15 Jan 2015

Hati-Hati Di Kursi Tertinggi



Di kantor seorang sahabat yang cara kerjanya demikian mengagumkan dan hampir
sempurna, ada sebuah kejadian menarik yang layak jadi cerita menarik. Kendati
boss di perusahaan ini bekerja dengan cara demikian sempurna dan demikian
mengagumkan, ternyata sekretarisnya bekerja dengan cara sebaliknya. Ketika
dimintai tolong untuk mengetik, banyak yang salah ketik. Tatkala dimintai untuk kirim
fax dan e-mail salah. Demikian juga dengan pekerjaan lainnya: salah, salah dan
salah.


Heran dengan realita kontras ini, saya bertanya ke sekretaris tadi: berapa tahun ia
sudah bekerja untuk boss di atas? Ternyata ia sudah bekerja enam tahun. Tentu
saja saya heran, bagaimana orang dengan cara kerja demikian bisa bertahan enam
tahun di bawah boss yang hidup dan kerjanya demikian sempurna. Didorong oleh
keheranan inilah, maka saya bertanya lagi: "bagaimana Anda yang cara kerjanya
demikian mengecewakan bisa bertahan enam tahun di bawah atasan yang demikian
sempurna?" Ternyata sekretaris tadi punya jawaban: "tapi saya punya kelebihan Pak,
saya tidak bisa hamil".

Nah sebelum tertawa diklasifikasikan sebagai salah satu kegiatan teroris, sebaiknya
Anda tertawa sepuas-puasnya. Dan sahabat yang tidak bisa tertawa setelah
membaca lelucon di atas, saya hanya bisa minta maaf. Permohonan maaf secara
khusus juga saya tujukan pada sahabat-sahabat sekretaris. Cerita di atas hanya dan
hanya sekadar lelucon. Terlepas dari apakah Anda tertawa maupun tidak, kehidupan
orang-orang di kursi nomer satu adalah kehidupan yang senantiasa dikelilingi banyak
orang. Sekretaris hanya salah satu pihak yang ada di sekitar orang-orang nomer
satu.

Disamping dikelilingi bawahan, orang-orang nomer satu juga dikelilingi stress,
tantangan, masalah dan bukan tidak mungkin juga dihadang oleh kejatuhan. Dalam
pengandaian seorang rekan, kehidupan seorang CEO adalah kehidupan yang penuh
dengan perang. Ada perang melawan kemunduran, perang melawan ketidakjujuran,
perang melawan kekotoran, dan perang-perang lainnya. Dalam beberapa keadaan,
bahkan rela tumbang dari kekuasaan hanya untuk melindungi prinsip yang harus
dilindungi.

Oleh karena alasan itulah, maka bayaran untuk kursi nomer satu ini hampir selalu
paling mahal di tempat masing-masing. Di negara-negara maju, ada standar untuk ini.
Akan tetapi, di negara lain apa lagi di mana semuanya masih serba tertutup, orang
masih menentukan gaji CEO secara shadow boxing alias meraba-raba. Sehingga
jika ditanya berapa layaknya kursi tertinggi dihargai, hanya kebingungan dan
ketidakjelasan yang rajin berkunjung.

Membicarakan tingginya gaji orang teratas memang menarik. Apa lagi di zaman di
mana atribut-atribut luar demikian dihargai dan dikagumi. Akan tetapi, di tengah
kebingungan dan ketidakjelasan angka, mungkin ada manfaatnya untuk berpikir
agak lain. Di tingkatan ini, bisa jadi ada gunanya merenungkan apa yang pernah
ditulis Krishan Chopra (Ayah kandung Deepak Chopra) dalam The Mystery and
Magic of Love : "money and power will not save your soul, it will only boost your ego, which brings
misery in the long run". Dengan kata lain, harta dan tahta tidak akan menyelamatkan
jiwa Anda, ia hanya akan meningkatkan ego yang pada akhirnya menciptakan
penderitaan dalam jangka panjang.

Bagi pencinta-pencinta harta dan tahta, pendapat terakhir mungkin mudah
mengundang cibiran bibir. Bahkan curiga, kalau pendapat di atas hanya diyakini oleh
orang-orang yang "terpaksa" harus bersyukur dengan kegagalan dan keterbatasa
materi. Boleh saja ada yang berkeyakinan demikian. Dan izinkan saya bertutur
serangkaian kejadian yang pernah lewat di depan mata. Dalam sebuah resepsi
pernikahan, saya sempat terkejut melihat seorang bankir yang dulu amat berkuasa
ketika masih menjabat di sebuah bank yang amat berpengaruh, tiba-tiba datang ke
tempat pernikahan dengan cara dipapah. Wajahnya lesu, pucat, tidak berdaya. Yang
jelas, mengundang rasa kasihan tidak sedikit orang. Dan yang lebih menyentuh lagi,
tokoh yang biasa dikelilingi banyak orang di tempat ia berkuasa dulu, hanya ditemani
tukang papahnya ketika jamuan makan.

Sekarang bandingkan kehidupan terakhir dengan kehidupan orang yang bau
harumnya masih terasa jauh hari setelah badan kasarnya dijemput kematian.
Sebutlah tokoh pemusik John Lennon yang mengetuk hati jutaan manusia lewat lagu
Imagine. John Lennon memang tidak bisa menghadiri pesta pernikahan setelah
meninggal, tetapi hatinya dikunjungi banyak sekali manusia. Kalau benar pendapat
seorang sahabat pensiunan orang nomer satu sebuah bank mentereng, yang
mengatakan bahwa kualitas kepemimpinan sebenarnya terlihat ketika kita sudah
pensiun, mungkin inilah saatnya untuk kembali pada bahasa dasar kita : hati.
Bila banyak orang bertutur kalau hati bisa menghambat perjalanan menuju kursi
tertinggi, John Lennon tidaklah demikian. Kursi tertinggi (secara material maupun
non material) bisa diraih dan dipertahakan melalui nyanyian-nyanyian hati. Setidaktidaknya
itulah yang dituturkan oleh kehidupan orang-orang seperti John Lennon,
Konosuke Matsushita, Ibu Theresa, Mahatma Gandhi, Dalai Lama dan deretan
manusia sejenis. Saya tidak sedang merayu Anda, apa lagi memaksa. Hidup Anda
adalah pilihan Anda sendiri. Demikian juga dengan hidup saya. Yang jelas, Chao-
Hsiu Chen dalam The Bamboo Oracle pernah menulis : "A friendly heart creates happy
people. A happy heart creates lucky people". Dalam bahasa lain, hati juga sumber
keberuntungan dan kebahagiaan.
Moga Bermanfaat
Oleh Gede Prama

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar