13 Feb 2019

INFLASI MENJELANG IDUL ADHA


A. Saebani
KSK & Statistisi Ahli Pertama di Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur.
    
   Bagi orang dari kalangan menengah ke atas, naiknya kebutuhan pokok bukan merupakan masalah, karena masih tebalnya cadangan keuangan di dompetnya. Akan tetapi untuk sebagian besar ibu-ibu dengan uang belanja tetap akan menjadi problema. Ditengah banyaknya biaya untuk kebutuhan pendidikan anak-anaknya yang masuk sekolah. Kebutuhan pokok pun ikutan naik, seperti naiknya harga telor, daging ayam ras serta berbagai macam sayuran  membuat kondisi semakin terjepit.
     Fenomena dimana meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus, biasanya orang menyebut dengan istilah inflasi. Naiknya berbagai kebutuhan barang/jasa ketika akan menghadapi momen penting seperti di bulan ramadhan. Harga kebutuhan sekolah naik ketika datangnya masuk ajaran baru, ataupun naiknya harga sapi potong maupun domba karena menjelang idul adha. Semua itu adalah fenomena inflasi dengan berbagai penyebabnya. Yang menyakitkan, inflasi menyebabkan sebagian orang menjerit karena dengan nilai uang yang sama akan lebih sedikit memperoleh barang/jasa.
     Potret perkembangan naik/turunnya harga tercermin dengan rilis data BPS, inflasi nasional pada Juli 2018 sebesar 0,28 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 134,14. Sedangkan inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2018 sebesar 2,18 persen. Tingkat inflasi tahun ke tahun (year to year), sebesar 3,18 persen.
      Pada Juli 2018 dari 7 kelompok pengeluaran, 6 kelompok memberikan andil/sumbangan dan 1 kelompok menyumbang deflasi. Kelompok pengeluaran yang memberikan sumbangan inflasi yaitu: kelompok bahan makanan sebesar 0,18 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,09 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,04 persen; kelompok sandang sebesar 0,02 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen; dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,07 persen. Sementara kelompok  transfortasi, komunikasi, dan jasa keuangan justru mengalami deflasi sebesar 0,13 persen.
      Jika dicermati, gaduhnya ibu-ibu terhadap kebutuhan pokok seperti telor dan daging ayam ras yang setiap hari di konsumsi justru menjadi barang langka serta harganya melambung. Tercermin dari inflasi Juli 2018, banyak disebabkan oleh inflasi kelompok bahan makanan yang mempunyai andil sebesar 0,18 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi yakni: telor ayam ras sebesar 0,08 persen, daging ayam ras sebesar 0,07 persen, cabai rawit sebesar 0,03 persen, kacang panjang sebesar 0,02 persen sedangkan bayam, jengkol, tomat dan lainnya sebesar 0,01 persen.
      Berdasarkan faktor penyebab inflasi yang sipatnya fundamental, tercermin dari naiknya komponen inti yang mempunyai andil sebesar 0,24 persen. Komponen harga bergejolak (volatile food) sebesar 0,18 persen. Komponen energi mempunyai andil terhadap inflasi sebesar 0,06 persen. Adapun harga yang diatur pemerintah menyumbangkan deflasi sebesar 0,14 persen.
DAMPAK INFLASI   
      Menurut teori Lipsey (1998), inflasi mempunyai dampak yang buruk terhadap perekonomian dalam suatu negara. Efek buruk inflasi tersebut diantaranya: pertama efek terhadap pendapatan, seseorang yang memperoleh pendapatan tetap dengan adanya inflasi menyebabkan dengan nilai uang yang sama akan memperoleh barang/jasa akan lebih sedikit secara kuantitas maupun kualitas; Yang kedua efek terhadap efisiensi, adanya inflasi akan mengakibatkan alokasi faktor-faktor produksi menjadi tidak efisien seperti naiknya upah pekerja juga naiknya barang-barang produksi; ketiga efek terhadap output, tingkat inflasi yang tinggi akan mengakibatkan penurunan output, karena barang-barang yang dihasilkan menjadi mahal, dan faktor-faktor produksi yang naik pula.
      Inflasi pun kerap menyasar kelompok makanan pokok, seperti perkembangan inflasi bahan makanan pada Juli 2018 sebesar 0,18 persen. Terlebih sebagian besar wilayah Indonesia masuk musim kemarau, kemungkinan besar akan naiknya harga pangan dan komoditas berbagai sayuran. Pemerintah harus hati-hati khususnya harga beras walaupun di sebagian wilayah ada panen, tetapi dampak kekeringan akan menyebabkan produktivitas padi menurun.
      Dampak lain dari adanya inflasi akan meyebabkan pendapatan riil masyarakat menurun sehingga nilai riil  pengeluaran konsumsi rumah tangga juga merosot. Dengan pendapatan yang tetap dan terbatasnya pendapatan yang dapat dibelanjakan maka penduduk akan bertambah tingkat kemiskinan. Inflasi yang tak terkendali, prestasi penurunan tingkat kemiskinan Maret 2018 sebesar 9,82 persen akan naik lagi jika tingkat konsumsi rumah tangga rendah.
PERAN PEMERINTAH TERHADAP INFLASI
      Peran pemerintah dalam mengendalikan harga barang dan jasa sangat diperlukan. Dengan tingkat inflasi rendah dan stabil mempunyai efek baik terhadap rumah tangga berpenghasilan rendah. Tantangan perekonomian global dan efek kenaikan komoditas internasional akan mempunyai efek terhadap inflasi. Maka pemerintah perlu mitigasi sedini mungkin sehingga kenaikan komoditas global seperti naiknya komoditas energi tidak mempengaruhi harga domestik. Kurs mata uang internasional, khususnya mata uang dolar Amerika Serikat akan menjadi pemicu inflasi. Perlu sekali pengendalian dan stabilnya mata uang rupiah terhadap mata uang asing di pasar keuangan sehingga tidak menjadi gejolak.
      Sementara untuk tantangan domestik, inflasi biasanya disebabkan oleh tidak seimbangnya permintaan agregat (demand) terhadap penawaran agregat (supply) dari barang/jasa yang tersedia. Juga inflasi terjadi akibat adanya kejutan atau gejolak (Volatile food inflation) sehingga perlu dibangun infrastruktur logistik pangan, seperti pergudangan dan penyimpanan untuk jangka panjang. Program pemberian fiskal untuk mendukung peran pemerintah dalam pengendalian harga perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat.
      Pemerintah Pusat, Pemda maupun BI sebagai lembaga pengendali harga harus konsisten dalam memperbaiki tata kelola dan arus barang/jasa. Pembangunan infrastruktur seperti pergudangan sangat diperlukan untuk penyimpanan komoditas non pangan, sehingga komoditas  berbagai macam hortikultura, telor, daging sapi, daging ayam ras dapat tersimpan dengan waktu relatif lama.
      Dengan adanya infrastruktur komoditas yang memadai dan konsistensi pemerintah dalam pengendalian harga, diharapkan menjelang idul adha tingkat inflasi terkendali dalam tingkat rendah dan stabil. ***

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar