Oleh : A. Saebani, SSi
Statistisi
di BPS Kab. Cianjur, Provinsi Jawa Barat
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan
(10/12/2018), hasil podes 2018 memperlihatkan jumlah desa/kelurahan wisata
meningkat dari 1.302 di tahun 2014 menjadi 1.734 pada tahun 2018. Potensi desa
wisata tersebut akan menjadi urat nadi kemajuan perekonomian masyarakat desa setempat.
Tak dipungkiri bahwa alam Indonesia
menyimpan sejuta keindahan yang mempesona bagi para pelancong. Destinasi wisata
dengan ribuan pulau serta pantai nan indah. Berbagai budaya tradisional, gunung
menjulang, wilayah pedalaman penuh keanekaragaman. Hal ini merupakan daya tarik
wisatawan baik lokal maupun turis asing masuk ke Indonesia khususnya ke wilayah
perdesaan.
Sektor pariwisata perlu dikelola dengan
baik supaya menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi baik regional maupun
nasional. Pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar kedua setelah minyak
sawit yang mencapai USD 16,8 miliar pada 2017 dan ditargetkan sekitar USD 20
miliar di tahun 2018 (detikFinance, 1/02/2018). Ini capaian yang perlu
diapresiasi untuk perekonomian Indonesia yang lebih baik. Seperti dalam
memperbaiki defisit neraca perdagangan Indonesia.
Keberadaan pariwisata pun menciptakan lapangan
kerja baru, di tengah angka pengangguran masih tinggi. Pada Agustus 2018 Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) nasional sebesar 5,34 persen. Dimana TPT perdesaan
sebesar 4,04 persen lebih rendah jika dibandingkan TPT perkotaan sebesar 6,45
persen (BPS, 2018). Namun, tingkat kemiskinan perdesaan lebih besar
dibandingkan kemiskinan di perkotaan.
Keberhasilan pemerintah menurunkan
tingkat kemiskinan ke angka satu digit, yakni sebesar 9,82 persen pada Maret
2018. Tetapi, tingkat kemiskinan desa masih tinggi, yakni sebesar 13,20 persen,
sedangkan kemiskinan perkotaan sebesar 7,02 persen (BPS, 2018).
Selain tingkat kemiskinannya yang lebih tinggi, kondisi kemiskinan di
perdesaan juga jauh lebih memprihatinkan, tercermin
dari indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di perdesaan yang dua
kali lipat dibandingkan di perkotaan. Pada Maret 2018, indeks kedalaman kemiskinan di
perdesaan sebesar 2,37 dan indeks keparahan kemiskinan
sebesar 0,63. Sedangkan
di perkotaan indeks kedalaman kemiskinan sebesar 1,17, dan indeks keparahan
kemiskinannya sebesar 0,29 (BPS, 2018)
Maka, sektor pariwisata berbasis desa
dapat menjadi jawaban, karena akan menghindari laju migrasi penduduk untuk
menyambung hidup ke daerah perkotaan. Penduduk berlatar belakang pendidikan
tinggi tidak perlu pergi ke kota untuk mencari kerja. Destinasi pariwisata desa
menjadi peluang dalam mengembangkan usaha dan bekerja di perdesaan.
Perkembangan destinasi pariwisata desa
selain akan menambah pendapatan dari retribusi desa. Juga akan menggairahkan
perekonomian setempat. Peran Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) akan tumbuh
seiring banyak pengunjung untuk membelanjakan uangnya. Selain itu, produk
unggulan pun akan laris manis sebagai cendera mata sehingga akan meningkatkan
pendapatan penduduk.
Desa wisata dengan digital
Kelemahan Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam penguasaan teknologi internet di era modern harus menjadi perhatian
penting bagi penduduk desa. Pengembangan desa wisata umumnya terkendala
lemahnya dalam promosi serta pengemasan wisata. Sehingga potensi wisata desa
tidak termanfaatkan karena kurangnya promosi yang mengakibatkan sepi
pengunjung.
Promosi paling efektif dan efisien
tentang desa wisata yaitu secara daring baik melalui media sosial, website
maupun aplikasi online. Terlebih pemerintah tengah mempercepat koneksi internet
di daerah pelosok, terutama wilayah 3T (Terpencil, Terdepan, dan Terluar) di
seluruh wilayah Indonesia. Menurut data Komimfo, sudah sekitar 73%
desa/kelurahan yang sudah memiliki koneksi internet berbasis teknologi 3G.
Sementara untuk jaringan 4G, baru mencakup
55% saja. Pada tahun 2019 mendatang, pemerintah berharap dapat mengkoneksikan
lebih dari 83.000 Desa/Kelurahan yang ada dengan internet berbasis 3G. Target
lain di tahun depan, total 514 Kabupaten/Kota terjangkau oleh jaringan 4G LTE.
Dari jumlah tersebut, saat ini baru 64%-nya saja yang telah terpenuhi dengan
akses 4G.
Berdasarkan podes 2018, diketahui masih
ada desa yang tidak menangkap signal telepon seluler sebanyak 6.759 desa serta
signal lemah sebanyak 21.597 desa. Sedangkan desa yang dapat menangkap signal
internet sebanyak 26.700 (4G/LTE), 33.800 (3G/H/H+), 9.711 (2G/E/GPRS), dan
yang tidak ada signal internet sebanyak 6.961 desa. Hal ini merupakan tantangan
pemerintah bagaimana dapat memanfaatkan potensi desa wisata.
Mendayagunakan penduduk lokal
Penduduk lokal perlu meningkatkan
kemampuan, kreativitas, dan kompetensi dalam mengelola wisata. Kegiatan wisata
desa berbasis masyarakat lokal bisa berlangsung jika dengan dukungan orang-orang
yang kompenten dan profesional. Salah satu pengembangan pariwisata ditentukan
oleh keseimbangan potensi sumber daya dan jasa (supply) dan permintaan terhadap objek wisata (demand).
Program yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan dan kreativitas penduduk lokal adalah dengan cara
mengadakan pelatihan. Pelatihan tersebut diantaranya, bagaimana menjadi pemandu wisata (guide), penunjuk jalan, pengelola
pondok wisata, serta pelatihan penduduk untuk memproduksi kerajinan tangan yang
kemudian dapat dijadikan oleh-oleh khas desa wisata
Destinasi desa pariwisata perlu menjadi
sebuah kebijakan perioritas pemerintah di tengah tingginya angka kemiskinan
perdesaan. Dengan berbagai upaya pemerintah, masyarakat, swasta maupun pihak
terkait untuk meletakkan sektor pariwisata sebagai ekonomi unggulan dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tak kalah pentingnya, menjadikan sektor
wisata desa menjadi bagian ketahanan ekonomi nasional.
Sumber:
RADAR CIANJUR, 11-01-2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar