8 Okt 2014

Kota Keheningan Dan Kedamaian



Agak berbeda dengan sejumlah orang yang marah kalau profesinya dijadikan
sumber tawa, saya kerap belajar banyak dari tawa dan canda. Karena ia kaya
inspirasi dan imajinasi. Di sebuah bar yang lagi sepi pengunjung, tiba-tiba saja ada
seorang laki-laki parlente memasuki bar sambil memesan minum. Heran dengan
penampilan pria yang amat parlente ini, penjaga bar bertanya tentang profesi dan
pekerjaan orang terakhir. Dengan mantap laki-laki dandy ini menyebut profesi
konsultan. Tentu saja penjaga bar mengerutkan alisnya sebagai tanda tidak tahu.
Maka bertanyalah ia : ‘Konsultan, mahluk apa itu ?’.


Sebagaimana konsultan umumnya yang senantiasa bicara meyakinkan, dengan
tenang ia menjawab: ‘A logical thinker’. Mendengar jawaban terakhir, penjaga bar
semakin bingung. Menangkap mimik muka bingung, pria parlente tadipun mencoba
untuk menerangkannya dalam bahasa konsultan. ‘Anda punya aquarium?’, demikian
konsultan tadi memulai pembicaraan. Dan dijawab dengan anggukan kepala oleh
lawan bicaranya. ‘Nah, kalau punya aquarium berarti Anda pencinta ikan’. Kali ini
juga dijawab dengan mengangguk. ‘Bila Anda pencinta ikan, berarti Anda juga
menyayangi istri’. Tidak ada alternatif lain bagi penjaga bar terkecuali mengiyakan.
‘Kalau Anda punya istri, itu artinya Anda punya anak’. Dan ajaibnya, kali inipun bar
tender ini angguk-angguk tanda mengiayakan. Terakhir, setelah menghabiskan
minuman, sambil berjalan ke luar bar, laki-laki parlente tadi menyimpulkan
pembicaraannya begini: ‘Kesimpulannya, kalau Anda punya anak artinya Anda tidak
impoten’.

Di luar pengetahuan penjaga bar dan konsultan tadi, rupanya keseriusan
pembicaraan tadi diperhatikan tukang sapu dari jauh. Begitu sang konsultan keluar
bar, maka tukang sapu juga bertanya keherananan: ‘siapa tadi yang pakaiannya
amat parlente?’. Menirukan gaya bicara konsultan, penjaga bar menjawab yakin: ‘Oh
tadi itu konsultan’. Tukang sapu ini lebih bingung lagi: ‘apa itu konsultan?’. Meniru
jawaban konsultan, bar tender menjawab: a logical thinker. Tentu saja lawan bicara
terakhir bingung. Berhasil dicuci otak oleh konsultan, penjaga bar menjelaskannya
dengan cara yang sama. ‘Punya aquarium?’. Dan tukang sapu menggelengkan
kepalanya. Melihat gelengan kepala terakhir maka bar tender menyimpulkannya
secara yakin: ‘Kalau Anda tidak punya aquarium, artinya Anda impoten’.

Sebelum tertawa disebut sebagai salah satu bentuk terorisme – karena setelah
kejadian penghancuran WTC New York sedikit-sedikit penguasa menyebut teroris -
sebaiknya Anda tertawalah sebanyak-banyaknya. Yang jelas, dengan seluruh
kelebihan dan kekurangannya demikianlah cara pikiran bekerja: mengkotak-kotakkan.

Dengan tidak ada maksud membuka perang dengan pengagum pikiran, sejak dulu
pikiran memang bermata ganda: membantu sekaligus membatasi. Sulit
membayangkan bagaimana wajah kehidupan manusia tanpa dibantu pikiran. Sama
sulitnya membayangkan kehidupan tanpa pikiran, kita juga sulit membantah
kenyataan pikiran sebagai pembatas manusia dalam melakukan perjalanan. Dalam
kurun waktu ribuan tahun, manusia sudah dipenjara pikiran.

Dibawanya manusia pada hidup yang penuh dengan kotak. Ada kotak bangsa,
agama, bahasa. Belum lagi kotak-kotak mengerikan yang bernama kebencian dan
kemarahan. Sebagai hasilnya, masalah-masalah fundamental seperti ketakutan,
konflik, kehidupan yang kehilangan arti, tetap saja ada sepanjang zaman.

Sadar dengan aspek kedua pikiran sebagai pembatas perjalanan inilah, maka orang-orang
seperti J. Krishnamurti, Dalai Lama dan praktisi meditasi intens lainnya,
mengajak kita untuk belajar melampaui pikiran. Kendaraan yang bisa membawa kita
ke sana ada banyak sekali, salah satu yang dikenal luas bernama meditasi.

Bedanya dengan pikiran, meditasi tidak bisa diwakili oleh kata-kata manapun. Ia
adalah sebuah kegiatan mengalami di dalam diri. Semakin ia dipaksa untuk
didefinisikan, mudah sekali orang tergelincir dalam kedangkalan-kedangkalan.

Apapun kendaraan yang dipakai dan jalan yang ditempuh, ada satu hal yang layak
dipertimbangkan dalam upaya melampaui pikiran: keikhlasan. Sebuah kualitas yang
sudah lama dibuat tenggelam oleh kegemaran pikiran untuk ‘berdagang’ (baca:
berkalkulasi) dengan kehidupan dan Tuhan. Ada yang hanya sembahyang lima
waktu setelah jadi manajer. Ada yang berdemonstrasi mau menghancurkan pabrik
hanya karena isu ketidakadilan. Dalam skala yang lebih besar, sahabat-sahabat
yang pro dan anti Amerika setelah kejadian hancurnya WTC New York oleh
serangan teroris, bahkan membuka jalan bagi terealisasinya ramalan clash
civilization. Ibarat langit- angit kamar yang membatasi ketinggian pandangan,
demikianlah pikiran membatasi perjalanan menuju keikhlasan.

Perjalanan terakhir menjadi super sulit, terutama pada kehidupan yang sudah
demikian mesranya ‘berselingkuh’ dengan pikiran. Dari perselingkuhan terakhir,
mudah sekali keluar stempel seperti bodoh, tidak mengerti, tidak tahu dan sejenisnya
terhadap keikhlasan.

Sehingga mudah dimaklumi kalau Rabin Dranath Tagore dalam The Heart of God,
pernah menulis: “Let this be my last word, that I trust in Your love”. Terinspirasi dari sinilah,
maka saya senantiasa mengawali doa, agar semua permohonan saya diganti
dengan keikhlasan. Sebab, hanya keikhlasanlah yang bisa mengganti setiap kota
dan desa yang saya kunjungi menjadi kota dan desa keheningan dan kedamaian.

Setidaknya itulah yang bisa saya tuturkan ke Anda dalam inner journey sejauh ini.
Dan ini tidak ada sangkut pautnya dengan hubungan antara kepemilikan aquarium
dan impotensi. Ha ha ha!
Gede Prama

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar