dengan banyaknya penduduk yang bekerja, penduduk sebagai penganggur
lulusan SD ke bawah lebih rendah dibandingkan dengan pendidikan SMP Ke atas. Fenomena
yang unik ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah untuk
meningkatkan keahlian yang memadai terhadap lulusan sekolah khususnya lulusan
SMK.
Data BPS, Februari 2018 dimana penduduk dengan lulusan SD ke bawah
mempunyai TPT sebesar 4,59 persen, 10,28 persen TPT penduduk dengan lulusan
SMP. Untuk tingkat menengah, lulusan SMA menyumbang TPT sebesar 8,95 persen dan
SMK menyumbang terhadap TPT sebesar 13,23 persen. Sedangkan untuk lulusan
Diploma menyumbangkan TPT terbesar ke dua, yakni sebesar 12,66 persen dan
lulusan universitas sebesar 7,61 persen.
Selama empat tahun terakhir, TPT dengan jenjang pendidikan SMK sebagai
penyumbang angka TPT terbesar dibandingkan dengan tingkat pendidikan lain.
Kondisi tersebut harus menjadi early
warning bahwa SMK sebagai pendidikan vokasi yang diharapkan menjawab
kebutuhan pasar tenaga kerja justru penyumbang terbesar terhadap tingkat
pengangguran.
Menjadi pertanyaan apakah ada kesalahan kurikulum yang diterapkan selama
ini di SMK atau perbedaan kebutuhan terhadap keahlian/ lulusan terampil di
pasar tenaga kerja. Menjadi “PR” Pemda Provinsi Jawa Barat untuk mengurangi
tingkat pengangguran.
Lulusan sekolah baik yang menengah maupun
lulusan universitas harus mempunyai karakter yang kuat untuk meningkatkan daya
saing seperti etos kerja yang produktif. Juga dituntut mempunyai kompetensi, dimana
setelah lulus sekolah mempunyai
kemampuan bekerja sesuai perkembangan jaman yang menuntut terampil terhadap
teknologi. Selanjutnya lulusan sekolah harus mempunyai inovasi yang kuat
terhadap barang/jasa yang dihasilkan, sehingga berdampak semakin kompetitif
lulusan sekolah di pasar tenaga kerja .
Tak kalah penting lulusan sekolah harus mempunyai jiwa entrepreneurship bukan hanya sebagai
pekerja tetapi dapat membangun usaha sendiri. Bukan sebagai bagian masalah tapi
pemecah solusi, sehingga dapat mendukung program pemerintah dalam mengurangi
tingkat pengangguran dan mengurangi kemiskinan. ***
Sumber:
Radar Cianjur, 14 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar