12 Feb 2019

DISPARITAS POLA KONSUMSI KOTA DAN DESA

Oleh: Mursinah *)
Kita hidup tidak terlepas dari namanya konsumsi. Konsumsi untuk bertahan hidup. Bahkan terlebih lagi konsumsi untuk kenyamanan hidup. Pola konsumsi terbagi menjadi dua kelompok yaitu konsumsi makanan dan konsumsi non makanan. Dalam tatanan kehidupan, pola konsumsi terkadang  membedakan status sosial masyarakat.

Pola konsumsi adalah susunan kebutuhan seseorang terhadap barang dan jasa. Kebutuhan yang akan dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu, dan dipenuhi dari pendapatannya.
Pola konsumsi setiap orang berbeda beda. Orang yang berpendapatan tinggi, pola konsumsinya berbeda dengan  yang pendapatan menengah dan  berbeda pula dengan yang berpendapatan rendah. Pola konsumsi seorang direktur tentunya akan berbeda dengan pola konsumsi seorang buruh. Pola konsumsi seorang karyawan berbeda pula dengan pola konsumsi seorang petani atau buruh tani. 
Pola konsumsi  selain dipengaruhi pendapatan, juga dipengaruhi faktor lain. Diantara faktor itu adalah; tingkat pendidikan,lingkungan tempat tinggal, iklim, jenis pekerjaan, tingkat peradaban bangsa, kebiasaaan dan kondisi sosial budaya masyarakat, tinggi rendahnya harga barang dan jasa dan selera yang berkembang di masyarakat.
Demikian pula terdapat perbedaan pola konsumsi antara masyarakat kota dan desa. Sebagian besar penghasilan masyarakat desa habis  hanya untuk konsumsi makanan.  Sebaliknya, dikota persentase pengeluaran konsumsi makanan lebih kecil dibanding konsumsi non makanan. Inilah salah satu karakteristik suatu kota apabila ditinjau dari pola konsumsinya.

Pengeluaran rata rata perkapita sebulan untuk makanan  diperkotaan lebih kecil dibandingkan pedesaan.  Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),  persentase pengeluaran makanan penduduk Jawa Barat  tahun 2017 diperkotaan sebesar 48,68 % sedangkan di pedesaan sebesar 60,02 %.

Dengan demikian, pengeluaran konsumsi non makanan di perkotaan lebih besar dibandingkan di pedesaan.  Besarnya persentase pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan  menandakan tingkat kesejahteraan. Oleh sebab itu, secara umum bisa dikatakan bahwa di perkotaan lebih sejahtera dibandingkan di pedesaan. Masih terjadi disparitas pola konsumsi di perkotaan dan pedesaan.

BPS mencatat, pada tahun 2017 rata-rata pengeluaran perkapita penduduk Jawa Barat meningkat dibandingkan  tahun 2016. Tahun 2016 rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp 983.877,-, naik cukup signifikan sebesar 12,44 persen di tahun 2017 menjadi Rp 1.103.337,-.

Adapun per kapita pedesaan di Jawa Barat  naik signifikan  dari Rp 694.106,- pada tahun 2016 menjadi Rp 806.639,- di tahun 2017 atau kenaikannya sekitar 16,21 %. Sedangkan daerah perkotaan rata-rata pengeluaran per kapita hanya naik sebesar 9,44 % yaitu dari Rp 1.113.959,- pada tahun 2016 menjadi Rp 1.219.151,- di tahun 2017. Hal ini sangat  menggembirakan untuk daerah perdesaan, sebab menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan.

Ditinjau dari konsumsi kalori, patokan kecukupannya yaitu 2.150 kkal per kapita perhari.  Merujuk pada patokan tersebut, konsumsi kalori rata-rata penduduk Jawa Barat pada tahun 2016 masih berada sedikit dibawah standar, yaitu sebesar 2.126,43 kkal per kapita per hari. Namun  terjadi peningkatan di tahun 2017 dan berada diatas batas kecukupan yaitu 2.230,92 kkal per kapita sehari. Konsumsi kalori pada tahun 2017 naik sebesar 104,49 kkal dari tahun 2016.  
Apabila ditinjau menurut perkotaan dan pedesaan,  konsumsi kalorinya sama sama mengalami peningkatan. Rata-rata konsumsi kalori per kapita per hari di pedesaan lebih besar dibandingkan di perkotaan. Pada tahun 2017, Konsumsi kalori di perkotaan sebesar 2.211,21 kkal per kapita per hari sedangkan di pedesaan sebesar 2.281,40 kkal per kapita per hari. Dengan demikian,  baik di perkotaan maupun di pedesaan secara keseluruhan sudah memenuhi angka kecukupan kalori.
Besarnya konsumsi kalori di pedesaan dapat dimaklumi karena penduduk di pedesaan membutuhkan energi yang lebih besar untuk beraktifitas. Dengan kata lain  aktifitas di daerah pedesaan lebih banyak aktifitas fisik yang memerlukan kalori lebih besar. Utamanya kecukupan kalori ini disumbang oleh sub kelompok padi-padian, dimana komoditi di sub kelompok ini merupakan komoditi makanan pokok rata-rata penduduk Jawa Barat yaitu beras.
Sedangkan patokan kecukupan  protein penduduk Indonesia per kapita perhari  sebesar 57 gram. Untuk konsumsi protein rata-rata penduduk Jawa Barat di tahun 2017  sudah diatas  kecukupan kalori standar yaitu sebesar 65,59 gram per kapita sehari. Konsumsi protein ini  meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 5,16 gram per kapita sehari.
Konsumsi protein per kapita per hari perkotaan lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Pada tahun 2017  yaitu  66,15 gram di daerah perkotaan dan 64,15 gram di daerah pedesaan. Besarnya konsumsi protein di perkotaan  menunjukkan tingkat kesejahteraan perkotaan lebih tinggi dibandingkan pedesaan.
Disparitas pola konsumsi yang terjadi antara perkotaan dan pedesaan sangat memerlukan perhatian kita bersama. Diperlukan upaya peningkatan ekonomi pedesaan. Meningkatnya ekonomi pedesaan berdampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat desa. Dengan peningkatan daya beli, maka meningkat pula tingkat kesejahteraannya. Dengan demikian, disparitas pola konsumsi perkotaan dan pedesaan akan semakin mengecil.  
Pola konsumsi ini juga terkait dengan kasus kasus busung lapar yang sering terjadi di pedesaan. Busung lapar  disebabkan tidak mampu / tidak terpenuhinya asupan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh sebab itu, peningkatan daya beli masyarakat mampu mencegah kasus yang serupa. Kemampuan daya beli masyarakat terutama di pedesaan sangat ditentukan dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai. 
Gencarnya pembangunan di pedesaan, diharapkan mampu menumbuhkan berbagai lapangan usaha. Lapangan usaha yang bisa menyerap tenaga kerja pedesaan di luar sektor pertanian. Penyerapan tenaga kerja di pedesaan disamping meningkatkan daya beli juga mampu menahan laju urbanisasi. Semoga ***  

*) Penulis adalah pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat

Sumber: Radar Cianjur, 28 Agustus 2018

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar