Oleh: Mursinah *)
Kita hidup tidak terlepas dari namanya
konsumsi. Konsumsi untuk bertahan hidup. Bahkan terlebih lagi konsumsi untuk
kenyamanan hidup. Pola konsumsi terbagi menjadi dua kelompok yaitu konsumsi
makanan dan konsumsi non makanan. Dalam tatanan kehidupan, pola konsumsi
terkadang membedakan status sosial
masyarakat.
Pola konsumsi adalah susunan kebutuhan
seseorang terhadap barang dan jasa. Kebutuhan yang akan dikonsumsi dalam jangka
waktu tertentu, dan dipenuhi dari pendapatannya.
Pola konsumsi setiap orang berbeda beda. Orang
yang berpendapatan tinggi, pola konsumsinya berbeda dengan yang pendapatan menengah dan berbeda pula dengan yang berpendapatan rendah.
Pola konsumsi seorang direktur tentunya akan berbeda dengan pola konsumsi seorang
buruh. Pola konsumsi seorang karyawan berbeda pula dengan pola konsumsi seorang
petani atau buruh tani.
Pola konsumsi selain dipengaruhi pendapatan, juga
dipengaruhi faktor lain. Diantara faktor itu adalah; tingkat pendidikan,lingkungan
tempat tinggal, iklim, jenis pekerjaan, tingkat peradaban bangsa, kebiasaaan
dan kondisi sosial budaya masyarakat, tinggi rendahnya harga barang dan jasa
dan selera yang berkembang di masyarakat.
Demikian pula terdapat perbedaan pola konsumsi antara
masyarakat kota dan desa. Sebagian besar penghasilan masyarakat desa habis hanya untuk konsumsi makanan. Sebaliknya, dikota persentase pengeluaran konsumsi
makanan lebih kecil dibanding konsumsi non makanan. Inilah salah satu
karakteristik suatu kota apabila ditinjau dari pola konsumsinya.
Pengeluaran rata rata perkapita sebulan untuk makanan diperkotaan lebih kecil dibandingkan pedesaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), persentase pengeluaran makanan penduduk
Jawa Barat tahun 2017 diperkotaan sebesar
48,68 % sedangkan di pedesaan sebesar 60,02 %.
Dengan
demikian, pengeluaran konsumsi non makanan di perkotaan lebih besar dibandingkan
di pedesaan. Besarnya persentase
pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan menandakan tingkat kesejahteraan. Oleh sebab
itu, secara umum bisa dikatakan bahwa di perkotaan lebih sejahtera dibandingkan
di pedesaan. Masih terjadi disparitas pola konsumsi di perkotaan dan pedesaan.
BPS
mencatat, pada tahun 2017 rata-rata pengeluaran perkapita penduduk Jawa Barat
meningkat dibandingkan tahun 2016. Tahun
2016 rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp 983.877,-, naik cukup
signifikan sebesar 12,44 persen di tahun 2017 menjadi Rp 1.103.337,-.
Adapun per kapita pedesaan di Jawa Barat naik signifikan dari Rp 694.106,- pada tahun 2016 menjadi Rp
806.639,- di tahun 2017 atau kenaikannya sekitar 16,21 %. Sedangkan daerah
perkotaan rata-rata pengeluaran per kapita hanya naik sebesar 9,44 % yaitu dari
Rp 1.113.959,- pada tahun 2016 menjadi Rp 1.219.151,- di tahun 2017. Hal ini
sangat menggembirakan untuk daerah
perdesaan, sebab menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan.
Ditinjau dari konsumsi kalori, patokan
kecukupannya yaitu 2.150 kkal per kapita perhari. Merujuk pada patokan tersebut, konsumsi
kalori rata-rata penduduk Jawa Barat pada tahun 2016 masih berada sedikit
dibawah standar, yaitu sebesar 2.126,43 kkal per kapita per hari. Namun terjadi peningkatan di tahun 2017 dan berada
diatas batas kecukupan yaitu 2.230,92 kkal per kapita sehari. Konsumsi kalori
pada tahun 2017 naik sebesar 104,49 kkal dari tahun 2016.
Apabila ditinjau menurut perkotaan dan
pedesaan, konsumsi kalorinya sama sama mengalami
peningkatan. Rata-rata konsumsi kalori per kapita per hari di pedesaan lebih
besar dibandingkan di perkotaan. Pada tahun 2017, Konsumsi kalori di perkotaan
sebesar 2.211,21 kkal per kapita per hari sedangkan di pedesaan sebesar
2.281,40 kkal per kapita per hari. Dengan demikian, baik di perkotaan maupun di pedesaan secara
keseluruhan sudah memenuhi angka kecukupan kalori.
Besarnya konsumsi kalori di pedesaan dapat
dimaklumi karena penduduk di pedesaan membutuhkan energi yang lebih besar untuk
beraktifitas. Dengan kata lain aktifitas
di daerah pedesaan lebih banyak aktifitas fisik yang memerlukan kalori lebih
besar. Utamanya kecukupan kalori ini disumbang oleh sub kelompok padi-padian,
dimana komoditi di sub kelompok ini merupakan komoditi makanan pokok rata-rata penduduk
Jawa Barat yaitu beras.
Sedangkan patokan kecukupan protein penduduk Indonesia per kapita
perhari sebesar 57 gram. Untuk konsumsi
protein rata-rata penduduk Jawa Barat di tahun 2017 sudah diatas kecukupan kalori standar yaitu sebesar 65,59
gram per kapita sehari. Konsumsi protein ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 5,16
gram per kapita sehari.
Konsumsi protein per kapita per hari perkotaan
lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Pada tahun 2017 yaitu 66,15 gram di daerah perkotaan dan 64,15 gram
di daerah pedesaan. Besarnya konsumsi protein di perkotaan menunjukkan tingkat kesejahteraan perkotaan
lebih tinggi dibandingkan pedesaan.
Disparitas pola konsumsi yang terjadi antara
perkotaan dan pedesaan sangat memerlukan perhatian kita bersama. Diperlukan
upaya peningkatan ekonomi pedesaan. Meningkatnya ekonomi pedesaan berdampak
terhadap peningkatan daya beli masyarakat desa. Dengan peningkatan daya beli,
maka meningkat pula tingkat kesejahteraannya. Dengan demikian, disparitas pola
konsumsi perkotaan dan pedesaan akan semakin mengecil.
Pola konsumsi ini juga terkait dengan kasus
kasus busung lapar yang sering terjadi di pedesaan. Busung lapar disebabkan tidak mampu / tidak terpenuhinya
asupan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh sebab itu, peningkatan daya
beli masyarakat mampu mencegah kasus yang serupa. Kemampuan daya beli
masyarakat terutama di pedesaan sangat ditentukan dengan tersedianya lapangan
pekerjaan yang memadai.
Gencarnya pembangunan di pedesaan, diharapkan
mampu menumbuhkan berbagai lapangan usaha. Lapangan usaha yang bisa menyerap
tenaga kerja pedesaan di luar sektor pertanian. Penyerapan tenaga kerja di
pedesaan disamping meningkatkan daya beli juga mampu menahan laju urbanisasi.
Semoga ***
*) Penulis adalah pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
*) Penulis adalah pegawai Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
Sumber: Radar
Cianjur, 28 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar