Triyono,
A.md *)
Tak terelakkan
bahwasanya rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan dan
sandang. Rumah merupakan hak konstitusional setiap warga Indonesia. Pada kenyataannya, masih menjadi impian bagi masyarakat bawah karena harga yang begitu
mahal. Cukup sulit untuk bisa membeli sebuah rumah. Demikian pula dengan
kelayakannya bagi yang sudah memiliki. Sudah layakkah rumah yang ditempatinya?
Sebagaimana tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 28 h
ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Sebenarnya banyak program terkait penyediaan perumahan yang telah digulirkan pemerintah pusat maupun daerah.
Pemerintah
pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menjalankan
program sejuta rumah di tahun 2018. Demikian pula pemerintah
Provinsi Jawa Barat menggulirkan program renovasi Rumah
Tidak Layak Huni (Rutilahu). Disamping itu, pemberian
subsidi kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Program perumahan menjadi salah satu program prioritas di
antara Sebelas Prioritas Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat Tahun 2018.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rumah tangga di Jawa Barat
yang memiliki rumah sendiri sebanyak
76,83 % di tahun 2017. Dengan demikian masih terdapat sebanyak 23,17 % yang
belum memiliki rumah. Apabila ditinjau dari wilayah, masyarakat diperkotaan
lebih sedikit kepemilikan rumahnya dibandingkan di pedesaan. Rumah tangga yang
memiliki rumah diperkotaan hanya sebesar 71,77 % sedangkan dipedesaan sebesar
88,96 %.
Rumah yang ditempati pada dasarnya harus memiliki kelayakan huni. Berdasarkan
Dinas Kesehatan, salah satu standar kelayakan rumah
adalah luas bangunan tempat tinggal perkapita >= 8 M2 . Data BPS tahun 2017 menunjukkan bahwa terdapat
88,55 % rumah tangga dengan luas bagunan perkapita diatas 8 m2 . Artinya
sebagian besar warga Jawa Barat
sudah menempati rumah layak huni dari persyaratan luas bangunan perkapita.
Namun masih terdapat sebanyak 11,45% rumah tangga yang bangunan tempat tinggal
perkapitanya dibawah 8 m2.
Berbeda halnya dengan standar luas bangunan perkapita yang layak menurut WHO yaitu diatas 10 m2. Masih berdasarkan data BPS, terdapat sebanyak 81,06 % penduduk Jawa Barat dengan luas bangunan perkapitanya diatas 10 m2. Menurut WHO, dengan asumsi satu rumah
tangga terdapat 4 orang maka luas
rumah minimal adalah 40 m2
baru bisa dikatakan rumah sehat atau
layak huni.
Secara umum, di wilayah kabupaten
luas bangunan perkapitannya lebih besar dibandingkan di perkotaan. Seperti
halnya di Kabupaten Cianjur pada
tahun 2017, berada diatas rata-rata Jawa Barat. Sebanyak 89,50% menggunakan standar Dinas Kesehatan dan
sebanyak 82,66% berdasarkan standar WHO. Pada
umumnya bangunan tempat tinggal dengan perkapita dibawah 10m2
terkonsentrasi di daerah perkotaan. Di Kota Bandung hanya sebesar 64,91% dan di Kota Cimahi sebesar 68,86%.
Aspek lain kelayakan rumah adalah kondisi fisik bangunan. Diantaranya jenis dinding, atap dan
lantai. Pada tahun 2017 di
Jawa Barat, berdasakan rilis data BPS terdapat sebanyak 85,63% rumah tangga dengan dinding tembok. Sedangkan yang berdinding kayu/bambu sebesar 8,87%. Sisanya
sebanyak 5,5% terbuat dari
bahan lainnya diantaranya triplek dan GRC.
Kondisi yang berbeda dengan luas bangunan, rumah berdinding tembok
diperkotaan lebih banyak dibandingkan diperdesaan. Misalnya di Kabupaten Cianjur tahun 2017 tercatat sebanyak
63,84% rumah berdinding tembok. Adapun dinding kayu/bambu sebesar 24,74% dan dinding lainnya sebanyak 11,43%. Di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 62,97 %
berdinding tembok.Di Kabupaten Garut sebesar 63,16 %. Adapun di Kota Bandung,
terdapat sebanyak 96,70 berdinding tembok. Di Kota Depok sebanyak 98,93 %. Dan
di Kota Bekasi sebanyak 97,54 %.
Rumah layak huni juga diindikasikan oleh jenis lantai yang digunakan.
Terdapat berbagai jenis lantai yang biasa digunakan masyarakat. Beberapa diantaranya menurut jenjang kualitas yaitu lantai
keramik/marmer/granit, lantai tanah dan
lantai lainya seperti semen, papan kayu, bambu dan lainnya. Selain itu yang tidak kalah
penting adalah atap, sebagai pelindung dari hujan dan teriknya matahari. Atap juga dilihat sebagai nilai
estetika dari bangunan tempat tinggal.
Data BPS tahun 2017 di Jawa Barat mayoritas jenis lantai rumah yang digunakan
masyarakat adalah keramik/granit/marmer yaitu sebesar 72,05%. Sedangkan yang menggunakan lantai semen,kayu,bambu sebesar 26,06 dan
hanya 1,88% yang berlantaikan tanah. Demikian juga dengan atap yang digunakan, sebagian besar yaitu 84,12 % beratapkan genting. Hanya sebanyak
12,82 % menggunakan atap asbes.
Kondisi diatas menggambarkan sebagian besar warga Jawa Barat tinggal di rumah layak huni. Namun
demikian, masih terdapat rumah yang belum layak huni. Baik dari aspek luas
bangunan perkapita, jenis dinding, lantai dan atap yang digunakan. Demikian
juga masih terdapat warga Jawa Barat yang
belum memiliki rumah. Mudah mudahan dengan berbagai program yang
digulirkan mampu mengatasi berbagai persoalan perumahan di Jawa Barat. Semoga
***)
*) Penulis adalah Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat
Sumber: Radar Cianjur, 28 Oktober 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar