Oleh: R U S T A N D I
Statistisi Penyelia BPS Kab
Cianjur
Harapan akan kehidupan yang lebih
baik di tahun 2019 tidak sekadar hanya angan-angan belaka tetapi harus menjadi
kenyataan, Karena itu, pemerintah terus berupaya mengatasi ketimpangan dan
berupaya melakukan pemerataan ekonomi, baik antar penduduk maupun antar
wilayah. Ketimpangan ekonomi antar penduduk, kesenjangan antar kelas atas,
kelas menengah, dan kelas bawah adalah musuh bangsa ini, karena ketimpangan
yang kelewat tajam rawan memicu kecemburuan social yang dapat berujung pada
perpecahan, huru-hara, dan disintegrasi bangsa.
Sebagaimana yang telah
diamanatkan para founder negeri ini dan dituangkan secara gamlang dalam
konstitusi serta dasar Negara kita bahwa pemerataan dan keadilan ekonomi di
negeri tercinta ini mutlak harus dilaksanakan. Pasal 33 UUD 1945 menyatakan perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi keadilan, dan Berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional. Juga ditegaskan dalam sila kelima Pancasila Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu
selain target menurunkan angka kemiskinan sebagaimana yang dirilis oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tanggal 16 Juli 2018 yaitu Pada bulan Maret 2018
jumlah penduduk miskin ( Penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan
dibawah garis Kemiskinan ) di Indonesia mencapai 25.95 juta orang ( 9.82
persen), berkurang sebesar 633.2 ribu orang dibandingkan dengan kondisi
September 2017 yang sebesar 26.58 juta orang ( 10,12 persen ). Persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2017 sebesar 7,26 persen,
turun menjadi 7,02 persen pada Maret 2018. Sementara itu, persentase penduduk
miskin di daerah perdesaan pada September 2017 sebesar 13,47 persen, turun
menjadi 13,20 persen pada Maret 2018. Selama periode September 2017 – Maret
2018, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 128,2 ribu
orang ( dari 10,27 juta orang pada September 2017 menjadi 10,14 juta orang pada
Maret 2018 ), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak 505 ribu orang (
dari 16,31 juta orang pada September 2017 menjadi 15,81 juta orang pada Maret 2018.
Peranan Komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih
besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan ( perumaham, sandang,
pendidikan,dan kesehatan ).
Sumbangan Garis Kemiskinan
Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 73,48
persen. Angka ini naik dibandingkan kondisi September 2017, yaitu sebesar 73,35
persen.
Jenis komoditi makanan yang
berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di
perdesaan adalah beras, rokok, rokok kretek filter, telur ayam, ras, daging
ayam ras, mie instan, dan gula pasir. Sedangkan komoditi non makanan yang
berpengaruh besar terhadap nilai garis Kemiskinan di perkotaan maupun di
perdesaan adalah perumahan, bensin,listrik, pendidikan, dan peralatan mandi.
Pemerintah setiap tahun menargetkan penurunan
rasio ketimpangan pengeluaran penduduk ( Rasio Gini ) Rasio Gini menjadi salah
satu barometer keberhasilan pemerintah di bidang ekonomi. Semakin rendah rasio
Gini, semakin sukses pemerintah mengurangi kesenjangan. Berdasarkan data yang
dirilis oleh Badan Pusat Statistik ( BPS ), rasio Gini pada Maret 2018 sebesar
0,389. Angka ini menurun sebesar 0,002
pain jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,393
turun sebesar 0,004 poin.
Gini Ratio di daerah perkotaan
pada Maret 2018 tercatat sebesar 0,401 turun diabanding Gini Ratio September
2017 yang sebesar 0,404, dan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,407.
Sementara itu, Gini Ratio di daerah perdesaan pada Maret 2018 tercatat sebesar
0,324, naik sebesar 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017
dan September 2017 yang sebesar 0,320.
Pada Maret 2018, distribusi
pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,29 persen.
Artinya pengeluaran penduduk berada pada katagori tingkat ketimpangan rendah.
Jika dirinci menurut wilayah, di daerah perkotaan angkanya tercatat sebesar
16,47 persen yang artinya berada pada katagori ketimpangan sedang. Sementara
untuk daerah perdesaan, angkanya tercatat sebesar 20,15 persen, yang berarti
masuk dalam katagori ketimpangan rendah. Membaiknya Rasio Gini antara lain
ditopang kenaikan upah buruh harian dan buruh bangunan, peningkatan jumlah
pekerja bebas pertanian, serta peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan kelompok penduduk terbawah.
Faktor lainnya adalah penguatan
ekonomi kelas menengah – bawah karena pembangunan infrastruktur pemerintah yang
menyerap banyak tenaga kerja serta pengembangan usaha sector manufaktur, jasa, dan pariwisata sebagai
dampak paket ekonomi yang telah diterbitkan pemerintah. Tapi membaiknya rasio
Gini pada Maret 2018 tak serta merta menunjukan berkurangnya ketimpangan
pengeluaran antar penduduk secara masif. Sebab jika diukur berdasarkan
distribusi pengeluaran, perbaikan tingkat ketimpangan terjadi akibat anjloknya
pengeluaran masyarakat kelas atas. Penyebabnya jelas, dunia usaha sedang lesu
akibat lemahnya permintaan komoditi sejalan dengan perlambatan ekonomi.
Pemerintah juga harus memperbaiki
kualitas penyerapan belanja modal untuk infrastruktur. Dengan membangun
infrastruktur , pemerintah bukan saja menciptakan ekonomi yang semakin efisien,
tapi juga menyerap banyak tenaga kerja.
Berdasarkan data hasil rilis
Badan Pusat Statistik ( BPS ) September 2018, Jumlah Angkatan Kerja pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang,
naik 2,95 juta orang disbanding Agustus 2017. Sejalan dengan itu Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja 9 TPAK ) juga meningkat 0,59 persen. Dalam setahun
terakhir, jumlah penganguran berkurang 40 ribu orang, sejalan dengan TPT (
Tingkat Pengangguran Terbuka ) ang turun menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018.
Dilihat dari tingkat pendidikan , TPT untuk sekolah Menengah Kejuruan ( SMK )
masih mendominasi di antara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 11,24
persen.
Penduduk yang bekerja sebanyak
124,01 juta orang, bertambah 2,99 juta orang dari Agustus 2017. Lapangan
pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase penduduk yang bekerja terutama
pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum ( 0,47 persen poin ), Industri
Pengolahan (0,21 persen poin ), dan Transfortasi (0,17 persen poin ). Sementara Lapangan
pekerjaan yang mengalami penurunan atamanya pada Pertanian (0,89 persen poin ),
Jasa Lainnya ( 0,11 persen poin ) dan jasa pendidikan (0,05 persen poin ).
Sebanyak 70,49 juta orang (56,84
persen ) bekerja pada kegiatan informal. Selama setahun terakhir, pekerja
informal turun sebesar 0,19 persen poin dibanding Agustus 2017.
Persentase tertinggi pada Agustus
2018 adalah pekerja penuh ( Jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 71,31
persen. Sementara penduduk yang bekerja dengan jamkerja 1-7 jam memiliki
persentase paling kecil, yaitu sebesar 2,14 persen. Sementara itu, pekerja
tidak penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (22,07 persen) dan
pekerja setengah pengangguran (6,62 persen ).
Langkah lainnya dalam kebijakan
pemerataan ekonomi adalah menggalakan padat karya, terutama di perdesaan,serta
memperbanyak insentif kepada dunia usaha agar mereka tetap survive dan tidak
mem- PHK karyawan. Dalam jangka menengah panjang, pemerintah perlu melakukan
reformasi structural dengan memperkuat industry manufaktur bernilai tambah
tinggi dan menggenjot investasi demi memperluas lapangan kerja.
Dengan adanya kebijakan demikian,
kita optimis pemerataan ekonomi akan dapat lebih mudah diwujudkan. Rakyat
miskin akan terangkat hidupnya menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan
demikian tingkat kesenjangan antara penduduk kaya dan miskin secara ekonomi
akan dapat berkurang secara perlahan. Sehingga upaya mewujudkan masyarakat
Indonesia yang makmur dan sejahtera akan lebih mendekati ralita.
Sumber: Radar Cianjur, 2 Januari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar