8 Feb 2011

Pertumbuhan Naik, Kesejahteraan tak Naik

Sunarsip Ekonom dari The Indonesia Economic Intelligence (IEI)
Di luar dugaan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2010 mampu mencapai 6,1 persen alias di atas target yang ditetapkan dalam APBN Perubahan sebesar 5,8 persen. Tentu ini menjadi kabar baik bagi pemerintah yang selama ini menganggap pertumbuhan ekonomi merupakan pertanda bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Adalah Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis angka pertumbuhan ekonomi tersebut, Senin (7/2). Namun, bagi pengamat ekonomi Sunarsip, pertumbuhan ekonomi itu tak memberikan pengaruh besar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.


Lantaran, struktur perekonomian nasional yang masih didominasi oleh segelintir pengusaha besar. Sedangkan mayoritas masyarakat masih terpinggirkan. Otomatis, porsi terbesar pertumbuhan ekonomi itu hanya bisa dinikmati oleh kalangan pengusaha besar itu.

Implikasi pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat?

Harus dibedakan kriteria penetapan kemiskinan dengan achievement di bidang pertumbuhan ekonomi. Karena, pertumbuhan ekonomi itu didorong oleh gross revenue atau pendapatan kotor. Pendapatan kotor itu diperoleh berdasarkan perhitungan dari output komponen ekonomi mikro sampai makro.

Produk domestik bruto (PDB) kita itu mayoritas disumbang oleh pengusaha besar. Walaupun jumlahnya kurang dari lima persen, tapi mereka menyumbangkan PDB lebih dari 75 persen.Maka PDB kita naik, besar dari sisi itu. Itu yang membentuk PDB kita. PDB tidak melihat apakah ini sumbangan dari pelaku ekonomi kecil atau besar, yang dilihat adalah akumulasi dari pertumbuhan itu.

Karena, struktur ekonomi kita seperti itu maka akan muncul semacam kontradiksi. Pertumbuhan ekonomi naik, tapi kesejahteraan tidak naik. Karena penyumbang PDB itu adalah pelaku ekonomi yang jumlahnya kecil itu.Itu yang menyebabkan selalu ada dikotomi, pertumbuhan ekonomi 6,1 persen tidak sejalan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Ada gap itu.

Pendapatan per kapita kita 300 dolar AS. Siapa yang membentuk 300 dolar AS itu sebagian besar itu dibentuk oleh sebagian kecil kelompok pelaku ekonomi yang lima persen itu. Pendapatan mereka lebih dari 10 ribu dolar AS. Selama struktur ekonomi kita timpang antarpelaku ekonomi maka akan selalu muncul dikotomi bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mencerminkan kesejahteraan.

Jika pertumbuhan ekonomi itu benar membawa angin segar, sebenarnya kalangan mana yang merasakan angin tersebut?
Pertumbuhan 6,1 persen itu mencerminkan daya beli sekelompok masyarakat yang kemudian ditunjukkan berapa tingkat PDB per kapita masyarakat. Angin segarnya buat pelaku ekonomi yang membidik konsumen yang berpendapatan menengah ke atas. Ini didalami oleh orang-orang marketing, orang marketing itu akan masuk ke segmen-segmen masyarakat.

Dia akan jual produknya pada kelompok masyarakat dengan pendapatan per kapita lebih dari 300 dolar AS. Kelompok masyarakat itu lumayan banyak di Indonesia, terutama di kota besar. Tidak mengherankan pertumbuhan ekonomi disumbang faktor konsumsi. Barang-barang konsumsi itu contohnya elektronik, makanan, kendaraan bermotor, itu hanya menyangkut kelompok menengah ke atas.Ada kelompok kecil, tapi punya kemampuan daya beli yang luar biasa di perkotaan. Karena daya belinya besar, dia akan punya kemampuan beli, itu yang kemudian mendorong konsumsi kita.

Lalu bagaimana nasib kalangan yang lain, terutama kalangan menengah ke bawah?
Sebenarnya kalau dibilang tidak ada pengaruhnya tidak tepat juga. Harus diakui juga by definition angka kemiskinan dan angka pengangguran turun sekarang. Tetapi, kalau bicara definisi bagaimana miskin di Indonesia ini, yang kita agak prihatin karena ukuran miskin di Indonesia kira-kira konsumsi kurang dari Rp 200 ribu per bulan. Bayangkan Rp 200 ribu itu bisa apa. Tidak miskin kalau bisa mendapatkan segitu.

Bagaimana caranya agar pertumbuhan tersebut dapat dirasakan masyarakat kelas bawah?
Perubahan. Bagaimana caranya kita mengubah struktur ekonomi, menggeser. Membuat pelaku ekenomi kecil menengah punya kontribusi besar. Kalau jumlah pelaku usaha kelompok kecil dan menengah itu 99 persen. Data itu menurut kantor kementerian. Satu persen itu pengusaha besar. Sekarang bagaimana caranya kita menaikkan kontribusi yang 99 persen itu meningkat. Kalau sudah kita lakukan, otomatis akan banyak orang yang pendapatannya menengah ke bawah itu punya kesejahteraan lebih bagus. Sebagai contoh caranya, usaha kecil itu kendalanya cuma dua. Pertama marketing, kedua financing.

Jadi, kalau kita mau bicara bagaimana menaikkan skala usaha mereka, pemerintah harus menjadi semacam konsultannya. Dia bisa menjadi mediator membantu mencari akses ke pasar. Bagaimana dia bisa mendapakan akses pembiayaan yang mudah dan murah. Pemerintah kasih pancingnya, misalnya, subsidi bunga, atau program KUR (kredit usaha rakyat). KUR itu bagus, sekarang tinggal bagaimana penetrasinya. Subsidinya juga harus benar-benar.

Terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi itu, efek apa yang paling terlihat?
Yang jelas begini, 6,1 persen itu, di mata investor, menunjukkan ekonomi kita stabil. Itu nanti akan mendorong lembaga rating kita akan menurunkan sovereign risk kita dan sovereign rating-nya naik. Rating investment grade akan masuk pada 2011. Selama ini posisi kita dua level di bawah investment grade. Investasi asing, baik jangka menengah, pendek, atau panjang akan masuk ke Indonesia.

Penerbitan surat utang terutama oleh pemerintah itu akan turun. Ini punya impact. Jangan dianggap remeh juga, karena itu punya impact makro yang bagus. Indonesia dianggap punya fundamental kuat, kinerja stabil. Investor akan masuk dan mampu menurunkan harga surat utang. ed: budi raharjo
Sumber: Republika

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar