13 Feb 2019

INOVASI DALAM MENGURANGI PENGANGGURAN


Oleh: A. Saebani, SSi 
KSK & Statistisi di BPS Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat
Fenomena pengangguran akan selalu ada jika penawaran tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan pasar tenaga kerja yang tersedia. BPS mencatat, pada Agustus 2018 angka pengangguran terbuka sebesar 5,34 persen atau sekitar 7 juta orang masih menganggur. Yang menjadi “PR” pemerintah justru pendidikan vokasi menengah sebagai penyumbang tertinggi menjadi penganggur. Apakah yang menjadi inti permasalahan, kesalahan kurikulum atau kurangnya pasar tenaga kerja untuk tingkat terampil. Bagaimana pun pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sangat menentukan penciptaan lapangan kerja.


       Walaupun gejolak ekonomi global belum mereda, tercermin dengan adanya penurunan pertumbuhan ekonomi dunia yang rata-rata tahun ini di prediksi di sekitar angka 3,7 persen. Dampaknya terasa oleh negara berkembang dan emerging economic termasuk Indonesia. Beruntung untuk Indonesia sebagai negara emerging economic dampaknya tidak separah negara lain seperti Turki dan Argentina. Makro ekonomi Indonesia masih baik seperti masih tingginya tingkat konsumsi serta terkendalinya tingkat inflasi di bawah angka 3,5 persen sesuai target APBN 2018. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terasa berat tumbuh sebesar 5,4 persen sesuai target pemerintah. Akan tetapi pertumbuhan masih terjaga di atas 5 persen seperti tercermin sesuai data BPS, dimana laju ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen di triwulan III-2018.
       Seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih stabil, berpengaruh kepada penciptaan lapangan kerja di tahun 2018. Terlihat dengan adanya penyerapan tenaga kerja dalam satu tahun terakhir sebanyak 2,99 juta orang dengan berbagai lapangan pekerjaan. Sesuai data BPS, Agustus 2018 terjadi kenaikkan angkatan kerja sebanyak 2,95 juta orang sehingga jumlah angkatan kerja sebanyak 131,01 juta. Dimana tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mengalami peningkatan menjadi 67,26 persen dibandingkan dengan tahun 2017. Kenaikkan TPAK menggambarkan adanya partisipasi penduduk terhadap aktivitas ekonomi yang berpengaruh kepada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB).
      Untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang siap pakai untuk keperluan dunia usaha, maka pendirian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut. Tetapi ironis, sudah beberapa tahun penyumbang angka pengangguran tertinggi berasal dari tingkat pendidikan SMK.
      Menurut BPS, pada Agustus 2018 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk pendidikan SMK sebesar 11,24 persen yang merupakan rangking pertama penyumbang pengangguran. Berikutnya sebagai penyumbang TPT tertinggi ke-2 oleh pendidikan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,95 persen. Untuk tingkat pendidikan Diploma menyumbangkan tingkat pengangguran sebesar 6,02 persen, dan tingkat pendidikan Universitas sebesar 5,89 persen. Sedangkan untuk pendidikan tingkat rendah seperti halnya SD ke bawah paling rendah sebesar 2,43 persen, hal ini karena pada tingkat pendidikan ini cenderung bekerja apa saja.
Tantangan & Peluang
       Menurut Rita Andriani Sitorus (2016), Ada 6 (enam) permasalahan SMK yang mendasar saat ini yang perlu diambil tindakan atau solusi dalam mengatasi permasalahan SMK tersebut untuk dapat berdaya saing. Ke enam permasalahan SMK adalah: kurikulum SMK yang tidak selaras dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri, kualitas lulusan SMK yang rendah sehingga angka pengangguran SMK tinggi, pendirian SMK yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah, kurangnya kuantitas dan kualitas guru produktif, minimnya sarana dan prasarana SMK dan ketidaksinergian SMK dengan dunia usaha/dunia industri dan pemerintah.
       Permasalahan-permasalahan ini menjadi tantangan untuk diambil tindakan dan solusi dalam mewujudkan harapan menjadikan SMK sebagai lembaga vokasi yang berdaya saing ketenagakerjaan. Program Revitalisasi SMK diharapkan sebagai problem solving (pemecah masalah) dalam peningkatan kualitas layanan pendidikan dan pelatihan di SMK yang profesional dan peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan SMK, penyelarasan kurikulum SMK sesuai kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, mempercepat sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK, pendidik dan tenaga kependidikan SMK, meningkatkan kuantitas dan kualitas guru produktif serta pemberian lisensi bagi SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama, memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan SMK yang bermutu, penataan kelembagaan SMK dan menguatkan sinergi antara SMK dengan dunia usaha/dunia industri serta lembaga pemerintahan.
        Semoga pelaksanaan program revitalisasi SMK ini berjalan lancar sehingga dapat mewujudkan harapan-harapan ke depan, diantaranya : menjadikan SMK sebagai sekolah pilihan masyarakat (orang tua dan siswa) oleh karena banyaknya peluang-peluang untuk dapat bekerja di dunia usaha dan dunia industri, menciptakan lulusan SMK yang berkualitas, yang berkompetensi tinggi dan berkharakter sehingga menjadi tenaga kerja yang siap bersaing di era global serta menghasilkan lulusan SMK yang memiliki keberanian dan kemampuan berwirausaha.
      Sedangkan peluang pendidikan vokasi menurut Prof. Slamet PH, MA mengungkapkan bahwa pendidikan vokasi sangat penting karena Indonesia memerlukan tenaga kerja berkeahlian terapan yang melek teknologi, luwes dan terampil yang selaras dengan dunia kerja dan sangat turbulen baik sebagai karyawan maupun wirausahawan.
      Industri Era Digital (Disrupsi) merupakan peluang bagi generasi milenial termasuk lulusan SMK dan SMU untuk menangkap peluang pasar tenaga kerja baru atau sebagai bisnis. Era revolusi digital atau disebut sebagai era disrupsi teknologi ditandai dengan terjadinya transformasi di segala bidang. Adanya era disrupsi teknologi mengakibatkan hilangnya lapangan kerja tradisional akan tetapi menciptakan peluang lapangan usaha baru.
      Berkaca dari keberhasilan para generasi milenial menjadi perintis sekaligus menjadi CEO seperti di Bukalapak, Grab, Traveloka. Sehingga lulusan SMK sebagai pndidikan vokasi bukan hanya sebagai pencari kerja, tetapi memanfaatkan peluang dari perkembangan teknologi digital untuk berbisnis. 

Sumber:

  Radar Cianjur, 22/11/2018

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar