11 Feb 2019

Bonus Demografi, Bermanfaatkah?


Oleh: Asep Arifin Mansur
Kepala BPS Kabupaten Cianjur

Setelah perhelatan pilgub pada 27 Juni 2018, terpilihlah satu sosok pemimpin baru Jawa Barat. Hiruk pikuk proses pilgub sudah berlalu. Sekarang tinggal menunggu pelantikan pada September mendatang. Rakyat Jawa Barat juga menunggu janji “ Jabar Juara”.

Cukup rumit permasalahan di Jawa Barat, terutama terkait dengan  sumber daya manusia (SDM). SDM Jawa Barat terbanyak di tingkat nasional. Penduduk Jawa Barat dengan 27 Kabupaten/Kota pada 2017 berjumlah 48,037 juta jiwa (Data BPS). Atau setara dengan 18,34 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Ini menjadi  beban  bagi Gubernur terpilih, hampir setara 20% memikul beban jumlah penduduk Indonesia. Betapa berat beban yang harus dipikul Gubernur terpilih.
Disisi lain, besarnya penduduk juga menjadi potensi. Jumlah penduduk yang  banyak dengan pengelolaan yang tepat tidak mustahil “Jabar Juara” bisa tercapai dalam waktu singkat.  Apalagi hal ini didukung  fenomena Jawa Barat memasuki masa bonus demografi. Jumlah penduduk usia 15 tahun sampai 64 tahun lebih banyak dari usia lainnya mencapai 70 persen.
Disebut  bonus, karena lebih banyak yang produktif dibandingkan  yang belum atau sudah tidak produktif lagi. Proses ini berjalan seiring keberhasilan dalam menurunkan tingkat fertilitas. Meningkatnya kualitas kesehatan dan keberhasilan program pembangunan lainnya. Kondisi tersebut  mampu  menggeser struktur piramida penduduk. Penduduk usia di bawah 15 tahun  awalnya besar di bagian bawah piramida penduduk. Memasuki era bonus demografi  berubah menjadi struktur piramida yang besar di bagian tengah.  Ini  sangat menguntungkan, karena beban ketergantungan yang  mengecil.
Beban ketergantungan   dikenal  dengan istilah rasio ketergantungan (dependency ratio). Perbandingan antara kelompok usia non produktif terhadap usia produktif. Rasio ketergantungan  menggambarkan  banyaknya  usia non produktif yang harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Semakin rendah rasio ketergantungan di suatu daerah,  semakin berpeluang memperoleh bonus demografi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa angka rasio ketergantungan di  Jawa Barat pada 2018  sebesar 46,81. BPS memprediksi menjadi 46,41 pada tahun 2023. Artinya pada masa jabatan gubernur terpilih setiap 100 orang penduduk produktif menanggung sebanyak 47 orang non produktif  bergeser menjadi 46 pada akhir masa jabatannya.  Menurut beberapa pakar demografi, bonus demografi tertinggi didapatkan pada kondisi angka ketergantungan berada di rentang 40 sampai 50 persen.

Pertumbuhan Ekonomi
Bonus demografi merupakan kesempatan emas.  Perlu dimanfaatkan sebaik mungkin dengan meningkatkan kualitas SDM. Menciptakan wirausahawan baru sangat relevan dalam  menangkap  peluang dan mengelola sumber daya Jawa Barat. Peningkatan kompetensi  SDM yang makin kompetitif secara global mendukung daya saing Jawa Barat. Demikian pula, peningkatan  keterampilan angkatan kerja menunjang daya saing di pasar kerja. Inilah salah satu upaya mendorong SDM yang berkualitas.
Kalau tidak dilakukan sekarang, kita akan kehilangan kesempatannya dalam seabad. Dengan SDM yang berkualitas, pengangguran akan berkurang. SDM berkualitas juga bisa mudah  memenangkan persaingan global. SDM berkualitas   juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan.  Bila ini bisa terkawal dengan baik, berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pertumbuhan ekonomi berkualitas linier terhadap peningkatan daya beli masyarakat. Pada akhirnya bisa tercapai kesejahteraan masyarakat Jawa Barat secara optimal.  Dengan kata lain, bonus demografi yang dikelola dengan baik akan mempercepat pembangunan ekonomi. Bonus demografi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.
Beberapa negara mempunyai pengalaman yang baik dengan bonus demografi ini. Di Eropa, bonus demografi dirasakan pada tahun 1950 sampai tahun 2000. India, merasakan bonus mulai tahun 2010, mirip dengan Indonesia. Sementara di Afrika akan didatangi bonus demografi ini hingga tahun 2045.
Darurat Narkoba
Disisi lain, penduduk  produktif  dihadapkan  dengan ancaman penyalahgunaan narkoba dan obat terlarang. Menurut suatu penelitian diungkapkan bahwa pada 2017 pelaku penyalahgunaan narkoba rata-rata berusia 25-30 tahun. Untuk usia pelajar dan mahasiswa sekitar 20 persen terlibat narkoba. Melihat kenyataan ini tergambar bahwa ancaman narkoba terhadap penduduk usia produktif begitu besar.
Darurat narkoba   perlu mendapat perhatian kita bersama. Baik dalam jangka pendek maupun   jangka panjang. Narkoba membahayakan keberlangsungan masa depan bangsa. Narkoba dapat mejadikan penduduk produktif  menjadi generasi penerus bangsa yang  tidak dapat berpikir jernih. Terpengaruh zat-zat adiktif penghancur syaraf. Akibatnya, bonus demografi akan berbalik menjadi petaka besar terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan.
Ancaman sindikat narkoba diantaranya berasal dari  Filipina, Malaysia, Hongkong, China, dan Myanmar. Kadang mereka memanfaatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menyelundupkan obat terlarang tersebut dengan berbagai cara.
Untuk menangani permasalah di atas, diperlukan upaya efektif dan efisien menangkal dan mereduksi jaringan narkoba. Untuk pencegahan, diperlukan pengawasan jaringan narkoba yang kontinu. Pelibatan lapisan masyarakat untuk mempersempit pengedaran narkoba perlu terus digalakan. Selain itu, diperlukan juga  tindakan tegas terhadap para pengedar narkoba dengan hukuman yang berat.
Presiden Joko Widodo menaruh perhatian yang cukup besar dalam melindungi generasi bonus demografi  dari pengaruh narkoba. Presiden menginstruksikan untuk dilakukan eksekusi mati terhadap para pelaku. Tetapi hal ini tidak mudah untuk dilaksanakan karena ada penolakan dengan alasan HAM, dan lain sebagainya.
Semua stakeholder perlu memperhitungkan dampak pengaruh narkoba ini. Apa mau dibiarkan terus menggurita menggerogoti generasi usia produktif dengan alasan HAM? Melihat kenyataan seperti ini bermanfaatkah bonus demografi? Tentu kita semua sepakat, bonus demografi tidak bermanfaat apabila generasi mudanya terkontaminasi narkoba. Mari kita jaga generasi muda kita seiring bonus demografi, menjadi pemuda yang mandiri dan terbebas dari masalah narkoba. *** semoga.


Sumber: Radar Cianjur

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar