19 Feb 2019

SDM JABAR DALAM REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Oleh : A. Saebani, SSi
Fungsional Statistisi Ahli Pertama di BPS Cianjur Provinsi Jawa Barat
             
  Indonesia umumnya dan Jawa Barat khususnya perlu lebih mempersiapkan diri dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 sebagai dampak dari kemajuan teknologi digital, artificial intelligence (AI) atau kecerdesan buatan yang tidak dapat dihindarkan lagi. Revolusi industri 4.0 sudah menyasar ke berbagai aktivitas kehidupan manusia. Inovasi dan kesiapan SDM menjadi modal utama untuk memanfaatkan peluang dari kemajuan teknologi tersebut.
      Istilah revolusi industri dipopulerkan oleh Friedrick Engels dan Louis-Auguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Revolusi industri 1.0 terjadi di Inggris pada tahun 1784 ditandai dengan penemuan mesin uap yang menitikberatkan dimulainya mekanisasi yang menggantikan tenaga manusia. Revolusi industri 2.0 terjadi pada akhir abad ke-19 yang ditandai dengan adanya mesin-mesin produksi dengan bertenaga listrik yang digunakan untuk produksi massal dan menerapkan proses quality control.
      Selanjutnya revolusi 3.0 dimuali dari tahun 1970 yang ditandai dengan penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur. Perkembangan ke arah “Revolusi Industri 4.0” ditandai dengan teknologi sensor, interkoneksi, analisis data yang memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh teknologi tersebut ke dalam bidang industri.
     Revolusi Industri 4.0 merupakan tahapan revolusi teknologi dengan mengubah cara beraktivitas manusia dalam skala, ruang lingkup, kerumitan pelayanan, maupun proses produksi supaya lebih sederhana, lebih cepat dan produktivitas lebih tinggi dari biasanya. Revolusi digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari revolusi industri 4.0, yang memperlihatkan semua aktivitas terotomatisasi dan terkonektivitas di semua bidang kehidupan. Penggunaan teknologi, pendekatan serta inovasi terbaru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan manusia secara fundamental akan mengubah pola hidup dan interaksi manusia.
      Revolusi industri 4.0 tidak hanya mengubah pola perilaku manusia dalam berinteraksi, tetapi secara signifikan merubah proses serta fundamental bisnis di zaman now. Melihat dari tiga fase revolusi industri sebelumnya, kemajuan teknologi telah terbukti membawa efisiensi, meningkatkan produktivitas, lebih mudah terhadap proses produksi maupun distribusi barang dan jasa. Tetapi, ketika sumber daya manusia (SDM) tidak siap untuk menghadapi serta menyesuaikan diri dengan teknologi akan terjadi sebaliknya. Berbagai pekerjaan yang dikerjakan tenaga manusia perlahan akan digantikan oleh robot yang dianggap lebih efisien dan mudah untuk diatur dibandingkan manusia.
      Tak terkecuali, Jawa Barat sebagai Provinsi yang mempunyai penduduk terbanyak di Indonesia harus siap dengan perkembangan teknologi 4.0. Menurut data BPS, pada tahun 2018 jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 48,68 juta jiwa dengan sex ratio 102,59. Untuk angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 22,63 juta orang, mengalami kenaikkan sebesar 237,12 ribu orang dibandingkan Agustus 2017. Yang menjadi permasalahan adalah peningkatan jumlah angkatan kerja, tidak diikuti dengan peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Perkembangan TPAK pada Agustus 2018 sebesar 62,92 persen, atau mengalami penurunan sebesar 0,42 persen poin dibandingkan dengan tahun yang lalu.
     Penurunan TPAK tersebut sebagai indikasi adanya perlambatan potensi ekonomi dari sisi pasokan (supply) tenaga kerja. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah Jawa Barat untuk memprioritaskan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing. Salah satu tantangan di era zaman now adalah kompetisi di segala bidang kehidupan, maka literasi digital perlu ditingkatkan khususnya untuk generasi milennial.
     Peningkatan kemampuan literasi digital bagi generasi milenial harus menjadi perhatian pemerintah. Kemajuan teknologi digital akan menjadi tantangan bahkan ancaman jika penduduk tidak mampu mempersiapkan diri dari teknologi tersebut. Kemajuan teknologi seperti halnya revolusi teknologi 4.0 akan memberikan tingkat pengangguran jika pemangku kebijakan tidak respon terhadap peluang serta dampak yang akan diperoleh.
     Kondisi ini dapat dilihat dari rilis BPS, dimana tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat yang terbilang cukup tinggi. Data memperlihatkan, pada bulan Agustus 2018 TPT sebesar 8,17 persen lebih tinggi dari TPT nasional sebesar 5,34 persen. Perlu menjadi perhatian serius Pemda Jawa Barat adalah TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mendominasi diantara tingkat pendidikan lainnya yaitu sebesar 16,97 persen, dan SMA (9,78 persen).
      Keberadaan pemerintah untuk lebih berperan dalam mendorong sumber daya manusia (SDM) khususnya para lulusan vokasi seperti SMK untuk lebih meningkatkan keahlian dalam literasi digital. Juga perlu adanya pemantapan sesuai kompetensi untuk retraining sehingga kemampuan dan keahlian para lulusan SMK sesuai dengan harapan pemberi kerja atau keperluan industri.
      Menurut Prof. Dr. H. Muhammad Yahya dalam menyongsong revolusi industri 4.0 di dunia pendidikan vokasi adalah perlu adanya gerakan literasi baru. Penguatan literasi baru tersebut sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru dimaksudkan terfokus pada tiga litersi utama yaitu, 1) literasi digital, 2) literasi teknologi, dan 3) literasi manusia. Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0.
      Selain mempersiapkan SDM unggul yang mempunyai kemampuan literasi digital, literasi industri dan literasi manusia. Pemerintah daerah juga perlu mengembangkan pelatihan program lifeskill untuk mempersiapkan para generasi melenial khususnya para lulusan SMK dan SMA untuk mengembangkan diri dengan kemampuan inovasi dan kreatif sehingga mampu mempunyai kemampuan dalam beriwirausaha.   
Sumber: Radar Cianjur, 20-02-2019

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar