Oleh : A. Saebani, SSi
Fungsional
Statistisi Ahli Pertama di BPS Cianjur Provinsi Jawa Barat
Di tengah bisnis konvensional yang
mulai ditinggal dan beralih ke bisnis elektronik. Perkembangan penjualan
terhadap berbagai produk kebutuhan yang biasa di jual secara ritel, lambat laun
mulai terdisrupsi oleh kehadiran bisnis daring berbasis teknologi digital.
Perkembangan iklim bisnis retail dalam bentuk gerai (toko) yang menawarkan
barang dan jasa sudah banyak yang tutup. Ini merupakan suatu peringatan kepada
para pengusaha untuk melakukan perubahan strategi dagang konvensional menuju
perdagangan berbasis teknologi digital.
Begitu pun industri manufaktur,
perbankan, jasa transfortasi sudah banyak menerapkan teknologi digital atau
revolusi industri 4.0 sehingga kebutuhan tenaga kerja manusia pun akan semakin
terbatas. Kondisi ini akan banyak perusahaan manufaktur menggunakan mesin atau
robot dalam operasional. Akibatnya, tenaga kerja manusia tidak dapat
dimanfaatkan, sehingga pengangguran akan semakin meningkat dan menjadi masalah
sosial di masyarakat.
Oleh karena itu, baik pemerintah,
berbagai pemangku kepentingan, pelaku usaha maupun masyarakat perlu mempersiapkan
sumber daya manusia (SDM) dalam meningkatkan keahlian serta kompetensi terhadap
teknologi digital. Membangun SDM yang handal dan dapat beradaptasi dengan
perkembangan teknologi, maka ancaman disrupsi teknologi terhadap tenaga kerja
akan teratasi. Dengan adanya kemajuan teknologi sejumlah jenis pekerjaan
akan hilang serta persaingan bekerja pun akan semakin ketat, sehingga
satu-satunya adalah perlu peningkatan kemampuan menyerap teknologi baru
tersebut.
Selain
mempersiapkan SDM yang melek teknologi, komitmen pemerintah dalam pembangunan
infrastruktur untuk perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi perlu
menjadi perioritas kebijakan. Hal ini karena, dukungan seperti keberadaan satelit
supaya dapat menjangkau ke seluruh pelosok penjuru Indonesia. Maupun memperkuat
jaringan signal LTE (4G) serta meningkatkan ke jaringan 5G, sehingga akan
meningkatkan kecepatan akses internet di Indonesia.
Menengok
pada pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (World
Economic Forum) pada Januari 2016 di Davos, Swiss. Revolusi industri 4.0
menjadi fokus utama pembahasan dan perdebatan pada pertemuan tersebut.
Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang membedakan revolusi industri 4.0 dengan
revolusi industri sebelumnya. Tiga hal tersebut menjadi dasar mengapa
transformasi yang terjadi saat ini bukan merupakan perpanjangan atau kelanjutan
dari revolusi digital, melainkan menjadi revolusi transformasi baru
(tersendiri), dengan alasan: Pertama, inovasi dapat dikembangkan dan menyebar
jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Dengan kecepatan ini terjadi
terobosan baru pada era sekarang, berkembang secara eksponensial, bukan pada
skala linear lagi.
Kedua, akan terjadi penurunan biaya
produksi yang marginal dan munculnya rencana kerja (platform) yang dapat menyatukan dan mengkonsentrasikan beberapa
bidang keilmuan yang terbukti meningkatkan hasil (output) pekerjaan. Transformasi dapat menyebabkan perubahan pada
seluruh sistem produksi, manajemen, dan tata kelola sebuah lembaga. Ketiga,
revolusi secara global ini akan berpengaruh besar dan terbentuk di hampir semua
negara di dunia, di mana cakupan transformasi terjadi di setiap bidang industri
dan dapat berdampak secara menyeluruh di banyak tempat.
Di sisi lain, penetrasi alat-alat
elektronik, seperti telepon genggam (handphone) yang harganya semakin murah dan
sudah sampai ke berbagai pelosok dunia, baik yang penduduknya mempunyai
pendapatan tinggi maupun rendah. Pada masa ini teknologi begitu menyentuh ranah
pribadi, pengatur kesehatan, pola diet, olahraga, mengelola investasi, mengatur
keuangan melalui mobile banking, memesan taksi, memanggil Go-Jek, pesan makanan
di restoran (go-food), beli tiket pesawat, mengatur perjalanan, main game,
menonton film terbaru, dan sebagainya. Semua itu kini bisa dilakukan hanya
melalui satu perangkat e-commerce
atau dengan perusahaan rintisan (startup).
Peluang untuk mengembangkan bisnis startup di
Indonesia sangat terbuka lebar, hal ini karena didukung adanya bonus demografi
di Indonesia yang sebagai puncaknya pada tahun 2030. Terjadinya perubahan
struktur kependudukan, dimana usia produktif lebih banyak dari pada penduduk
usia tidak produktif. Bisnis perusahaan rintisan (startup) merupakan bisnis
yang sesuai dengan keinginan serta kemampuan untuk kaum muda yang melek dengan
kemajuan teknologi digital.
Pengembangan startup akan menjadi daya ungkit
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan regulasi serta
infrastruktur dalam mendukung kemajuan perusahaan startup akan berbanding lurus
naiknya sumber pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan rilis data BPS, Laju Pertumbuhan
Ekonomi (LPE) Indonesia pada 2018 sebesar 5,17 persen, dimana sumbangan lapangan
usaha informasi dan komunikasi tumbuh sebesar 0,38 persen. Dengan meningkatkan
jumlah perusahaan rintisan (startup), LPE Indonesia juga akan semakin meningkat
untuk tahun berikutnya.
Perusahaan rintisan (startup) juga
sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan pengangguran kaum muda terdidik. Di
tengah masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, pada agustus 2018
tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,34 persen (BPS, 2018). Yang
menjadi perhatian utama, untuk mengurangi tingkat pengangguran untuk tingkat
pendidikan kejuruan terdidik seperti untuk pendidikan tingkat SMK (11,24
persen), SMA (7,95 persen), Diploma (6,02 persen), Universitas (5,89 persen).
Dan yang menjadi permasalahan dalam
ketenagakerjaan adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) untuk
perempuan yang masih rendah. Hal ini tercermin untuk TPAK perempuan (51,88
persen) jauh berbeda dengan TPAK laki-lakai (82,69 persen). Peningkatan kaum
perempuan berpartisipasi untuk bekerja dalam mendapatkan pendapatan akan semakin
bertambahnya produk domestik bruto (PDB).
Salah satu untuk meningkatkan TPAK
perempuan dengan bekerja atau bisnis daring ataupun membuat perusahaan rintisan
(startup). Karena bentuk usaha ini sangat cocok dengan kaum ibu-ibu milenial,
melihat waktu yang fleksibel, tidak perlu ada kantor di rumah juga tidak
menjadi masalah. Meningkatnya kaum ibu-ibu milenial untuk menjadi pengusaha daring
maupun membangun perusahaan startup, selain dapat mengurangi tingkat
pengangguran juga akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
Ekosistem ekonomi digital di Indonesia
perlu dikembangkan sebagai solusi mengurangi tingkat pengangguran. Pelatihan
tehadap generasi milenial yang suka inovasi dan penuh kreatifitas untuk dididik
dalam membangun startup. Peluang menjadi “unicorn” yaitu perusahaan startup yang
mempunyai nilai (value) di atas US$ 1
miliar akan menjadi kenyataan, yang sebelumnya sudah terdapat 4 unicorn yaitu :
GoJek, Traveloka, Tokopedia dan Bukalapak. Harapan Indonesia sebagai pusat
ekosistem ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara akan menjadi kenyataan
dengan bekerja keras, cerdas dan berkelanjutan.
Sumber: Ayobandung.com, 25 Februari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar