Oleh: A. Saebani, SSi (**)
Produksi
beras nasional menjadi data strategis karena menyangkut kebutuhan pokok
sebagian besar penduduk Indonesia. Pemerintah pada hari Senin, 22 Oktober 2018 secara
resmi mengumumkan produksi beras nasional tahun 2018 sebesar 56,54 juta ton
Gabah Kering Giling (GKG) atau setara 32,42 juta ton beras. Hasil perhitungan
BPS tersebut diharapkan menjadi tolak ukur kebijakan pemerintah untuk menentukan
cadangan beras domestik dalam rangka ketahanan pangan nasional.
Polemik
data beras kerap berulang ketika adanya kebijakan impor beras. Kementerian
Perdagangan di satu sisi bahwa impor beras untuk menjaga stabilitas harga beras
di pasaran sehingga tidak terjadi kerawanan pangan dan menekan laju inflasi.
Untuk Bulog dan Kementerian Pertanian, impor beras sebagai salah satu pertanda
tidak tercapainya ketahanan pangan dan swasembada beras nasional. Dengan
dikeluarkannya data produksi beras menjadikan akhir dari polemik baik di
Institusi Pemerintah maupun di masyarakat.
Sebelumnya,
perkiraan Kementerian Pertanian di mana potensi luas panen tahun 2018 mencapai
15,99 juta hektar dengan perkiraan produksi 83,03 juta GKG atau setara 46,5
juta ton beras. Menurut Kementan terjadi surplus beras mencapai 13,03 juta ton
sehingga impor beras tidak perlu dilakukan mengingat cadangan beras lebih dari cukup
untuk menghidupi penduduk Indonesia sekitar 265 juta selama 6 bulan ke depan.
Perhitungan
data produksi gabah dan beras oleh Kementan bukan tanpa dasar, dengan metode
data historis dari tahun 2007 digunakan untuk memprediksi data produksi beras
walaupun BPS dari tahun 2015 tidak mempublikasikannya. Sehingga data beras menjadi
tidak akurat dan menjadi polemik dalam masalah tata niaga beras nasional.
Jalan
panjang demi memperbaiki data produksi beras nasional dilakukan dari tahun
2015, BPS bekerja sama dengan BPPT, Kementerian ATR, Lapan dan BIG mengembangkan
metode baru bernama Kerangka Sampel Area (KSA). Metode KSA didefinisikan
sebagai teknik pendekatan penyampelan yang menggunakan area lahan sebagai unit
enumerasi. Sistem ini berbasis teknologi sistem informasi geografi (SIG), penginderaan
jauh, teknologi informasi, dan statistika yang saat ini sedang
diimplementasikan di Indonesia untuk perolehan data dan informasi pertanian
tanaman pangan khususnya produksi padi. Pendekatan KSA diharapkan mampu
menjawab penyediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk
mendukung perencanaan program ketahanan pangan nasional.
Hasil metode KSA menunjukkan
luas baku sawah tahun ini hanya 7,1 juta hektar atau turun 650 ribu hektar dari
tahun 2013 yang luasnya masih 7,75 juta hektar. Gencarnya pembangunan ekonomi
seperti pembangunan infrastruktur, bandara, perumahan, pabrik dan lainnya sebagai penyebab berkurangnya luas baku sawah.
Jika dalam perhitungan produksi gabah/beras tidak mengikutkan faktor koreksi
luas lahan akan menyebabkan luas tanam dan luas panen hasilnya akan bias.
Sebelumnya untuk menentukan luas
panen ditentukan secara manual dan berjenjang, sehingga secara objektivitas
sangat diragukan validitasnya. Metode KSA melalui pengamatan segmen dengan teknologi
informasi menghasilkan luas panen dengan akurasi tinggi. Dari angka luas baku
sawah tersebut, luas panen yang berhasil direkam adalah 10,9 juta hektar. Berdasarkan
luas potensi panen sepanjang tahun 2018 dan produktifitas hasil ubinan, diperkirakan
potensi produksi Gabah Kering Giling (GKG) mencapai 56,54 juta ton atau setara
32,42 juta ton beras.
Berdasarkan
konsumsi beras baik secara Iangsung di tingkat rumah tangga maupun konsumsi
tidak langsung setiap tahun dilakukan pemutahiran melalui Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas). Menurut BPS, untuk tahun 2017 adalah 111,58 kg/kapita/tahun
atau 29,57 juta ton/tahun. Dengan demikian, bila diasumsikan konsumsi beras
yang telah disesuaikan untuk tahun 2018 sama dengan 2017, maka selama 2018 terjadi surplus beras sebesar 2,85 juta ton.
Dari
data di atas, konsumsi beras penduduk Indonesia secara nasional sebesar 2,46 juta per bulan yang harus bisa
dijangkau dan tersedia di pasaran. Dengan asumsi surplus beras sekitar 2,85
juta ton hanya mencukupi 1 bulan untuk
makan penduduk Indonesia. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan
kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi, bahkan dapat begejolak
secara sosial dan politik apabila ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan
yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan ketahanan
nasional.
Selain
sebagai ketahanan pangan nasional, defisit jumlah cadangan beras akan
mempengaruhi harga beras sehingga potensi inflasi akan meningkat. Semakin harga
beras naik maka akan naik pula garis kemiskinan, karena porsi pengeluaran
penduduk adalah pembelian beras. BPS mencatat pengaruh beras terhadap garis
kemiskinan di perkotaan sebesar 20,95 persen, sedangkan di perdesaan sebesar
26,79 persen. Jika tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat yang meningkat,
harga beras yang tinggi akan menjadi variabel penentu meningkatnya jumlah
penduduk miskin di Indonesia.
Berdasarkan
data impor beras yang akan dilakukan sepanjang tahun 2018 sebesar 2 juta ton di
tambah dengan surplus beras sebesar 2,85 juta ton maka cadangan beras nasional mencapai
4,85 juta ton atau hanya cukup untuk konsumsi dua bulan ke depan. Misalkan untuk
keperluan cadangan beras supaya mencukupi konsumsi beras selama enam bulan ke
depan, maka perlu beras sebesar 14,76 juta ton sehingga masih defisit 9,71 juta
ton secara nasional.
Lebarnya
deviasi antara data yang ada di Kementerian Pertanian dengan hasil metode KSA
oleh BPS harus disikapi secara bijak oleh pemerintah. Kebijakan impor untuk
menutupi defisit cadangan beras nasional juga harus dilakukan hati-hati, karena
akan mengakibatkan jatuhnya harga gabah di tingkat petani produsen. Di lain
pihak petani sebagai penghasil padi tidak pernah merasakan keuntungan dari
kenaikkan harga padi karena ketika gabah atau beras naik, Bulog pun melakukan
intervensi pasar, sehingga gabah maupun beras menjadi harga normal.
(**) KSK & Statistisi Ahli di BPS Kabupaten Cianjur
Sumber:
Link : https://news.detik.com/kolom/d-4283015/akhir-polemik-data-beras
Tayang di : Detik.Com
1 November 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar