Oleh
Teti Sugiarti
Jabatan
Statistisi Pelaksana
Masalah
pengangguran merupakan masalah krusial bagi sebuah Negara yang dapat
menyebabkan lambannya pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor penyebab meningkatnya
pengangguran di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa hal diantaranya faktor
manusia itu sendiri dan faktor kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Adapun
faktor manusia itu sendiri berupa kemalasan, umur dan rendahnya pendidikan
serta keterampilan. Sedangkan faktor kebijakan pemerintah pusat dan daerah
yaitu berupa ketimpangan antara kebutuhan pekerja dengan pemberi kerja,
pengembangan sektor ekonomi, tenaga kerja asing (TKA), dan kurangnya
sosialisasi kewirausahaan, serta banyaknya kompetensi ilmu yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dunia kerja.
Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS), merilis tingkat pengangguran Indonesia pada
Februari 2018 sebesar 5,13%. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan Februari
2017 yang mencapai 5,33%. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2018
mencapai 5,13% menurun dibandingkan Februari 2017 yang sebesar 5,33%. Sementara, angka pengangguran 5,13% setara
dengan 6,87 juta orang atau membaik dari 7,01 juta orang diperiode yang sama
tahun 2017. Tingkat pengangguran tertinggi tercatat di provinsi Jawa Barat
sebesar 8,16%. Sedangkan tingkat pengangguran terendah di Bali sebesar 0,86%.
Namun
angka tersebut diatas dapat bertambah apabila faktor-faktor yang telah
disebutkan diawal tadi tidak dicarikan solusi yang tepat, guna menekan
bertambahnya pengangguran karena setiap tahunnya akan bertambah pula penduduk
yang lulus akademik dari tingkatan terbawah sampai tertinggi. Sementara jika dilihat
dari tingkat pendidikan maka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terbesar berada
pada level Sekolah Menengah kejuruan (SMK) yang mencapai 8,92%, kemudian
setelah itu pada level Diploma I/II/III sebesar 7,92%. Sedangkan untuk TPT
pendidikan rendah berada pada level sekolah dasar (SD) dengan TPT sebesar
2,67%.
Oleh
karena itu peran penting pemerintah pusat ataupun daerah sangatlah vital, untuk
menambahkan rasa percaya diri masyarakat yang menganggur dengan mencarikan
solusi. Salah satu solusi untuk menekan angka pengangguran bisa ditanamkan jiwa
kewirausahaan (entrepreneur), karena setidaknya dengan wirausaha dapat
menciptakan lapangan pekerjaan yang berdampak dengan meningkatnya pendapatan
dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dalam
lampiran Instrusi Presiden Nomor 4 tahun 1995, tentang Gerakan Nasional
Memasyarakatkan dan Membudidayakan Kewirausahaan (GNMMK), kewirausahaan adalah
semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau
kegiatan yang mengarah pada upaya cara kerja, teknologi dan produk baru dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan
keuntungan yang lebih besar. Salah satu upaya pemerintah Indonesia adalah
dengan meningkatkan pembangunan ekonomi negeri serta mengurangi ketergantungan
terhadap bangsa lain. Hal ini salah satunya dengan mengembangkan kewirausahaan
Indonesia.
Mengapa
wirausaha dapat menekan angka pengangguran dan kesejahteraan bagi suatu Negara,
setidaknya ada beberapa hal atau alasan diantaranya adalah solusi bagi diri
sendiri untuk tidak menganggur, solusi bagi sesama dengan mengajak teman
terdekatnya untuk bergabung menjadi pekerja, solusi bagi komunitas dan solusi
bagi Negara. Karena dengan banyaknya entrepreneur/wirausaha dalam suatu Negara,
maka pendapatan Negara tersebut akan bertambah dari pajak usaha yang dibayarkan
untuk membiayai kelangsungan pembangunan.
Jika
dilihat dari Data BPS SE2016 hasil pendataan usaha/perusahaan baik untuk
kategori usaha mikro kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar (UMB) Tahun 2017. Menunjukkan
bahwa jumlah tenaga kerja di Indonesia berjumlah 78.673.286 yang sebagian besar
masih terkonsentrasi di propinsi besar di pulau jawa yaitu jawa barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur khususnya untuk sektor usaha perdagangan dan industri.
Berdasarkan hasil pendataan Usaha Mikro Kecil (UMK) dan Usaha Menengah Besar
(UMB) di Indonesia berjumlah 26.422.256 yang tersebar di 13 kategori usaha.
Jumlah tenaga kerja UMK sebanyak 59.266.885 orang dan jumlah tenaga kerja UMB
19.406.401 orang.
Berdasarkan
data listing SE2016 BPS Provinsi Jawa Barat Jumlah Tenaga Kerja Usaha/Pengusaha
Menurut Skala Usaha dan Kabupaten/Kota, 2016. Usaha Menengah Kecil (UMK)
Kab.Cianjur 431.864 sedang Usaha Menengah Besar (UMB) 41.596. Menurut Dinas
UMKM Perindustrian dan Perdagangan jumlah UMKM Per-kecamatan Kabupaten Cianjur
Tahun 2017 sebesar 45.364 UMKM dan yang paling dominan ada di Kecamatan Cianjur
sebesar 4.244 UMKM.
Menurut
data Podes 2018, banyaknya desa/kelurahan menurut keberadaan dan jenis industri
kecil dan mikro dikelompokkan menurut bahan baku utama dengan tenaga kerja
kurang dari dua puluh pekerja. Kabupaten Cianjur memiliki Industri yang lumayan
besar dan tersebar dibeberapa desa/kelurahan diantaranya Industri dari kulit
tersebar di 19 desa/kelurahan, Industri dari kayu di 244 desa/kelurahan, Industri
logam mulia dan bahan dari logam di 19 desa/kelurahan, Industri Anyaman di 208
desa/kelurahan, Industri gerabah/keramik batu di 121 desa/kelurahan, Industri
kain/tenun di 140 desa/kelurahan, Industri makanan dan minuman di 303
desa/kelurahan, dan Industri-industri lainnya di 79 desa/kelurahan.
Banyak
cara dan upaya untuk mendorong banyaknya masyarakat untuk terjun menjadi
entrepreneur (wirausaha) yaitu dengan menumbuhkan semangat jiwa kewirausahaan
disertai dengan memberikan pelayanan serta bimbingan pelatihan yang
berkelanjutan sehingga dalam mengelola bisnisnya lebih efektif dan tertata.
Selain itu juga menyediakan mentor bagi pelaku usaha muda (pemula) dan
memberikan bantuan material yang baik.
Sumber: Radar Cianjur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar