10 Apr 2014

Menuju Kesempurnaan Dengan Kesejatian

Entah karena faktor perjalanan pemahaman, atau karena faktor masukan dari orang
lain, belakangan ada keindahan dan kesenangan tersendiri kalau saya bertutur
melalui jalur cerita, lelucon, anekdot dan sejenisnya. Tidak hanya pendengar dan
pembaca yang memberi respon positif, sayapun menikmati sekali pembicaraan yang
keluar dari mulut ini melalui jalur-jalur ini. Mungkin benar apa yang pernah ditulis
seorang pemikir India yang bernama Bhagawan Vyasa – sebagaimana dikutip salah
satu serial buku Chicken Soup For The Soul – bahwa jembatan yang
menghubungkan manusia dengan kebenaran bernama cerita.


Oleh karena alasan terakhirlah, kemudian ada kesibukan tambahan dalam hidup
saya belakangan ini: mengumpulkan dan mengolah cerita. Dari sekian cerita yang
sudah terkumpul dan telah digunakan sebagai kendaraan pemahaman buat
pembaca dan audiensi, ada sebuah cerita yang terbukti bisa menggugah hidup
banyak orang. Ia berkisah tentang seorang kaya raya yang baik hati dan memiliki
empat isteri.

Di suatu pagi orang kaya tadi didatangi oleh sang kematian. Dengan sopan mahluk
terakhir berucap begini: ‘Bapak yang baik hati, atas utusan Tuhan kami ditugaskan
untuk menjemput. Cuman, karena kebaikan hati Bapak selama hidup, diizinkan oleh
Tuhan untuk membawa satu di antara empat isteri Bapak’. Dengan tersenyum orang
kaya ini memohon waktu untuk menemui keempat isterinya satu persatu.

Yang pertama dipanggil tentu saja isteri keempat. Seorang wanita muda yang cantik,
dengan tubuh yang menawan, rambut panjang yang terurai dan tentu saja
senyumnya yang indah dan manis. Namun, betapa terkejutnya orang kaya tadi
mendengar jawaban terhadap ajakan untuk menemani suaminya ke dunia kematian.
Wanita cantik tadi menolak ajakan suaminya dengan kata-kata kasar dan sarkastis.

Setelah menangis sambil menyesali hidupnya, orang kaya tadi memanggil isteri
ketiga dengan ajakan yang sama. Wanita ini menjawab dengan bahasa yang lebih
sopan: ‘maafkan kanda, saya hanya bisa menemani kanda sampai di sini saja’.
Kalau tadi seperti diterjang petir rasanya, kali ini Bapak kaya tadi seperti dihempas
air bah. Lagi-lagi ia menangis menyesali seluruh hidupnya.

Dengan semangat hampir putus asa, ia menemui isteri kedua dan mengemukakan ajakan yang sama. Isteri kedua menjawab lebih sopan lagi: ‘saya akan temani kanda, namun hanya
sampai di liang lahat’. Sehingga tidak ada pilihan lain kecuali memanggil isteri
pertama. Dan takjubnya, kendati isteri pertama tidak terlalu diperhatikan, jarang
diajak makan, bahkan sering disakiti, dengan tersenyum wanita yang pipinya sudah
penyok dan merah-merah ini menjawab begini: “saya akan menemani kanda sampai
kapanpun dan sampai di manapun”.

Ilustrasi tentang empat isteri di atas, sebenarnya ilustrasi tentang isteri dan suami
kehidupan. Semua orang memiliki empat isteri (suami) kehidupan. Isteri keempat
yang paling seksi, paling menarik, menghabiskan paling banyak waktu, sehari-hari
bernama harta dan tahta. Ia memang sejenis isteri yang menyita paling banyak
waktu dan tenaga dalam hidup. Dalam kehidupan banyak orang, lebih dari separuh
waktu dan tenaga teralokasi ke sini. Dan sebagaimana cerita di atas, siapa saja yang
memperuntukkan waktu dan tenaga hanya untuk harta dan tahta, pasti menyesali
kehidupannya di gerbang kematian.

Isteri ketiga yang juga mengkonsumsi waktu dan tenaga cukup banyak bernama
tubuh atau badan kasar. Ini juga menghabiskan uang yang tidak sedikit. Dan jangan
lupa, isteri yang ini hanya bisa menghantar kita sampai di tempat dan waktu di mana
kita dipanggil sang kematian. Setelah itu, ia kita kembalikan ke pihak yang
meminjamkan badan ini. Isteri kedua – yang hanya bisa menghantar kita sampai di
liang lahat – adalah isteri, suami, putera-puteri serta kerabat dekat kita di rumah.

Sesetia-setianya mereka, hanya akan bisa menemani kita sampai di kuburan saja.
Setelah itu, mereka hanya menangis sambil kembali ke kehidupan masing-masing.

Dan isteri kita yang paling setia dan akan menemani kita kemanapun kita pergi, dan
apapun yang kita lakukan terhadapnya ia hanya mengenal kesetiaan, kesetiaan dan
kesetiaan, ia bernama sang jiwa. Atau, dalam sejumlah tradisi disebut dengan kata
kesejatian.

Sayangnya, kendati ia yang paling setia, dalam keseharian ia juga yang paling jarang
kita perhatikan. Dalam banyak kehidupan, ia malah kerap disakiti. Kebencian,
kemarahan, permusuhan dan sejenisnya adalah serangkaian kegiatan yang
memukuli sang jiwa. Kalau isteri kedua (badan kasar) kita beri makan setiap hari, kita
hanya memberi makanan sang jiwa sekali-sekali saja. Ada bahkan yang tidak pernah
memberikan makanan pada jiwanya. Dan kalau makanan badan kasar kita harus beli
dan membayarnya, makanan sang jiwa dalam bentuk cinta, cinta dan cinta, ia
tersedia gratis dalam jumlah yang tidak terbatas.

Kembali ke cerita awal tentang perjalanan menuju kesempurnaan, hanya isteri
pertamalah yang bisa membawa kita ke sana. Bedanya dengan isteri-isteri lain yang
egois, ia selalu mengingatkan kita bahwa jiwa bisa sehat walafiat kalau ketiga isteri
yang lain juga kita perhatikan secara seimbang. Tertarikkah Anda untuk hidup
dengan jalan-jalan kesejatian?

Gede Prama 

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar