13 Feb 2019

Tantangan dan peluang pendataan zaman millennial


Rosser Ikhlas, S.Si
Statistisi Pertama BPS Kabupaten Cianjur


Zaman millennial dimana kebutuhan gadget seperti ponsel cerdas sangat melekat dengan kegiatan sehari-hari. Kegiatan bekerja, belajar, interaksi sosial, berbelanja, dan banyak hal lain yang bisa dilakukakan melalui aplikasi yang dipasang pada ponsel cerdas tersebut. Koneksi internet menjadi hal yang sangat penting untuk selalu terhubung dengan dunianya zaman millennial ini, si dunia maya. Konektivitas dan relasi  bisa terbangun dalam sebuah grup/komunitas tanpa harus bertatap muka walau lokasi berjauhan bahkan di seberang lautan sekalipun. Data yang tersimpan pun sudah tidak berupa tumpukan-tumpukan kertas lagi, tersimpan berupa data digital yang bisa kita bawa kemana-mana melalui  flashdisk, hard disk,maupun media penyimpanan online. Global Positioning System (GPS) merupakan fasilitas yang umumnya telah terpasang pada ponsel cerdas saat ini, fungsinya yaitu menampilkan lokasi akurat gadget tersebut pada tampilan peta citra satelit. Tentu akan sulit untuk tersesat apabila fasilitas GPS ini bisa digunakan dengan maksimal, bahkan dalam perkembangan dunia transportasi GPS merupakan pilar utama penunjang usaha transportasi online. Berbekal cerita pengalaman orang tua zaman sebelumnya, dua kata bagi saya hidup pada zaman millennial ini: cepat, praktis. Itulah teknologi, ia akan terus berkembang memenuhi kebutuhan yang ada pada masanya. Teknologi bukanlah sesuatu yang harus kita hindari, namun harus dikuasai. Ada pepatah yang mengatakan, orang yang berhasil menguasai teknologi akan menguasai dunia.

Dalam kegiatan data mendata, biasanya kita masih bertumpu pada cara lama yang sebagiannya masih mengandalkan teknik pendataan menggunakan kertas dokumen/kuesioner atau biasa disebut juga dengan istilah PAPI (Paper and Pencil Interviewing). Hasil wawancara dengan responden dituliskan pada kuesioner yang kemudian diolah menjadi bentuk digital baik melalui scanning maupun diinput/dientry secara manual oleh operator. Kemudian seterusnya proses analisa, publikasi, arsip diproses dalam bentuk digital. Pada rangkaian prosesnya terlihat sebagian telah mengarah pada data digital terutama pada proses pengolahan dan seterusnya sehingga data yang diolah bisa dalam jumlah yang besar, lebih cepat dan praktis. Perkembangan di zaman millennial ini menuntun peluang untuk melakukan pendataan yang sepenuhnya berbasis digital. Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI) merupakan teknik pendataan kekinian di Indonesia yang akan terus dikembangkan untuk pendataan yang lebih efektif dan efisien. Penggunaan kertas yang berkurang sebagai bentuk dukungan ramah lingkungan, GPS yang akan memastikan keberadaan petugas pada saat pencacahan sebagai dukungan fungsi pengawasan, termasuk pengolahan data serta early warning system yang lebih cepat dan efektif, merupakan kelebihan pendataan berbasis CAPI. Computer Assisted Personal Interviewing (CAPI) merupakan sebuah teknik pencacahan responden dengan bantuan komputer seperti laptop, notebook, tablet, maupun ponsel cerdas. Dalam melaksanakan pendataan/wawancara dibantu oleh program yang telah terpasang pada gadget, sehingga data langsung direkam/dientry langsung di lapangan.
Berbeda dengan CAPI, CASI (Computer Assisted Self Interviewing) maupun CAWI (Computer Assisted Web Interviewing) tidak memerlukan lagi petugas pencacah lapangan. Responden bisa langsung mengisi sendiri Computer Form yang disediakan. Pendataan dengan metode CASI sudah dilakukan pada negara maju yang masyarakatnya sadar akan pentingnya data statistik. Tanpa didatangi petugas masyarakat sadar statistik akan menyampaikan laporan yang diperlukan oleh pemerintah. Pendataan dengan CASI dirasa lebih unggul dibanding CAPI terutama dalam pertanyaan yang bersifat sensitif karena privasi dalam memberikan data lebih terjaga, daripada menyampaikan data melalui petugas pencacahan. Dengan tidak adanya petugas pencacah tentu dalam pelaksanaannya diperlukan intelegensi responden yang baik dalam mengartikan pertanyaan pada survei, karena jika tidak akan berimbas kepada hasil survei yang akan menjadi bias. Di negara kita Indonesia pendataan dengan teknik CAPI sudah mulai digunakan Badan Pusat Statistik (BPS), namun tidak menutup kemungkinan teknik pendataan dengan CASI maupun CAWI pun dilakukan di masa mendatang.
Belum lama ini data pertanian terkait data produksi padi dikoreksi dengan Metode Kerangka Sample Area (KSA) yang menyempurnakan metode sebelumnya yakni eye estimate. Metode KSA adalah hasil kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang mengandalkan teknik pendataan CAPI. Dimana petugas pada survei KSA ini menggunakan  gadget dalam melakukan perekaman data yang kemudian dikirim langsung pada server pusat. Selain Survei KSA Badan Pusat Statistik juga pada beberapa tahun terakhir melakukan pendataan Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK) juga menggunakan CAPI, dengan petugas pendataan adalah internal BPS. Bahkan dalam mini sensus yang merupakan uji coba Sensus Penduduk 2020 pada pertengahan tahun ini menggunakan teknik pendataan PAPI, CAPI, dan CAWI yang melibatkan petugas mitra statistik.
Pendataan CAPI bukanlah mudah tanpa rintangan tantangan, banyak juga hal-hal yang harus menjadi perhatian. Sinyal coverage area tiap operator yang kadang belum stabil/kualitas lemah pada daerah tertentu terutama pelosok, baterai hp yang terkadang habis/drop pada saat wawancara, tipe hp petugas yang tidak suport aplikasi Survey,  memory penyimpanan maupun ram berkapasitas kecil sehingga gadget mudah hang/error, petugas yang belum mahir menggunakan gadget, bahkan permasalahan mendasar terkait anggaran yaitu besarnya nilai investasi dalam penyediaan gadget yang diperlukan. Semua tantangan yang ada itu tentu akan dapat dilewati dengan manajemen resiko yang terukur. Memandang kedepan tentu akan terus dioptimalkan teknik pendataan berbasis CAPI ini, termasuk pada pendataan terkait kependudukan yang merupakan primadonanya pendataan/sensus bagi pemerintahan. Data kependudukan merupakan data dasar yang harus dimiliki oleh setiap negara.
Di Indonesia Sensus Penduduk akan dilakukan pada tahun 2020 yang akan datang, berbagai persiapan, perencanaan, mitigasi resiko telah mulai dilakukan BPS untuk kesuksesan SP 2020 nanti. Pelaksanaan SP 2020 akan menyerap banyak tenaga mitra statistik yang tentunya harus menguasai perkembangan teknologi. Seperti halnya di tahun 2010 yang lalu Sensus Penduduk diolah dengan menggunakan scanner yang merupakan inovasi pada masanya. Teknologi terkait teknik pendataan memang terus berkembang, bagi yang telah terbiasa mengikuti perkemban

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar