Oleh: Asep Arifin Mansur
Kepala BPS Kabupaten Cianjur
Setelah perhelatan pilgub pada 27 Juni 2018, terpilihlah satu sosok pemimpin baru Jawa Barat. Hiruk pikuk proses pilgub sudah berlalu. Sekarang tinggal menunggu pelantikan pada September mendatang. Rakyat Jawa Barat juga menunggu janji “ Jabar Juara”.
Kepala BPS Kabupaten Cianjur
Setelah perhelatan pilgub pada 27 Juni 2018, terpilihlah satu sosok pemimpin baru Jawa Barat. Hiruk pikuk proses pilgub sudah berlalu. Sekarang tinggal menunggu pelantikan pada September mendatang. Rakyat Jawa Barat juga menunggu janji “ Jabar Juara”.
Cukup rumit permasalahan di Jawa Barat, terutama terkait dengan sumber daya manusia (SDM). SDM Jawa
Barat terbanyak di tingkat nasional. Penduduk Jawa Barat dengan 27
Kabupaten/Kota pada 2017 berjumlah 48,037 juta jiwa (Data BPS). Atau setara
dengan 18,34 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Ini menjadi beban
bagi Gubernur terpilih, hampir setara 20% memikul beban jumlah penduduk
Indonesia. Betapa berat beban yang harus dipikul Gubernur terpilih.
Disisi lain, besarnya penduduk juga menjadi potensi. Jumlah penduduk
yang banyak dengan pengelolaan yang
tepat tidak mustahil “Jabar Juara” bisa tercapai dalam waktu singkat. Apalagi hal ini didukung fenomena Jawa Barat memasuki masa bonus
demografi. Jumlah penduduk usia 15 tahun sampai 64 tahun lebih banyak dari usia
lainnya mencapai 70 persen.
Disebut bonus, karena lebih
banyak yang produktif dibandingkan yang
belum atau sudah tidak produktif lagi. Proses ini berjalan seiring keberhasilan
dalam menurunkan tingkat fertilitas. Meningkatnya kualitas kesehatan dan keberhasilan
program pembangunan lainnya. Kondisi tersebut
mampu menggeser struktur piramida
penduduk. Penduduk usia di bawah 15 tahun awalnya besar di bagian
bawah piramida penduduk. Memasuki era bonus demografi berubah menjadi struktur piramida yang besar
di bagian tengah. Ini sangat menguntungkan, karena beban
ketergantungan yang mengecil.
Beban ketergantungan dikenal dengan istilah rasio ketergantungan (dependency ratio). Perbandingan
antara kelompok usia non produktif terhadap usia produktif. Rasio
ketergantungan menggambarkan banyaknya usia non produktif yang harus ditanggung oleh
kelompok usia produktif. Semakin rendah rasio ketergantungan di suatu daerah, semakin berpeluang memperoleh bonus
demografi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa angka rasio ketergantungan
di Jawa Barat pada 2018 sebesar 46,81. BPS memprediksi menjadi 46,41
pada tahun 2023. Artinya pada masa jabatan gubernur terpilih setiap 100 orang
penduduk produktif menanggung sebanyak 47 orang non produktif bergeser menjadi 46 pada akhir masa
jabatannya. Menurut beberapa pakar
demografi, bonus demografi tertinggi didapatkan pada kondisi angka
ketergantungan berada di rentang 40 sampai 50 persen.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
Bonus demografi merupakan kesempatan emas. Perlu dimanfaatkan sebaik mungkin dengan
meningkatkan kualitas SDM. Menciptakan wirausahawan baru sangat relevan dalam menangkap peluang dan mengelola sumber daya Jawa Barat. Peningkatan
kompetensi SDM yang makin kompetitif secara
global mendukung daya saing Jawa Barat. Demikian pula, peningkatan keterampilan angkatan kerja menunjang daya
saing di pasar kerja. Inilah salah satu upaya mendorong SDM yang berkualitas.
Kalau tidak dilakukan sekarang, kita akan kehilangan kesempatannya dalam
seabad. Dengan SDM yang berkualitas, pengangguran akan berkurang. SDM
berkualitas juga bisa mudah memenangkan
persaingan global. SDM berkualitas juga
mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Bila
ini bisa terkawal dengan baik, berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas. Pertumbuhan ekonomi berkualitas linier terhadap peningkatan daya
beli masyarakat. Pada akhirnya bisa tercapai kesejahteraan masyarakat Jawa
Barat secara optimal. Dengan kata lain, bonus
demografi yang dikelola dengan baik akan mempercepat pembangunan ekonomi. Bonus
demografi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.
Beberapa negara mempunyai pengalaman yang baik dengan bonus demografi
ini. Di Eropa, bonus demografi dirasakan pada tahun 1950 sampai tahun 2000.
India, merasakan bonus mulai tahun 2010, mirip dengan Indonesia. Sementara di
Afrika akan didatangi bonus demografi ini hingga tahun 2045.
Darurat Narkoba
Disisi lain, penduduk
produktif dihadapkan dengan ancaman penyalahgunaan narkoba dan obat
terlarang. Menurut suatu penelitian diungkapkan bahwa pada 2017 pelaku
penyalahgunaan narkoba rata-rata berusia 25-30 tahun. Untuk usia pelajar dan
mahasiswa sekitar 20 persen terlibat narkoba. Melihat kenyataan ini tergambar
bahwa ancaman narkoba terhadap penduduk usia produktif begitu besar.
Darurat narkoba perlu mendapat perhatian kita bersama. Baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Narkoba membahayakan
keberlangsungan masa depan bangsa. Narkoba dapat mejadikan penduduk produktif menjadi generasi penerus bangsa yang tidak dapat berpikir jernih. Terpengaruh
zat-zat adiktif penghancur syaraf. Akibatnya, bonus demografi akan berbalik
menjadi petaka besar terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan.
Ancaman sindikat narkoba diantaranya berasal dari Filipina, Malaysia, Hongkong, China, dan
Myanmar. Kadang mereka memanfaatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
menyelundupkan obat terlarang tersebut dengan berbagai cara.
Untuk menangani permasalah di atas, diperlukan upaya efektif dan
efisien menangkal dan mereduksi jaringan narkoba. Untuk pencegahan, diperlukan
pengawasan jaringan narkoba yang kontinu. Pelibatan lapisan masyarakat untuk
mempersempit pengedaran narkoba perlu terus digalakan. Selain itu, diperlukan
juga tindakan tegas terhadap para
pengedar narkoba dengan hukuman yang berat.
Presiden Joko Widodo menaruh perhatian yang cukup besar dalam melindungi
generasi bonus demografi dari pengaruh
narkoba. Presiden menginstruksikan untuk dilakukan eksekusi mati terhadap para
pelaku. Tetapi hal ini tidak mudah untuk dilaksanakan karena ada penolakan
dengan alasan HAM, dan lain sebagainya.
Semua stakeholder perlu memperhitungkan dampak pengaruh narkoba ini.
Apa mau dibiarkan terus menggurita menggerogoti generasi usia produktif dengan
alasan HAM? Melihat kenyataan seperti ini bermanfaatkah bonus demografi?
Tentu kita semua sepakat, bonus demografi tidak bermanfaat apabila generasi
mudanya terkontaminasi narkoba. Mari kita jaga generasi muda kita seiring bonus
demografi, menjadi pemuda yang mandiri dan terbebas dari masalah narkoba. ***
semoga.
Sumber: Radar Cianjur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar