17 Feb 2011

Sholat yang Khusu

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضَ وَجَعَلَ الضُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ.

أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛

Kaum muslimin rahima Kumullah.
Marilah kita senantisa berupaya sekuat tenaga untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Takwa dalam makna yang luas, dengan berusaha menjalankan apa yang telah dituntunkan agama dan senantiasa meninggalkan apa yang menjadi larangan-larangan Allah. Berupaya selalu meningkatkan kualitas keimanan dengan meningkatkan kualitas ibadah yang ada, serta berupaya pula menjalankan ibadah-ibadah sunnah yang dicontohkan baginda Rosulullah saw.


وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya ( At-Tholaq : 2-3 ).

Kaum muslimin rahima Kumullah.
Di tengah aktivitas kita sehari-hari yang sibuk dengan urusan keduniaan, di sela-sela itu juga kita isi ibadah rutin berupa sholat lima waktu. Namun kadang ibadah tersebut menjadi rutinitas wajib yang kita lakukan. Padahal sholat hendaklah menjadi yang utama, sedangkan rutinitas sehari-hari adalah tambahan belaka. Tujuan sholat yang kita lakukan adalah agar jiwa kita selalu bersih dan suci dari pengaruh-pengaruh rutinitas yang bisa mengarah kepada hal negatif dan keji. Para Rosul ’alaihimusholatu wassalaam diutus kepada umat-umat manusia dari masa ke masa adalah untuk mengingatkan umat manusia kepada ayat-ayat Allah, mengajarkan hidayah-Nya dan mensucikan jiwa dengan ajaran-Nya, di dalam doa Nabi Ibrahim untuk anak cucunya surat Al-baqoroh: 129
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.,” (QS. Al-Baqoroh: 129)

Dalam ayat lain Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams: 9-10).

Penyucian hati dan jiwa hanya bisa dicapai melalui berbagai macam ibadah tertentu apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai. Pada saat itulah terwujud dalam hati sejumlah makna yang menjadikan jiwa tersucikan dan memiliki sejumlah dampak dan pengaruh pada seluruh anggota badan seperti lisan, mata, telinga dan yang lainnya. Diantara pengaruh ibadah tersebut adalah tertanamkan pemahaman tauhid yang benar, sifat ikhlas, sabar, syukur dan jujur kepada Allah dan cinta kepada-Nya, serta terhindarkan dari hal yang bertentangan dengan aturan Allah SWT. Dengan demikian jiwa menjadi tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada terkendalinya anggota badan sesuai dengan perintah Allah.

Kaum Muslimin sidang sholat jumat yang berbahagia.
Sarana terbesar dalam penyucian diri adalah sholat, dan pada waktu yang bersamaan sholat merupakan bukti dan ukuran dalam penyucian jiwa. Sholat merupakan sarana dalam berubudiyah kepada Allah, mewujudkan tauhid yang ikhlas dan syukur kepada Allah. Ia menegakkan ibadah dalam berbagai bentuk utama bagi kondisi fisik. Menegakkan sholat dapat memusnakan bibit-bibit kesombongan dan pembangkangan kepada Allah SWT, di samping merupakan pengakuan terhadap hak pengaturan sesungguhnya oleh zat yang maha kuasa. Menegakkan sholat secara sempurna juga akan dapat memusnakan bibit–bibit ‘ujub, bangga diri dan ghurur bahkan semua bentuk kemungkaran dan sifat-sifat yang keji. Allah berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Sesungguhnya sholat mencegah dari perbuatan kejian dan mungkar”. (QS. Al-Ankabut: 45)
Sholat akan berfungsi sedemikian rupa apabila ditegakkan dengan semua rukun, sunnah dan adab zhohir maupun bathin yang harus direalisasikan oleh orang yang sholat. Diantara adab zhohir ialah menunaikannya secara sempurna dengan anggota badan, dan diantara adab bathin ialah khusyu’ dalam melaksanakanya. Khusyu’ ialah yang menjadikan sholat memiliki peran yang lebih besar dalam merealisasikan nilai-nilai dan sifat-sifat yang mulia.
Allah berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang–orang yang khusyu’ dalam sholatnya “(QS. Al-Mukminun: 1-2).
Pentingnya kedudukan khusyu’ maka ketidakberadaannya berarti rusaknya hati. Baik dan rusaknya hati tergantung kepada ada tidaknya khusyu’ ini. Rosulullah saw bersabda :
”Sesungguhnya dalam jasad ada suatu gumpalan; bila gumpalan ini baik maka baik pula seluruh jasad, dan apabila rusak maka rusak pula seluru jasad. Ketahuilah bahwa gumpalan itu adalah hati.” (Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim)
Seorang ulama yang banyak mengorbankan hidupnya untuk berdakwah di jalan Allah, Syeikh Said Hawwa suatu ketika menyampaikan: ”Sesungguhnya khusyu’ merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati, jika khusyu’ telah sirna maka berarti hati telah rusak. Bila khusyu’ tidak ada berarti hati telah didominasi berbagai penyakit yang berbahaya dan keadaan yang buruk. Bila hati telah didominasi berbagai penyakit maka telah kehilangan kecenderungan kepada akhirat. Bila hati telah sampai kepada keadaan ini maka tidak ada lagi kebaikan bagi kaum muslimim.

Kaum Muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Sesungguhnya khusyu' berkaitan dengan pensucian hati. Masalah ini merupakan tema yang sangat luas sehingga para ulama memulainya dengan mengajarkan zikir dan hikmah kepada orang yang berjalan menuju Allah sehingga hatinya hidup. Bila hatinya telah hidup berarti mereka telah membersihkannya dari berbagai sifat yang tercela dan menunjukkannya kepada sifat yang terpuji. Disinilah perlunya pembiasaan hati untuk khusyuk melalui kehadiran Allah dan merenungkan berbagai nilai kehidupan. Kekhusyuan dalam sholat menjadi tanda kekhusyuan hati seseorang.

Kaum muslimin rahima Kumullah.
Allah berfirman :
وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي
Dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku” (QS. Thoha: 14)
Siapa yang lalai dalam sholatnya maka bagaimana mungkin dia bisa mendirikan sholat untuk mengingat Allah SWT. Dalam sebuah hadist Rosulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya sholat itu ketetapan hati dan ketundukan diri”.

Selain sholat yang  terdiri dari zikir, bacaan, rukuk, sujud, berdiri dan duduk, ia pun merupakan dialog dan munajat pada Allah. Bagian ini adalah batin, karena betapa mudahnya bagi orang yang lalai untuk mengerak-gerakkan lisannya, ia tidak menjadi ucapan bila tidak mengekpresikan apa yang di dalam hati, dan ia tidak menjadi ekpresi jika tidak disertai dengan kehadiran hati.
Apa artinya permohonan dalam firman Allah: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَTunjukilah kami kejalan yang lurus”. Jika hati tetap lalai? Jika tidak dimaksudkan kerendahan hati dan doa, betapa mudahnya diucapkan lisan dengan hati yg lalai, terutama bila telah menjadi kebiasaan.
Kehadiran hati adalah ruh sholat. Batas minimal keberadaan ruh ini ialah kehadiran hati pada saat takbiratul ihram. Bila kurang dari batas minimal ini berarti sia-sia dan lalai. Semakin bertambah kehadiran hati semakin bertambah pula ruh tersebut dalam bagian-bagian sholat.

Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah.
Imam Ghozali Rahimahullah seperti yang disebutkan oleh Syeikh Said Hawa dalam kitab Al-Mustakhlash Fii Tazkiyatil Anfus merangkum makna-makna untuk menciptakan kekhusyukan ini dalam enam hal, yaitu: kehadiran hati, tafahhum, ta’zhim, haibah, rojaa’, dan haya’.
Pertama : Kehadiran hati, yang dimaksud menghadirkan hati adalah mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak boleh mencampuri dan mengajaknya berbicara, sehingga pengetahuan tentang perbuatan senantiasa menyertainya dan pikirannya tidak berkeliaran kepada selainnya. Selagi pikiran tidak terpalingkan dari apa yang ditekuninya sedangkan hati masih tetap mengingat apa yang tengah dihadapainya dan tidak ada kelalaian dalamnya maka berarti telah tercapai kehadiran hati.
Kedua : Tafahhum atau kefahaman terhadap makna pembicaraan, merupakan sesuatu di luar kehadiran hati. Bisa jadi hati hadir bersama lafadz atau bisa juga tidak. Peliputan hati terhadap pengetahuan tentang makna lafadz itulah yang dimaksudkan dengan kefahaman. Betapa banyak makna-makna yang halus yang difahami oleh orang yang tengah menunaikan sholat padahal tidak pernah terlintas di dalam hatinya sebelum itu?. Dari sinilah kemudian sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, karena ia memahamkan banyak hal yang pada gilirannya dapat mencegah perbuatan maksiat.
Ketiga adalah Ta’zhim atau rasa hormat juga merupakan perkara di luar kehadiaran hati dan kepahaman, sebab bisa jadi seseorang berbicara dengan budaknya dengan hati yang penuh konsentrasi dan faham akan makna perkataanya tetapi tidak menaruh hormat kepadanya. Dengan demikian ta’zhim merupakan tambahan bagi kehadiran hati dan kefahaman .
Keempat adalah Haibah, ia merupakan rasa takut yang bersumber dari rasa hormat merupakan tambahan bagi ta’zhim, bahkan ia adalah ungkapan tentang rasa takut yang bersumber dari ta’zim karena orang yang tidak takut tidak bisa disebut ha’ib, rasa takut dari hewan berbisa seperti ular dan kalajengking atau keburukan perangai seseorang dan sejenisnya termasuk sebab-sebab yang rendah tidak bisa disebut rasa takut yang bersumber dari rasa hormat, sedangkan rasa takut dari orang yang dihormati disebut rasa takut yang bersumber dari rasa hormat.
Kelima adalah Roja’ atau rasa harap, maka tidak diragukan lagi merupakan tambahan lain untuk menjadi khusyu'. Betapa banyak orang yang menghormati seorang pejabat atau penguasa tetapi tidak diharapkan rasa balasannya. Sedangkan seorang hamba dengan sholatnya mengharapkan ganjaran Allah sebagaimana ia takut hukuman ketika melakukan pelanggaran.
Keenam Haya’ adalah rasa malu merupakan tambahan bagi semua hal di atas, karena landasannya adalah perasaan selalu kurang sempurna dan selalu berbuat dosa dan salah.

Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Faktor penyebab kehadiran hati adalah Himmah atau perhatian utama, karena sesungguhnya hati mengikuti perhatian utama, sehingga ia tidak akan hadir kecuali mengikuti hal-hal yang menjadi perhatian utamanya. Bila ada sesuatu yang menjadi perhatian utama seseorang maka hati pasti akan hadir. Karena hati terbentuk dan terkondisikan dengan perhatian utama tersebut. Apabila hati tidak hadir dalam sholat maka ia tidak akan pasif begitu saja tetapi pasti akan berkeliaran mengikuti urusan dunia yang menjadi perhatian utamanya. Oleh karena itu, tidak ada kiat dan terapi untuk menghadirkan hati kecuali dengan memalingkan perhatian utama kepada sholat.
Sementara itu perhatian tidak akan terarahkan kepada sholat selagi belum jelas bahwa tujuan yang dicari tergantung kepadanya. Bila hal ini didukung oleh hakekat pengetahuan, keimanan dan pembenaran bahwa akherat lebih baik dan lebih kekal, dan bahwa sholat merupakan sarana menuju ke sana. Bila hati tidak bisa hadir pada waktu munajat kepada Maha diraja yang di tanganNya segala kekuasaan, maka hal itu adalah kelemahan iman.
Sedangkan faktor penyebab timbulnya kefahaman, setelah kehadiran hati, ialah senantiasa berfikir dan mengarahkan pikiran untuk mengetahui makna, yaitu menghadirkan hati disertai konsentrasi berfikir dan menolak lintasan pikiran yang liar. Sedangkan cara menolak berbagai lintasan pikiran yang menyibukan itu ialah memotong berbagai hal yang menjadi bahan pikirannya, yakni membebaskan diri dari berbagai sebab-sebab yang membuat pikiran tertarik kepadanya. Bila hal ini yang menjadi bahan pikiran itu tidak dilenyapkan maka pikirannya tidak akan terpalingkan dari padanya.
Kemudian ta’zhim atau rasa hormat merupakan keadaan hati yang lahir dari dua ma’rifat.
Pertama: Ma’rifat atau pengetahuan kita akan kemuliaan dan keagungan Allah yang merupakan salah satu dasar iman. Siapa yang tidak diyakini keagungannya maka jiwa tidak akan mengagungkannya.
Kedua: Ma’rifat atau mengetahui akan kehinaan diri dan statusnya sebagai hamba yang tidak memiliki kuasa apa-apa.
Dari kedua ma’rifat ini lahir rasa pasrah, tidak berdaya, tunduk dan khusyuk, kepada Allah yang diungkapkannya dengan pengagungan kepada Allah, selagi ma’rifat akan kehinaan diri tidak berpadu dengan ma’rifat akan kemuliaan Allah maka pengagungan kepada Allah dan khusyuk tidak akan terpadukan, karena orang yang merasa tidak memerlukan pihak lain dan merasa aman terhadap dirinya bisa saja ia mengetahui sifat-sifat keagungan tetapi kondisinya tidak mencerminkan khusyuk dan ta’zim, sebab syarat yang lain yaitu ma’rifat akan kehinaan dirinya tidak menyertainya.

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Sedangkan haibah atau rasa takut yang bersumber dari rasa hormat dan takut merupakan keadaan jiwa yang lahir dari ma’rifat akan kekuasaan Allah, hukuman-Nya, pengaruh kehendak-Nya. Semakin bertambah pengetahuan sesorang tentang Allah semakin bertambah haibah dan rasa takutnya kepada Allah.
Adapun faktor penyebab timbulnya roja’ atau rasa harap ialah kelembutan Allah, kedermawanan-Nya, keluasan nikmat-Nya, keindahan ciptaan-Nya dan pengetahuan akan kebenaran janji-Nya, khususnya janji sorga bagi orang yang sholat. Bila telah ada keyakinan kepada janji Allah dan pengetahuan akan kelembuatan-Nya maka pasti akan muncullah perasaan roja (harap).
Kemudian haya' atau rasa malu akan muncul melalui perasaan serba kurang sempurna dalam beribadah dan ketidakmampuannya dalam menunaikan hak-hak Allah. Rasa malu ini akan semakin kuat dengan mengetahui kekurang ikhlasannya, keburukan batinnya dan kecenderungannya kepada perolehan dunia dalam semua amal perbuatannya. Disamping pengetahuannya akan segala konsekwensi kemulian Allah, dan bahwa Dia maha mengetahuai rahasia-rahasia dan lintasan hati sampai ke yang sekecil-kecilnya. Berbagai pengetahuan ini apabila benar-benar telah terwujudkan akan melahirkan suatu yang disebut haya’.
Itulah berbagai sebab dari sifat-sifat tersebut. Setiap sifat yang harus diwujudkan maka caranya adalah dengan mewujudkan sebab yang dapat memunculkannya. Ikatan semua sebab tersebut adalah keimanan dan keyakinan. Kekhusyukan hati sangat bergantung kepada ada tidaknya keyakinan.
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

”Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya”. (Al-Anam : 132)
Apa yang diperoleh setiap orang dari sholatnya sesuai kadar rasa takut, khusyuk, dan ta’zhimnya, karena tempat penilaian Allah adalah hati. Semoga Allah mengaruniakan kelembutan dan kedermawanan-Nya kepada kita dan memberikan kekhusyukan dalam ibadah kita. Amin ya Rabbal alamain.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِى القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَاكُمء بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ أَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ

Sumber: H. Zulhamdi M. Saad, Lc

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar