Oleh : Nanang Suryana, SAP
KSK Cipanas dan Statistisi Penyelia di BPS Kabupaten
Cianjur
Swasembada pangan ksususnya beras
menjadi isu penting seiring bertambahnya penduduk Indonesia. Disisi lain, luas
baku lahan sawah dari tahun ke tahun cenderung semakin berkurang akibat alih
fungsi lahan untuk industri, infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara, bendungan
maupun perumahan. Ketidakakuratan data produksi padi nasional diduga disebabkan
oleh tidak samanya perkiraan luas panen dengan cara pengamatan berjenjang (eyes estimation) dengan fakta luas
panen di lapangan sehingga terjadi kelebihan perkiraan produksi beras nasional (overestimate).
Polemik impor beras pun sering
terjadi diantara kementerian/lembaga yang berwenang dalam kebijakan ketahanan
pangan nasional. Disisi lain bahwa produksi padi yang dikonversi menjadi beras
cukup untuk konsumsi penduduk Indonesia. Kenyataan di pasaran harga beras
rentan naik sehingga untuk mengendalikan inflasi bahan makanan, maka cadangan (supply) beras nasional perlu ditambah
dengan cara impor dari negara lain.
Untuk mengantisipasi permasalahan
data produksi beras nasional tersebut, pemerintah meminta Badan Pusat Statistik
(BPS) untuk menyediakan data produksi padi yang akurat, cepat dan dapat
dipercaya sebagai rujukan kebijakan
dalam ketahanan pangan nasional. BPS pun mulai memperbaiki dan menyiapkan
metode yang disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dengan
bekerja sama dengan beberapan instansi pemerintah yang berkompeten.
Walaupun ketidakakuratan data beras
sudah berlangsung lama, namun upaya memperbaiki metodelogi perhitungan produksi
padi baru dilakukan pada tahun 2015. BPS bekerjasama dengan Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT); didukung oleh Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN); Badan Informasi dan
Geopasial (BIG); serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)
berupaya memperbaiki metodelogi dengan menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA).
Setiap akhir bulan, para pegawai dan
mitra BPS melakukan pengamatan langsung ke lahan sawah dengan menggunakan aplikasi
KSA berbasis HP Android. Setiap segmen yang menjadi tugas pencacah dan didampingi PML selanjutnya
memotret subsegmen yang terdiri dari 8 titik subsegmen pengamatan dengan kamera
dan dikirim ke sever BPS. Pengamatan terhadap lahan sawah pun dilakukan yang
tersebar diseluruh pelosok Indonesia. untuk menentukan status misalnya tanaman
padi sedang vegetatif awal, vegetatif akhir, generatif, panen, pengolahan
lahan, puso, lahan sawah bukan padi, dan lahan bukan sawah.
Berdasarkan pengolahan data hasil
metode Kerangka Sampel Area (KSA) pada tahun 2018, menunjukkan luas baku
sawah tahun ini hanya 7,1 juta hektar atau turun 650 ribu hektar dari tahun
2013 yang luasnya masih 7,75 juta hektar. Berkurangnya luas baku sawah perlu
menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan pemanfaatan lahan yang tidak
berproduksi (lahan tidur) untuk dicetak sebagai lahan sawah baru. Kebijakan dan
peraturan pun perlu ditegakan agar alih fungsi lahan sawah tidak banyak untuk
kebutuhan industri, infrastruktur maupun perumahan. Walaupun perlu pengembangan
untuk kegiatan industri dan infrastruktur perlu menggunakan lahan bukan sawah
sehingga tidak mengganggu produksi padi nasional.
BPS mencatat hasil perhitungan dengan
menggunakan metode KSA, potensi produksi padi nasional tahun 2018 sebesar 56,54
juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara 32,42 juta ton beras. Dengan
melihat tingkat konsumsi beras nasional sebesar 111,58 kg/kapita/tahun atau
29,57 juta ton/tahun. Jika diasumsikan konsumsi beras yang telah disesuaikan
untuk tahun 2018 sama dengan 2017, maka
selama 2018 terjadi surplus beras
sebesar 2,85 juta ton. Walaupun ada surplus beras nasional, tetapi hanya mampu
bertahan untuk konsumsi 1 bulan ke depan yang akan mengganggu ketahanan pangan
nasional.
Mengingat peranan beras sebagai
komoditas makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Ketersediaan beras
di pasaran dan menjangkau keseluruh penduduk menjadi keharusan dalam hal
ketahanan pangan nasional. Kekurangan cadangan beras nasional bukan hanya
menyebabkan inflasi tetapi lebih jauh akan menjadi ketidakstabilan ekonomi dan
politik. Maka data produksi beras nasional merupakan data strategis yang harus
dimiliki pemerintah untuk memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan sehingga
dapat dipantau setiap saat untuk mengambil kebijakan yang cepat serta akurat.
Untuk meningkatkan produksi padi
nasional, selain cara intensifikasi dengan cara meningkatkan produktivitas padi
per hektar. Perluasan dan meningkatkan luas lahan sawah perlu menjadi perioritas
pemerintah untuk meningkatkan produksi padi. Angin segar pun datang untuk
petani, melalui Peraturan Presiden yang ditandatangani Presiden Jokowi dengan
Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Dalam Perpres ini
disebutkan bahwa penyelenggaraan Reforma Agraria dilakukan oleh Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah terhadap Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Dalam
Perpres tersebut akan ada redistribusi tanah untuk pertanian kepada Subjek
Reforma Agraria dengan luasan 5 hektar sesuai ketentuan TORA, serta pemberian
sertifikat hak milik atau hak kepemilikan bersama.
Dengan metode Kerangka Sampel Area
(KSA) akan didapatkan data yang lebih akurat dibandingkan dengan metode manual
berjenjang. Harapan besar perhitungan data produksi padi melalui metode KSA
akan menjadi basis data dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Data yang
akurat menentukan kebijakan yang tepat, sehingga petani sebagai produsen padi
tidak dirugikan dengan banyaknya impor beras.
Sumber: Radar Cianjur, 18-02-2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar