6 Feb 2014

Cinta Membuat Kita Bersayap


Entah dari mana datangnya kekuatan, setelah belajar jauh ke negeri orang bertahun-tahun,
membaca ribuan buku, majalah, koran, mengumpulkan pengetahuan lewat
internet, dicerahkan oleh pergaulan yang demikian luas, diperkaya oleh film yang
sempat saya tonton, namun bolak-balik saya didamparkan pada puncak ide yang
bernama cinta. Mirip dengan guru Aikido yang bernama Morihei Ueshiba, yang
menyebut hanya ada satu puncak yaitu cinta, perjalanan ide saya juga demikian.
Dari bacaan, pergaulan, maupun tontotan, semuanya berujung pada lorong yang
bernama cinta.


Demikian juga ketika saya bersama anak-anak menonton film The Theory of
Conspiracy di HBO suatu malam pertangahan Maret 2000. Film inspiratif yang
dibintangi Mel Gibson dan Julia Roberts ini, memang dilatarbelakangi oleh dunia
intelejen yang penuh teka-teki, menantang dan kadang kejam. Mel Gibson dan Julia
Roberts memang bermain mengagumkan. Namun, yang lebih mengagumkan adalah
cerita film ini. Untuk tujuan kekuasaan yang penuh kekejaman, kerakusan dan
keserakahan, Mel Gibson memorinya diacak-acak dan dihancurkan. Kemudian,
diformat ulang agar ia menjadi seorang pembunuh yang berdarah dingin. Yang
diharapkan bisa membunuh seorang hakim yang membongkar kasus lama.

Akan tetapi, begitu Mel Gibson siap membunuh sang hakim, ia melihat cinta seorang
hakim terhadap puterinya (Julia Roberts) yang menawan.Entah cinta sang hakim
pada puterinya, atau cinta seorang pria kepada seorang wanita, yang jelas seluruh
energi cinta ini menghentikan energi membunuh Mel Gibson yang penuh dengan
format penguasa.

Merasa takut dan tidak puas dengan hasil format terhadap Mel Gibson, ia pun dikejar
dan disiksa. Bahkan sampai mengerahkan seluruh komponen aparat keamanan.
Sekali lagi, ia selamat berkat sayap yang bernama cinta. Di akhir cerita, secara amat
romantis Mel Gibson bertutur apik : love gives us wing.

Kalimat apik terakhir ini mengingatkan saya pada sejumlah pengalaman berat.
Dalam presentasi di depan petinggi-petinggi Citibank Indonesia dari country manager
sampai dengan semua vice president saya bertemu dengan banyak sekali orang
pintar dengan jam terbang yang mengagumkan. Demikian juga ketika diajak keliling
Indonesia oleh Tupper Ware. Saya bertemu dengan banyak manusia yang amat
beragam. Hal yang sama juga terjadi, ketika melakoni diri menjadi konsultan yang
harus berhadapan dengan pengusaha-pengusaha sukses yang kaya raya. Ada yang
sombong, merendahkan, menghina sampai dengan kagum penuh pujian.

Akan tetapi, dengan modal sayap yang bernama cinta, semua itu lewat tanpa
halangan yang menakutkan. Seorang peserta lokakarya yang amat sarkastis di awal,
di akhir malah memeluk saya sambil memberikan hadiah sepasang sepatu mahal.
Kerap saya ragu dan bingung, tanpa usaha yang terlalu keras, bagaimana orang
yang demikian bermusuhan awalnya menjadi demikian bersahabat. Dalam politik
perkantoran juga sama. Kepala saya pernah diinjak dan dikencingin orang lain.
Bahkan ada yang melakukannya di depan umum. Entah dari mana datangnya
kekuatan, orang-orang seperti ini belakangan tidak sedikit yang menaruh hormat
yang tinggi.

Dan setelah mendengar pesan Mel Gibson bahwa love gives us wing, saya baru saja
sadar. Bahwa cinta bisa membuat kita bersayap. Untuk kemudian, terbang tinggi-tinggi
dalam kehidupan. Tidak hanya tinggi dalam prestasi materi, tetapi juga tinggi
dalam prestasi spiritual. Lebih dari itu, sebagaimana burung yang bersayap, tubuh
dan jiwa ini juga menikmati kebebasan yang demikian mengagumkan. Imajinasi,
inovasi, inspirasi datang demikian mudahnya dalam kehidupan yang bersayapkan
cinta.

Coba perhatikan lirik lagu Boyzone yang berjudul Every Day I Love You, It's a touch
when I feel bad, It's a smile when I get mad. Cinta memang bisa demikian memabukkan
kalau tidak dibingkai dengan kedewasaan dan kearifan. Namun begitu ia berada
dalam bingkai kedewasaan dan kearifan, ia berfungsi persis seperti sayap besar dan
tangguh. Dan siap membawa kita kemana saja kita pergi dalam kehidupan.

Bercermin dari filmnya Mel Gibson, pengalaman pribadi saya, maupun lagunya
Boyzone, akan banyak gunanya kalau kita membanjiri diri kita dengan cinta. Dan ini
sebenarnya tidak sulit. Energi cinta tersedia demikian melimpah di mana-mana. Istri,
suami, anak, orang tua, tetangga, alam semesta, Tuhan adalah sumber dan
sekaligus tempat penyaluran cinta. Kita bisa melakukannya kapan saja dan di mana
saja baik dengan biaya mahal maupun murah.

Saya menyisakan sebagian kecil makanan di pinggir piring setiap kali makan,
meletakkan segenggam nasi di pinggir taman rumah agar dimakan oleh burung-burung
gereja yang datang setiap pagi, meletakkan daun talas di kolam ikan agar
ikan makan dengan lahap, membagi sebagian kecil rejeki ke orang-orang bawah
yang memerlukan, memberi semampu mungkin ke anak, isteri dan orang tua. Anda
saya yakin punya cara yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan saya. Mencintai
juga lebih hebat dibandingkan dengan saya. Namun, jangan pernah lupa, cinta
membuat kita bersayap. Dan kemudian membuat tubuh dan jiwa ini terbang
demikian enteng dan ringan. Seperti Mel Gibson yang mengalahkan format teknologi
yang demikian mengagumkan namun kejam.

Gede Prama 

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar