Entah
karena faktor perjalanan pemahaman, atau karena faktor masukan dari orang
lain,
belakangan ada keindahan dan kesenangan tersendiri kalau saya bertutur
melalui
jalur cerita, lelucon, anekdot dan sejenisnya. Tidak hanya pendengar dan
pembaca
yang memberi respon positif, sayapun menikmati sekali pembicaraan yang
keluar
dari mulut ini melalui jalur-jalur ini. Mungkin benar apa yang pernah ditulis
seorang
pemikir India yang bernama Bhagawan Vyasa – sebagaimana dikutip salah
satu
serial buku Chicken Soup For The Soul – bahwa jembatan yang
menghubungkan
manusia dengan kebenaran bernama cerita.
Oleh
karena alasan terakhirlah, kemudian ada kesibukan tambahan dalam hidup
saya
belakangan ini: mengumpulkan dan mengolah cerita. Dari sekian cerita yang
sudah
terkumpul dan telah digunakan sebagai kendaraan pemahaman buat
pembaca
dan audiensi, ada sebuah cerita yang terbukti bisa menggugah hidup
banyak
orang. Ia berkisah tentang seorang kaya raya yang baik hati dan memiliki
empat
isteri.
Di
suatu pagi orang kaya tadi didatangi oleh sang kematian. Dengan sopan mahluk
terakhir
berucap begini: ‘Bapak yang baik hati, atas utusan Tuhan kami ditugaskan
untuk
menjemput. Cuman, karena kebaikan hati Bapak selama hidup, diizinkan oleh
Tuhan
untuk membawa satu di antara empat isteri Bapak’. Dengan tersenyum orang
kaya
ini memohon waktu untuk menemui keempat isterinya satu persatu.
Yang
pertama dipanggil tentu saja isteri keempat. Seorang wanita muda yang cantik,
dengan
tubuh yang menawan, rambut panjang yang terurai dan tentu saja
senyumnya
yang indah dan manis. Namun, betapa terkejutnya orang kaya tadi
mendengar
jawaban terhadap ajakan untuk menemani suaminya ke dunia kematian.
Wanita
cantik tadi menolak ajakan suaminya dengan kata-kata kasar dan sarkastis.
Setelah
menangis sambil menyesali hidupnya, orang kaya tadi memanggil isteri
ketiga
dengan ajakan yang sama. Wanita ini menjawab dengan bahasa yang lebih
sopan:
‘maafkan kanda, saya hanya bisa menemani kanda sampai di sini saja’.
Kalau
tadi seperti diterjang petir rasanya, kali ini Bapak kaya tadi seperti dihempas
air
bah. Lagi-lagi ia menangis menyesali seluruh hidupnya.
Dengan
semangat hampir putus asa, ia menemui isteri kedua dan mengemukakan ajakan yang
sama. Isteri kedua menjawab lebih sopan lagi: ‘saya akan temani kanda, namun
hanya
sampai
di liang lahat’. Sehingga tidak ada pilihan lain kecuali memanggil isteri
pertama.
Dan takjubnya, kendati isteri pertama tidak terlalu diperhatikan, jarang
diajak
makan, bahkan sering disakiti, dengan tersenyum wanita yang pipinya sudah
penyok
dan merah-merah ini menjawab begini: “saya akan menemani kanda sampai
kapanpun
dan sampai di manapun”.
Ilustrasi
tentang empat isteri di atas, sebenarnya ilustrasi tentang isteri dan suami
kehidupan.
Semua orang memiliki empat isteri (suami) kehidupan. Isteri keempat
yang
paling seksi, paling menarik, menghabiskan paling banyak waktu, sehari-hari
bernama
harta dan tahta. Ia memang sejenis isteri yang menyita paling banyak
waktu
dan tenaga dalam hidup. Dalam kehidupan banyak orang, lebih dari separuh
waktu
dan tenaga teralokasi ke sini. Dan sebagaimana cerita di atas, siapa saja yang
memperuntukkan
waktu dan tenaga hanya untuk harta dan tahta, pasti menyesali
kehidupannya
di gerbang kematian.
Isteri
ketiga yang juga mengkonsumsi waktu dan tenaga cukup banyak bernama
tubuh
atau badan kasar. Ini juga menghabiskan uang yang tidak sedikit. Dan jangan
lupa,
isteri yang ini hanya bisa menghantar kita sampai di tempat dan waktu di mana
kita
dipanggil sang kematian. Setelah itu, ia kita kembalikan ke pihak yang
meminjamkan
badan ini. Isteri kedua – yang hanya bisa menghantar kita sampai di
liang
lahat – adalah isteri, suami, putera-puteri serta kerabat dekat kita di rumah.
Sesetia-setianya
mereka, hanya akan bisa menemani kita sampai di kuburan saja.
Setelah
itu, mereka hanya menangis sambil kembali ke kehidupan masing-masing.
Dan
isteri kita yang paling setia dan akan menemani kita kemanapun kita pergi, dan
apapun
yang kita lakukan terhadapnya ia hanya mengenal kesetiaan, kesetiaan dan
kesetiaan,
ia bernama sang jiwa. Atau, dalam sejumlah tradisi disebut dengan kata
kesejatian.
Sayangnya,
kendati ia yang paling setia, dalam keseharian ia juga yang paling jarang
kita
perhatikan. Dalam banyak kehidupan, ia malah kerap disakiti. Kebencian,
kemarahan,
permusuhan dan sejenisnya adalah serangkaian kegiatan yang
memukuli
sang jiwa. Kalau isteri kedua (badan kasar) kita beri makan setiap hari, kita
hanya
memberi makanan sang jiwa sekali-sekali saja. Ada bahkan yang tidak pernah
memberikan
makanan pada jiwanya. Dan kalau makanan badan kasar kita harus beli
dan
membayarnya, makanan sang jiwa dalam bentuk cinta, cinta dan cinta, ia
tersedia
gratis dalam jumlah yang tidak terbatas.
Kembali
ke cerita awal tentang perjalanan menuju kesempurnaan, hanya isteri
pertamalah
yang bisa membawa kita ke sana. Bedanya dengan isteri-isteri lain yang
egois,
ia selalu mengingatkan kita bahwa jiwa bisa sehat walafiat kalau ketiga isteri
yang
lain juga kita perhatikan secara seimbang. Tertarikkah Anda untuk hidup
dengan
jalan-jalan kesejatian?
Gede Prama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar