Oleh : Sapto Prayogo, S.P.
Statitisi
Ahli Pertama di Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur
Tanggal 17 April 2019 mendatang
negeri kita akan mengadakan pesta demokrasi. Pesta demokrasi atau Pemilu
(Pemilihan Umum) ini akan dilaksanakan secara
serentak di seluruh tanah air dari Sabang sampai Merauke. Pada Pemilu 2019
nanti kita pertama kalinya dalam sejarah tidak hanya memilih presiden dan
wakilnya tetapi juga sekaligus memilih Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI), Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dewan Perwakilan
Daerah (DPRD) Provinsi, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota.
Pada pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden terdapat 2 pasangan calon, yaitu pasangan 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin
dan pasangan 02 Prabowo Subianto – Sandiago Uno. Pada DPR RI terdapat 575
kursi. Pada DPD RI terdapat 136 kursi. Pada DPRD Provinsi terdapat 2207 kursi.
Dan pada DPRD Kabupaten/Kota terdapat 17.610 kursi.
Adapun fungsi seorang presiden ada
2, yaitu sebagai kepala Negara dan sebagai kepala pemerintahan. Fungsi DPR RI, DPD,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota ada 3, yaitu fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Tetapi sebenarnya ada sedikit perbedaan antara
DPR dengan DPD. Letak perbedaannya adalah DPD merupakan representasi sebagai
wakil daerah, sedangkan DPR merupakan representasi sebagai wakil dari salah
satu partai politik.
Menurut Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) terdapat 38 Calon Legislatif (Caleg) yang merupakan mantan terpidana
korupsi. Ke 38 Caleg tersebut tersebar di 12 Caleg DPRD Provinsi dan 26 Caleg DPRD
Kabupaten/Kota. Sementara itu Caleg DPR RI dan DPD RI tidak ada yang merupakan
mantan terpidana korupsi. Dengan keberadaan Caleg mantan terpidana korupsi ini
maka masyarakat diharapkan di dalam Pemilu nanti harus lebih berhati-hati.
Masyarakat harus melihat rekam jejak semua Caleg. Caleg yang memiliki rekam
jejak jelek jangan dipilih.
Berkaitan dengan perilaku korupsi
di negeri kita ini, sebenarnya Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan
Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2018,
kecuali tahun 2016. Hal ini didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun
2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK)
menugaskan BPS untuk melaksanakan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK).
Pada tahun 2018, SPAK dilakukan
di 34 provinsi yang ada di Indonesia. Adapun total sampelnya sebanyak 9.919
rumah tangga. Analisis mengenai perilaku anti korupsi dalam survei ini hanya
untuk menggambarkan level nasional.
SPAK dilakukan untuk mengukur
tingkat permisifitas (sikap membolehkan) masyarakat Indonesia terhadap perilaku
korupsi dengan menggunakan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK). IPAK ini dihasilkan
dari dua dimensi yaitu nilai indeks persepsi dan nilai indeks pengalaman.
Indeks Persepsi diperoleh dari
pendapat atau penilaian terhadap kebiasaan perilaku koruptif yang sering
terjadi di masyarakat. Sedangkan Indeks Pengalaman diperoleh dari pengalaman
langsung pada 10 jenis pelayanan publik yang menyangkut penyuapan, pemerasan,
dan nepotisme. Adapun 10 jenis pelayanan publik yang dimaksud, yakni pengurusan
surat administrasi pada level RT/RW, kantor kelurahan/desa serta kecamatan,
kantor kepolisian, kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN), rumah sakit, sekolah
negeri, lembaga peradilan, Kantor Urusan Agama (KUA), dinas kependudukan dan
catatan sipil, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
IPAK menggunakan skala 0 – 5. Nilai
IPAK mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia berperilaku semakin
anti korupsi. Sebaliknya nilai IPAK yang mendekati 0 menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia berperilaku semakin permisif (membolehkan) terhadap
tindakan korupsi.
Secara detail skala IPAK tersebut
oleh BPS dibagi menjadi 4 golongan, yaitu pertama golongan sangat permisif
terhadap korupsi/sangat tidak peduli terjadi korupsi (skala 0,00 – 1,25), kedua
golongan permisif terhadap korupsi (skala 1,26 – 2,50), ketiga golongan anti
korupsi (skala 2,51 – 3,75), dan keempat golongan sangat anti korupsi/ sangat menolak
terjadi korupsi (skala 3,76 – 5,00).
Nilai IPAK dari tahun 2013 sampai
dengan tahun 2015 menunjukkan trend menurun, yaitu dari 3,63 turun hingga 3,39.
Hal tersebut menggambarkan masyarakat Indonesia antara tahun 2013 sampai dengan
tahun 2015 cenderung menuju permisif (membolehkan) terhadap perilaku korupsi.
Namun, pada tahun 2017 menghasilkan nilai IPAK sebesar 3,71. Data tersebut
menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia antara tahun 2015 sampai dengan tahun
2017 berperilaku semakin anti korupsi. Kemudian anehnya pada tahun 2018 nilai IPAK
kembali turun sebesar 3,66. Alhasil data-data tersebut menggambarkan masyarakat
Indonesia antara tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 cenderung menuju permisif
(membolehkan) terhadap perilaku korupsi.
Sementara itu, apabila dilihat
dari Indeks Persepsi menunjukkan perkembangan yang terus menaik dari tahun 2012
ke tahun 2018. Hal tersebut menggambarkan bahwa dari tahun 2012 sampai dengan
tahun 2018 masyarakat Indonesia semakin memiliki pemahaman dan penilaian
terhadap perilaku korupsi semakin baik dan bagus. Artinya masyarakat Indonesia
semakin menolak korupsi terjadi di Indonesia.
Adapun Indeks Pengalaman memang menggambarkan
pola perkembangan yang semakin menurun dari tahun 2012 menuju ke tahun 2015. Tetapi anehnya Indeks
Pengalaman di tahun 2017 naik yaitu sebesar 3,60 dan di tahun 2018 turun lagi
yaitu sebesar 3,57.
Indeks Pengalaman tahun 2012
sampai tahun 2018 memberikan arti bahwa pertama, pengalaman perilaku koruptif masyarakat
Indonesia menurun antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Kedua, antara
tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 pengalaman perilaku koruptif masyarakat
Indonesia naik. Ketiga, antara tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 pengalaman
perilaku koruptif masyarakat Indonesia turun kembali. Dan keempat, secara umum
dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2018 masyarakat Indonesia semakin tidak mau
melakukan tindakan penyuapan, pemerasan dan nepotisme.
Ada yang menarik dari hasil SPAK
tahun 2018 yaitu IPAK masyarakat kota sebesar 3,81 dan IPAK masyarakat desa
sebesar 3,41. IPAK masyarakat berpendidikan SMP ke bawah sebesar 3,53, IPAK
masyarakat berpendidikan SLTA sebesar 3,94, dan IPAK masyarakat berpendidikan SLTA
ke atas sebesar 4,02. IPAK masyarakat berumur 40 tahun ke bawah sebesar 3,65,
IPAK masyarakat berumur 40 – 59 tahun sebesar 3,70, dan IPAK masyarakat berumur
60 tahun ke atas sebesar 3,56.
Kesimpulan dari data-data
tersebut adalah pertama, masyarakat kota sangat anti korupsi daripada masyarakat
desa. Oleh karena itu, pihak-pihak yang terkait jangan berhenti
mensosialisasikan budaya anti korupsi sampai ujung pedesaan atau pinggiran
pedesaan. Kedua, masyarakat yang berpendidikan tinggi (SLTA ke atas) sangat
anti korupsi daripada masyarakat yang berpendidikan rendah. Maka dari itu, para
guru dan beberapa pihak terkait harus lebih gencar memberikan penerangan
tentang bentuk-bentuk korupsi kepada siswa-siswa SD dan SMP. Contoh
bentuk-bentuk korupsi di sekolah adalah mencotek ketika ujian, memberikan
hadiah kepada guru/ wali kelas/ kepala sekolah dengan tujuan agar nilai rapor
bagus, dan lain sebagainya. Selain itu, pemerintah harus mewajibkan program 12
tahun wajib belajar atau minimal bersekolah SLTA. Ketiga, masyarakat yang
berumur 60 tahun ke atas ternyata lebih permisif terhadap korupsi daripada
masyarakat yang berumur 60 tahun ke bawah.
Di lain pihak Komisi Pemilihan
Umum (KPU) sudah resmi menerbitkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Pencalonan Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Peraturan tersebut mengatur syarat bagi
warga Negara Indonesia yang ingin menjadi calon anggota DPR atau DPRD di Pemilu
2019. Salah satu peraturan yang menimbulkan pro dan kontra adalah dilarangnya
mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi
menjadi Caleg. Mestinya para Caleg yang berasal dari mantan terpidana korupsi
jangan mendaftarkan diri ke KPU. Selain itu, semua pihak harus mendukung
peraturan KPU tersebut. Bentuk dukungan para pemilih terhadap peraturan KPU
adalah jangan mencoblos/memilih para mantan koruptor. Karena tindakan korupsi
adalah menghancurkan bangsa dan negara serta memiskinkan rakyat. Buatlah mereka
jera. Semoga Indonesia bebas dari korupsi.
Sumber: www.ayobandung.com Senin, 7 Januari
2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar