19 Feb 2019

Perhitungan Produksi Padi Dengan KSA


Oleh : Nanang Suryana, SAP
KSK Cipanas dan Statistisi Penyelia di BPS Kabupaten Cianjur

           Swasembada pangan ksususnya beras menjadi isu penting seiring bertambahnya penduduk Indonesia. Disisi lain, luas baku lahan sawah dari tahun ke tahun cenderung semakin berkurang akibat alih fungsi lahan untuk industri, infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara, bendungan maupun perumahan. Ketidakakuratan data produksi padi nasional diduga disebabkan oleh tidak samanya perkiraan luas panen dengan cara pengamatan berjenjang (eyes estimation) dengan fakta luas panen di lapangan sehingga terjadi kelebihan perkiraan produksi beras nasional (overestimate).

          Polemik impor beras pun sering terjadi diantara kementerian/lembaga yang berwenang dalam kebijakan ketahanan pangan nasional. Disisi lain bahwa produksi padi yang dikonversi menjadi beras cukup untuk konsumsi penduduk Indonesia. Kenyataan di pasaran harga beras rentan naik sehingga untuk mengendalikan inflasi bahan makanan, maka cadangan (supply) beras nasional perlu ditambah dengan cara impor dari negara lain.
          Untuk mengantisipasi permasalahan data produksi beras nasional tersebut, pemerintah meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyediakan data produksi padi yang akurat, cepat dan dapat dipercaya  sebagai rujukan kebijakan dalam ketahanan pangan nasional. BPS pun mulai memperbaiki dan menyiapkan metode yang disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dengan bekerja sama dengan beberapan instansi pemerintah yang berkompeten.
          Walaupun ketidakakuratan data beras sudah berlangsung lama, namun upaya memperbaiki metodelogi perhitungan produksi padi baru dilakukan pada tahun 2015. BPS bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); didukung oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN); Badan Informasi dan Geopasial (BIG); serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) berupaya memperbaiki metodelogi dengan menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA).
          Setiap akhir bulan, para pegawai dan mitra BPS melakukan pengamatan langsung ke lahan sawah dengan menggunakan aplikasi KSA berbasis HP Android. Setiap segmen yang menjadi tugas  pencacah dan didampingi PML selanjutnya memotret subsegmen yang terdiri dari 8 titik subsegmen pengamatan dengan kamera dan dikirim ke sever BPS. Pengamatan terhadap lahan sawah pun dilakukan yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia. untuk menentukan status misalnya tanaman padi sedang vegetatif awal, vegetatif akhir, generatif, panen, pengolahan lahan, puso, lahan sawah bukan padi, dan lahan bukan sawah.
          Berdasarkan pengolahan data hasil metode Kerangka Sampel Area (KSA) pada tahun 2018, menunjukkan  luas baku sawah tahun ini hanya 7,1 juta hektar atau turun 650 ribu hektar dari tahun 2013 yang luasnya masih 7,75 juta hektar. Berkurangnya luas baku sawah perlu menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan pemanfaatan lahan yang tidak berproduksi (lahan tidur) untuk dicetak sebagai lahan sawah baru. Kebijakan dan peraturan pun perlu ditegakan agar alih fungsi lahan sawah tidak banyak untuk kebutuhan industri, infrastruktur maupun perumahan. Walaupun perlu pengembangan untuk kegiatan industri dan infrastruktur perlu menggunakan lahan bukan sawah sehingga tidak mengganggu produksi padi nasional.
         BPS mencatat hasil perhitungan dengan menggunakan metode KSA, potensi produksi padi nasional tahun 2018 sebesar 56,54 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau setara 32,42 juta ton beras. Dengan melihat tingkat konsumsi beras nasional sebesar 111,58 kg/kapita/tahun atau 29,57 juta ton/tahun. Jika diasumsikan konsumsi beras yang telah disesuaikan untuk tahun 2018 sama dengan  2017, maka selama  2018 terjadi surplus beras sebesar 2,85 juta ton. Walaupun ada surplus beras nasional, tetapi hanya mampu bertahan untuk konsumsi 1 bulan ke depan yang akan mengganggu ketahanan pangan nasional.
          Mengingat peranan beras sebagai komoditas makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Ketersediaan beras di pasaran dan menjangkau keseluruh penduduk menjadi keharusan dalam hal ketahanan pangan nasional. Kekurangan cadangan beras nasional bukan hanya menyebabkan inflasi tetapi lebih jauh akan menjadi ketidakstabilan ekonomi dan politik. Maka data produksi beras nasional merupakan data strategis yang harus dimiliki pemerintah untuk memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan sehingga dapat dipantau setiap saat untuk mengambil kebijakan yang cepat serta akurat.
          Untuk meningkatkan produksi padi nasional, selain cara intensifikasi dengan cara meningkatkan produktivitas padi per hektar. Perluasan dan meningkatkan luas lahan sawah perlu menjadi perioritas pemerintah untuk meningkatkan produksi padi. Angin segar pun datang untuk petani, melalui Peraturan Presiden yang ditandatangani Presiden Jokowi dengan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Dalam Perpres ini disebutkan bahwa penyelenggaraan Reforma Agraria dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terhadap Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Dalam Perpres tersebut akan ada redistribusi tanah untuk pertanian kepada Subjek Reforma Agraria dengan luasan 5 hektar sesuai ketentuan TORA, serta pemberian sertifikat hak milik atau hak kepemilikan bersama.
        Dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA) akan didapatkan data yang lebih akurat dibandingkan dengan metode manual berjenjang. Harapan besar perhitungan data produksi padi melalui metode KSA akan menjadi basis data dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Data yang akurat menentukan kebijakan yang tepat, sehingga petani sebagai produsen padi tidak dirugikan dengan banyaknya impor beras.
Sumber: Radar Cianjur, 18-02-2019

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar