A. Saebani
KSK & Statistisi Ahli Pertama di Badan
Pusat Statistik Kabupaten Cianjur.
Fenomena dimana meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus, biasanya orang menyebut dengan istilah inflasi.
Naiknya berbagai kebutuhan barang/jasa ketika akan menghadapi momen penting
seperti di bulan ramadhan. Harga kebutuhan sekolah naik ketika datangnya masuk
ajaran baru, ataupun naiknya harga sapi potong maupun domba karena menjelang idul
adha. Semua itu adalah fenomena inflasi dengan berbagai penyebabnya. Yang
menyakitkan, inflasi menyebabkan sebagian orang menjerit karena dengan nilai
uang yang sama akan lebih sedikit memperoleh barang/jasa.
Potret perkembangan naik/turunnya harga tercermin
dengan rilis data BPS, inflasi nasional pada Juli 2018 sebesar 0,28 persen
dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 134,14. Sedangkan inflasi tahun
kalender (Januari-Juli) 2018 sebesar 2,18 persen. Tingkat inflasi tahun ke
tahun (year to year), sebesar 3,18
persen.
Pada Juli 2018 dari 7 kelompok
pengeluaran, 6 kelompok memberikan andil/sumbangan dan 1 kelompok menyumbang
deflasi. Kelompok pengeluaran yang memberikan sumbangan inflasi yaitu: kelompok
bahan makanan sebesar 0,18 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
sebesar 0,09 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
sebesar 0,04 persen; kelompok sandang sebesar 0,02 persen; kelompok kesehatan
sebesar 0,01 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar
0,07 persen. Sementara kelompok transfortasi,
komunikasi, dan jasa keuangan justru mengalami deflasi sebesar 0,13 persen.
Jika dicermati, gaduhnya ibu-ibu terhadap
kebutuhan pokok seperti telor dan daging ayam ras yang setiap hari di konsumsi
justru menjadi barang langka serta harganya melambung. Tercermin dari inflasi
Juli 2018, banyak disebabkan oleh inflasi kelompok bahan makanan yang mempunyai
andil sebesar 0,18 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap
inflasi yakni: telor ayam ras sebesar 0,08 persen, daging ayam ras sebesar 0,07
persen, cabai rawit sebesar 0,03 persen, kacang panjang sebesar 0,02 persen
sedangkan bayam, jengkol, tomat dan lainnya sebesar 0,01 persen.
Berdasarkan faktor penyebab inflasi yang
sipatnya fundamental, tercermin dari naiknya komponen inti yang mempunyai andil
sebesar 0,24 persen. Komponen harga bergejolak (volatile food) sebesar 0,18 persen. Komponen energi mempunyai
andil terhadap inflasi sebesar 0,06 persen. Adapun harga yang diatur pemerintah
menyumbangkan deflasi sebesar 0,14 persen.
DAMPAK INFLASI
Menurut
teori Lipsey (1998), inflasi mempunyai dampak yang buruk terhadap perekonomian
dalam suatu negara. Efek buruk inflasi tersebut diantaranya: pertama efek
terhadap pendapatan, seseorang yang memperoleh pendapatan tetap
dengan adanya inflasi menyebabkan dengan nilai uang yang sama akan memperoleh
barang/jasa akan lebih sedikit secara kuantitas maupun kualitas; Yang kedua
efek terhadap efisiensi, adanya inflasi akan mengakibatkan alokasi
faktor-faktor produksi menjadi tidak efisien seperti naiknya upah pekerja juga
naiknya barang-barang produksi; ketiga efek terhadap output, tingkat inflasi
yang tinggi akan mengakibatkan penurunan output, karena barang-barang yang
dihasilkan menjadi mahal, dan faktor-faktor produksi yang naik pula.
Inflasi pun kerap menyasar kelompok makanan pokok, seperti perkembangan
inflasi bahan makanan pada Juli 2018 sebesar 0,18 persen. Terlebih sebagian
besar wilayah Indonesia masuk musim kemarau, kemungkinan besar akan naiknya
harga pangan dan komoditas berbagai sayuran. Pemerintah harus hati-hati khususnya
harga beras walaupun di sebagian wilayah ada panen, tetapi dampak kekeringan
akan menyebabkan produktivitas padi menurun.
Dampak lain dari adanya inflasi akan
meyebabkan pendapatan riil masyarakat menurun sehingga nilai riil pengeluaran konsumsi rumah tangga juga
merosot. Dengan pendapatan yang tetap dan terbatasnya pendapatan yang dapat dibelanjakan
maka penduduk akan bertambah tingkat kemiskinan. Inflasi yang tak terkendali,
prestasi penurunan tingkat kemiskinan Maret 2018 sebesar 9,82 persen akan naik
lagi jika tingkat konsumsi rumah tangga rendah.
PERAN
PEMERINTAH TERHADAP INFLASI
Peran pemerintah dalam
mengendalikan harga barang dan jasa sangat diperlukan. Dengan tingkat inflasi
rendah dan stabil mempunyai efek baik terhadap rumah tangga berpenghasilan
rendah. Tantangan perekonomian global dan efek kenaikan komoditas internasional
akan mempunyai efek terhadap inflasi. Maka pemerintah perlu mitigasi sedini
mungkin sehingga kenaikan komoditas global seperti naiknya komoditas energi
tidak mempengaruhi harga domestik. Kurs mata uang internasional, khususnya mata
uang dolar Amerika Serikat akan menjadi pemicu inflasi. Perlu sekali
pengendalian dan stabilnya mata uang rupiah terhadap mata uang asing di pasar
keuangan sehingga tidak menjadi gejolak.
Sementara untuk tantangan domestik,
inflasi biasanya disebabkan oleh tidak seimbangnya permintaan agregat (demand) terhadap penawaran agregat (supply) dari barang/jasa yang tersedia.
Juga inflasi terjadi akibat adanya kejutan atau gejolak (Volatile food inflation) sehingga perlu dibangun infrastruktur
logistik pangan, seperti pergudangan dan penyimpanan untuk jangka panjang.
Program pemberian fiskal untuk mendukung peran pemerintah dalam pengendalian
harga perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat.
Pemerintah Pusat, Pemda maupun BI sebagai
lembaga pengendali harga harus konsisten dalam memperbaiki tata kelola dan arus
barang/jasa. Pembangunan infrastruktur seperti pergudangan sangat diperlukan
untuk penyimpanan komoditas non pangan, sehingga komoditas berbagai macam hortikultura, telor, daging
sapi, daging ayam ras dapat tersimpan dengan waktu relatif lama.
Dengan adanya infrastruktur komoditas
yang memadai dan konsistensi pemerintah dalam pengendalian harga, diharapkan menjelang
idul adha tingkat inflasi terkendali dalam tingkat rendah dan stabil. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar