12 Feb 2019

KELAYAKAN RUMAH DI JAWA BARAT


Triyono, A.md *)

Tak terelakkan bahwasanya rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang. Rumah merupakan hak konstitusional setiap warga Indonesia. Pada kenyataannya,  masih menjadi impian bagi  masyarakat bawah karena harga yang begitu mahal. Cukup sulit untuk bisa membeli sebuah rumah. Demikian pula dengan kelayakannya bagi yang sudah memiliki. Sudah layakkah rumah yang ditempatinya?

Sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 28 h ayat 1  menyebutkan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Sebenarnya banyak  program terkait penyediaan perumahan yang telah digulirkan pemerintah pusat maupun daerah.
 
Pemerintah pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menjalankan program sejuta rumah di tahun 2018.  Demikian pula pemerintah Provinsi Jawa Barat menggulirkan program renovasi Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Disamping itu, pemberian subsidi kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Program perumahan menjadi salah satu program prioritas di antara Sebelas Prioritas Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat Tahun 2018. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rumah tangga di Jawa Barat yang  memiliki rumah sendiri sebanyak 76,83 % di tahun 2017. Dengan demikian masih terdapat sebanyak 23,17 % yang belum memiliki rumah. Apabila ditinjau dari wilayah, masyarakat diperkotaan lebih sedikit kepemilikan rumahnya dibandingkan di pedesaan. Rumah tangga yang memiliki rumah diperkotaan hanya sebesar 71,77 % sedangkan dipedesaan sebesar 88,96 %.

Rumah yang ditempati pada dasarnya harus memiliki kelayakan huni. Berdasarkan Dinas Kesehatan, salah satu standar kelayakan rumah  adalah   luas bangunan tempat tinggal perkapita >= 8 M2 . Data BPS tahun 2017 menunjukkan bahwa terdapat 88,55 % rumah tangga dengan luas bagunan perkapita diatas 8 m2 .  Artinya sebagian besar warga Jawa Barat sudah menempati rumah layak huni dari persyaratan luas bangunan perkapita. Namun  masih terdapat sebanyak 11,45%  rumah tangga yang bangunan tempat tinggal perkapitanya dibawah 8 m2

Berbeda halnya dengan standar luas bangunan perkapita yang layak menurut  WHO yaitu diatas 10 m2. Masih berdasarkan data BPS, terdapat sebanyak  81,06 % penduduk Jawa Barat dengan  luas bangunan perkapitanya diatas  10 m2.  Menurut WHO,  dengan asumsi satu rumah tangga terdapat 4 orang maka luas rumah minimal adalah 40 m2 baru bisa dikatakan rumah sehat atau layak huni.
Secara umum, di wilayah  kabupaten luas bangunan perkapitannya lebih besar dibandingkan di perkotaan. Seperti halnya di Kabupaten Cianjur pada tahun 2017, berada diatas rata-rata Jawa Barat.  Sebanyak  89,50%  menggunakan standar Dinas Kesehatan dan sebanyak  82,66%  berdasarkan  standar WHO. Pada umumnya  bangunan tempat tinggal dengan perkapita dibawah 10m2 terkonsentrasi  di daerah perkotaan.   Di Kota Bandung hanya sebesar 64,91% dan di Kota Cimahi sebesar 68,86%.

Aspek lain  kelayakan rumah adalah  kondisi fisik bangunan. Diantaranya jenis dinding,  atap dan  lantai. Pada tahun 2017 di Jawa Barat, berdasakan rilis data BPS terdapat sebanyak 85,63% rumah tangga dengan  dinding  tembok.  Sedangkan yang berdinding kayu/bambu sebesar 8,87%. Sisanya  sebanyak  5,5% terbuat dari bahan lainnya diantaranya  triplek dan GRC.  

Kondisi yang berbeda dengan luas bangunan, rumah berdinding tembok diperkotaan lebih banyak dibandingkan diperdesaan.  Misalnya  di Kabupaten Cianjur tahun 2017 tercatat sebanyak 63,84% rumah berdinding tembok. Adapun dinding kayu/bambu sebesar 24,74%  dan dinding lainnya sebanyak 11,43%. Di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 62,97 % berdinding tembok.Di Kabupaten Garut sebesar 63,16 %. Adapun di Kota Bandung, terdapat sebanyak 96,70 berdinding tembok. Di Kota Depok sebanyak 98,93 %. Dan di Kota Bekasi sebanyak 97,54 %.

Rumah layak huni juga diindikasikan oleh jenis lantai yang digunakan. Terdapat berbagai jenis lantai yang biasa digunakan masyarakat. Beberapa diantaranya menurut  jenjang kualitas yaitu  lantai keramik/marmer/granit, lantai  tanah dan lantai lainya seperti semen, papan kayu, bambu dan lainnya. Selain itu yang tidak kalah penting adalah atap, sebagai pelindung dari hujan dan teriknya matahari. Atap juga dilihat sebagai nilai estetika dari bangunan tempat tinggal. 

Data BPS tahun 2017 di Jawa Barat mayoritas  jenis lantai rumah yang digunakan masyarakat adalah  keramik/granit/marmer yaitu sebesar 72,05%. Sedangkan yang menggunakan  lantai semen,kayu,bambu sebesar 26,06 dan hanya 1,88% yang berlantaikan tanah. Demikian juga dengan atap yang digunakan, sebagian besar yaitu  84,12 % beratapkan genting. Hanya sebanyak 12,82 % menggunakan atap asbes.   

Kondisi diatas menggambarkan sebagian besar warga  Jawa Barat tinggal di rumah layak huni. Namun demikian, masih terdapat rumah yang belum layak huni. Baik dari aspek luas bangunan perkapita, jenis dinding, lantai dan atap yang digunakan. Demikian juga masih terdapat warga Jawa Barat yang  belum memiliki rumah. Mudah mudahan dengan berbagai program yang digulirkan mampu mengatasi berbagai persoalan perumahan di Jawa Barat. Semoga ***) 
 *) Penulis adalah Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
 Sumber: Radar Cianjur, 28 Oktober 2018



Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar