12 Feb 2019

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN DALAM PEMBANGUNAN


Oleh: R U S T A N D I
Statistisi Penyelia BPS Kab Cianjur

Harapan akan kehidupan yang lebih baik di tahun 2019 tidak sekadar hanya angan-angan belaka tetapi harus menjadi kenyataan, Karena itu, pemerintah terus berupaya mengatasi ketimpangan dan berupaya melakukan pemerataan ekonomi, baik antar penduduk maupun antar wilayah. Ketimpangan ekonomi antar penduduk, kesenjangan antar kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah adalah musuh bangsa ini, karena ketimpangan yang kelewat tajam rawan memicu kecemburuan social yang dapat berujung pada perpecahan, huru-hara, dan disintegrasi bangsa.

Sebagaimana yang telah diamanatkan para founder negeri ini dan dituangkan secara gamlang dalam konstitusi serta dasar Negara kita bahwa pemerataan dan keadilan ekonomi di negeri tercinta ini mutlak harus dilaksanakan. Pasal 33 UUD 1945 menyatakan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi keadilan, dan Berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Juga ditegaskan dalam sila kelima Pancasila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Oleh sebab itu selain target menurunkan angka kemiskinan sebagaimana yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 16 Juli 2018 yaitu Pada bulan Maret 2018 jumlah penduduk miskin ( Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis Kemiskinan ) di Indonesia mencapai 25.95 juta orang ( 9.82 persen), berkurang sebesar 633.2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebesar 26.58 juta orang ( 10,12 persen ). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen, turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen, turun menjadi 13,20 persen pada Maret 2018. Selama periode September 2017 – Maret 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 128,2 ribu orang ( dari 10,27 juta orang pada September 2017 menjadi 10,14 juta orang pada Maret 2018 ), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 505 ribu orang ( dari 16,31 juta orang pada September 2017 menjadi 15,81 juta orang pada Maret 2018. 

Peranan Komoditi  makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan ( perumaham, sandang, pendidikan,dan kesehatan ).
Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 73,48 persen. Angka ini naik dibandingkan kondisi September 2017, yaitu sebesar 73,35 persen.
Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah beras, rokok, rokok kretek filter, telur ayam, ras, daging ayam ras, mie instan, dan gula pasir.  Sedangkan komoditi non makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah perumahan, bensin,listrik, pendidikan, dan peralatan mandi.

  Pemerintah setiap tahun menargetkan penurunan rasio ketimpangan pengeluaran penduduk ( Rasio Gini ) Rasio Gini menjadi salah satu barometer keberhasilan pemerintah di bidang ekonomi. Semakin rendah rasio Gini, semakin sukses pemerintah mengurangi kesenjangan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik ( BPS ), rasio Gini pada Maret 2018 sebesar 0,389. Angka ini  menurun sebesar 0,002 pain jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,393 turun sebesar 0,004 poin. 

Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,401 turun diabanding Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,404, dan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,407. Sementara itu, Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,324, naik sebesar 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017 dan September 2017 yang sebesar 0,320.
Pada Maret 2018, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,29 persen. Artinya pengeluaran penduduk berada pada katagori tingkat ketimpangan rendah. Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar 16,47 persen yang artinya berada pada katagori ketimpangan sedang. Sementara untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,15 persen, yang berarti masuk dalam katagori ketimpangan rendah. Membaiknya Rasio Gini antara lain ditopang kenaikan upah buruh harian dan buruh bangunan, peningkatan jumlah pekerja bebas pertanian, serta peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan kelompok penduduk terbawah.
Faktor lainnya adalah penguatan ekonomi kelas menengah – bawah karena pembangunan infrastruktur pemerintah yang menyerap banyak tenaga kerja serta pengembangan usaha sector  manufaktur, jasa, dan pariwisata sebagai dampak paket ekonomi yang telah diterbitkan pemerintah. Tapi membaiknya rasio Gini pada Maret 2018 tak serta merta menunjukan berkurangnya ketimpangan pengeluaran antar penduduk secara masif. Sebab jika diukur berdasarkan distribusi pengeluaran, perbaikan tingkat ketimpangan terjadi akibat anjloknya pengeluaran masyarakat kelas atas. Penyebabnya jelas, dunia usaha sedang lesu akibat lemahnya permintaan komoditi sejalan dengan perlambatan ekonomi.
Pemerintah juga harus memperbaiki kualitas penyerapan belanja modal untuk infrastruktur. Dengan membangun infrastruktur , pemerintah bukan saja menciptakan ekonomi yang semakin efisien, tapi juga menyerap banyak tenaga kerja. 

Berdasarkan data hasil rilis Badan Pusat Statistik ( BPS ) September 2018, Jumlah Angkatan Kerja  pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang, naik 2,95 juta orang disbanding Agustus 2017. Sejalan dengan itu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 9 TPAK ) juga meningkat 0,59 persen. Dalam setahun terakhir, jumlah penganguran berkurang 40 ribu orang, sejalan dengan TPT ( Tingkat Pengangguran Terbuka ) ang turun menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018. Dilihat dari tingkat pendidikan , TPT untuk sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) masih mendominasi di antara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 11,24 persen.
Penduduk yang bekerja sebanyak 124,01 juta orang, bertambah 2,99 juta orang dari Agustus 2017. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase penduduk yang bekerja terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ( 0,47 persen poin ), Industri Pengolahan (0,21 persen poin ), dan Transfortasi  (0,17 persen poin ). Sementara Lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan atamanya pada Pertanian (0,89 persen poin ), Jasa Lainnya ( 0,11 persen poin ) dan jasa pendidikan (0,05 persen poin ).

Sebanyak 70,49 juta orang (56,84 persen ) bekerja pada kegiatan informal. Selama setahun terakhir, pekerja informal turun sebesar 0,19 persen poin dibanding Agustus 2017.
Persentase tertinggi pada Agustus 2018 adalah pekerja penuh ( Jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 71,31 persen. Sementara penduduk yang bekerja dengan jamkerja 1-7 jam memiliki persentase paling kecil, yaitu sebesar 2,14 persen. Sementara itu, pekerja tidak penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (22,07 persen) dan pekerja setengah pengangguran (6,62 persen ).
Langkah lainnya dalam kebijakan pemerataan ekonomi adalah menggalakan padat karya, terutama di perdesaan,serta memperbanyak insentif kepada dunia usaha agar mereka tetap survive dan tidak mem- PHK karyawan. Dalam jangka menengah panjang, pemerintah perlu melakukan reformasi structural dengan memperkuat industry manufaktur bernilai tambah tinggi dan menggenjot investasi demi memperluas lapangan kerja.

Dengan adanya kebijakan demikian, kita optimis pemerataan ekonomi akan dapat lebih mudah diwujudkan. Rakyat miskin akan terangkat hidupnya menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian tingkat kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin secara ekonomi akan dapat berkurang secara perlahan. Sehingga upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur dan sejahtera akan lebih mendekati ralita. 

Sumber: Radar Cianjur, 2 Januari 2019


Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar