Oleh : A.
Saebani, SSi
KSK /Statistisi Ahli pertama di BPS
Kabupaten Cianjur
Begitu pun di
Kabupaten Cianjur, mengalami hal yang tidak jauh berbeda dengan fenomena
nasional. Tercermin dari jumlah penduduk miskin dari 257,41 ribu orang (11,41 persen)
di 2017 menjadi 221,58 ribu orang (9,81 persen) di 2018 (BPS, Maret 2018)
Merujuk pada perkembangan tingkat
kemiskinan Kabupaten Cianjur yang mengalami pasang surut, namun arah perubahan
tingkat kemiskinan cenderung turun sesuai perkembangan makro ekonomi yang
semakin baik. Berdasarkan data BPS dari tahun
2012, dimana jumlah penduduk miskin sebesar 292.2 ribu orang (13,17%). Selanjutnya
dua tahun kemudian, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin menjadi 256,6 ribu
orang (11,47%) di tahun 2014.
Namun, di tahun 2015 jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Cianjur justru naik lagi menjadi 273.9 ribu orang (12,21%).
Kondisi ini diduga pengaruh psikologis karena adanya kebijakan pemerintah menaikkan
harga BBM yang berdampak pada kenaikkan harga bahan makanan pokok masyarakat. Sehingga,
terjadi inflasi yang mengakibatkan Garis Kemiskinan (GK) naik, di lain pihak,
pendapatan masyarakat tetap atau bahkan turun.
Kemudian, pemerintah mengambil
kebijakan tidak menaikkan harga BBM bersubsidi khususnya bahan bakar premium
dalam kurun waktu 2016 - 2018. Dan berbagai kebijakan pengendalian inflasi kebutuhan
pokok pada angka yang rendah (di bawah 5 persen) berdampak pada penurunan tingkat
kemiskinan.
Pada tahun 2016 sebanyak 261,39 (11,62%)
penduduk miskin, dan pada 2017 turun menjadi 257,41 orang atau 11,41 persen
dari jumlah penduduk Kabupaten Cianjur. Akhirnya, pada Maret 2018 total
penduduk miskin sebesar 221,58 ribu orang
(9,81 persen) atau turun sebanyak 35,83 ribu orang.
Fenomena
penurunan kemiskinan merupakan akumulasi berbagai program pemerintah dalam pengentasan
kemiskinan. Kebijakan menurunkan angka kemiskinan yang dilakukan secara masif
dan lintas sektoral. Ini merupakan perwujudan dari pembangunan yang berorentasi
inklusif. Strategi pembangunan bukan hanya mengejar pertumbuhan semata, tetapi
pembangunan ekonomi berkualitas.
Misalnya, Dana
Desa yang telah dikucurkan pemerintah dari tahun 2015 Rp 20,7 triliun, 2016 Rp
46,98 triliun, 2017 Rp 60 triliun, 2018 Rp 60 triliun (Kemenkeu, 2018). Kementerian Desa untuk
Dana Desa (DD) pada Tahun Anggaran (TA) 2018 memberikan fokus lebih besar pada
pengentasan kemiskinan dan ketimpangan. Dana Desa (DD) TA 2018 dilakukan
penyesuaian bobot variabel jumlah penduduk miskin dan luas wilayah desa.
Selain itu, Pemerintah
daerah (Pemda) Kabupaten Cianjur pun dengan berbagai kebijakan seperti Cianjur
Ngawangun Lembur (CNL), Gotong royong lobaan (Gorol) dan berbagai program
pemberdayaan masyarakat miskin perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi.
Meningkatkan perekonomian masyarakat dengan program car free day (CFD) di berbagai daerah mempunyai andil dalam
mendorong perkembangan perekonomian, ksususnya usaha mikro kecil menengah
(UMKM) di wilayah Kabupaten Cianjur.
Dari berbagai
program tersebut di atas, pembangunan baik infrastruktur dasar maupun ekonomi
di desa yang dibangun, mulai dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.
Konektivitas daerah perkotaan dengan daerah perdesaan terhubung dengan baik.
Geliat ekonomi masyarakat dapat dirasakan bukan hanya di perkotaan, ekonomi
perdesaan pun meningkat.
Walaupun tingkat kemiskinan Kabupaten Cianjur
masih di atas rata-rata Provinsi di Jawa Barat (7,45 persen) pada Maret 2018.
Namun, pencapaian tersebut masih lebih baik dibandingkan tingkat kemiskinan di beberapa
Kabupaten/Kota yang masih berada di atas 10 persen.
Namun, permasalahan
kemiskinan bukan sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Ukuran
lain yang dapat menjelaskan kualitas kemiskinan adalah kedalaman dan keparahan
dari kemiskinan. Di Kabupaten Cianjur pada Maret 2018, indeks kedalaman kemiskinan (P1)
mengalami penurunan menjadi sebesar 1,34 yang tahun sebelumnya di September
2017 sebesar 1,50 atau turun sebesar 0,16 poin.
Sedangkan
tingkat keparahan kemiskinan juga mengalami penurunan yang asalnya sebesar 0,32
pada September 2017 menjadi sebesar 0,27 pada Maret 2018 atau turun 0,05 poin.
Penurunan nilai indeks ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin semakin mendekati garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran antar
penduduk miskin juga semakin menyempit.
Penanggulangan
kemiskinan yang komprehensif memerlukan keterlibatan berbagai pemangku
kepentingan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swata)
dan masyarakat merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab sama terhadap
penanggulangan kemiskinan.
Pemerintah telah melaksanakan penanggulangan kemiskinan melalui berbagai
program dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga negara secara layak,
meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin, penguatan
kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta melaksanakan percepatan pembangunan
daerah tertinggal dalam upaya mencapai masyarakat Indonesia yang sejahtera,
demokratis dan berkeadilan.
Namun keseluruhan upaya tersebut belum
maksimal jika tanpa dukungan dari para pemangku kepentingan lainnya
(Stakeholder). Untuk menunjang penanggulangan kemiskinan yang komprehensif perlu
peningkatan yang lebih efektif diantaranya: 1). Meningkatkan efektivitas program
Dana Desa untuk pemberdayaan penduduk miskin; 2). Meningkatkan jumlah penerima
bantuan sosial; 3). Peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar;
4). Peningkatan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) dengan pendidikan dan
teknologi tepat guna.
Sumber: RADAR
CIANJUR, 9-01-2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar