Setiap
kali ada keluarga atau sahabat yang datang ke rumah, ada saja yang
bertanya
tentang arsitek yang mendisain rumah plus tamannya. Tentu saja saya
hanya
bisa bingung, karena belum pernah menggunakan jasa satupun arsitek untuk
mendisain
atau menata rumah. Yang ada hanyalah kesenangan saya untuk
mengutak-atik
rumah ketika tidak ada kegiatan penting.
Mirip
dengan kegiatan mendisain rumah buat badan kita, di mana proses konstruksi
dan
rekonstruksi berjalan terus menerus, demikian juga dengan kegiatan
mengkonstruksi
dan merekonstruksi rumah buat sang jiwa. Tidak ada kata berhenti
dalam
hal ini. Melalui percakapan dengan sang diri, memori yang lewat di kepala,
pengalaman
yang kita lalui setiap hari, dan yang paling penting bagaimana kita
menyikapi
semua ini, adalah rangkaian kegiatan (sengaja atau tidak sengaja)
bagaimana
kita membangun terus serta membangun ulang badan ini.
Kesehatan,
kebahagiaan, kesejahteraan, kecantikan hanyalah sinyal-sinyal luar dari
keindahan
tubuh yang berhasil ditata secara apik dan rapi. Inti yang bersemayam di
dalam
diri ini adalah inner peacefulness. Di mana dalam bangun maupun tidur yang
ada
hanyalah diri yang tersenyum. Dalam gelap maupun terang, ada orang lain atau
tidak,
sedang berdoa ataupun sedang bekerja, yang ada hanyalah senyuman ke
dalam
diri.
Dalam
konstruksi keyakinan seperti ini, saya amat bersyukur pernah membaca karya
Bernie
Siegel (seorang dokter medis) yang menjadi best seller. Dalam karyanya
yang
berjudul Love, medicine and miracles, Siegel bertutur amat apik bagaimana
banyak
sekali pasien yang sudah tidak bisa ditangani oleh logika-logika medis, bisa
sembuh
oleh sebuah upaya penyembuhan murah meriah yang bernama cinta.
Di
Yayasan Menninger Topeka Kansas pernah dilakukan pengujian-pengujian
terhadap
beberapa pasangan yang lagi jatuh cinta (dalam pengertian romantis).
Mereka
menemukan, dalam keadaan jatuh cinta tekanan darah pasangan yang
diteliti
menurun, lebih jarang dikunjungi kelelahan, dan yang paling penting rasa sakit
banyak
yang hilang. Dr Christopher Coe dari Stanford pernah menyelidiki anak
monyet
yang dipisahkan dari induknya. Terbukti, pemisahan anak monyet dari
induknya
membuat kekebalan tubuh anak monyet menurun secara amat drastis.
Psikolog
dari Harvard David Mc. Clelland dan Carol Kirshnit bahkan menemukan
film-film
yang bertemakan cinta dan kasih sayang bisa meningkatkan tingkat
immunoglobulin-A
dalam air liur. Film-film dokumenter tentang karya-karya Ibu
Theresa
juga menghasilkan peningkatan immunoglobulin pada banyak penonton –
terutama
orang-orang yang memilki sifat mementingkan orang lain. Penelitian Leo
Buscaglia
di Israel bahkan menunjukkan, para suami yang dicium istrinya ketika
berangkat
ke kantor, dan diantar sampai di depan rumah dengan lambaian tangan,
mengalami
kecelakaan berkendaraan jauh lebih sedikit, serta memiliki rata-rata umur
lima
tahun lebih tua. Dan bukti paling mutahir datang dari Ibu Theresa beserta
suster-susternya.
Kendati setiap hari berinteraksi dengan orang-orang yang
berpenyakit
kronis serta menular, toh Bunda Theresa beserta suster-susternya
seperti
kebal dari resiko penularan penyakit.
Pada
suatu malam, di sebuah ruangan emergensi rumah sakit Bernie Siegel pernah
didatangi
seorang pasien. Dengan mimik muka marah dan bahkan belakangan
disertai
memaki-maki dan berteriak-teriak, Siegel tidak punya pilihan lain terkecuali
harus
menghadapinya. Ketika pasien ini sudah berjarak kurang dari satu meter,
Siegel
mengucapkan kalimat lembut: ‘I love you’. Dan di luar dugaan Siegel pasien
ini
langsung kembali ke tempat tidurnya. Tentu saja ini mengherankan sekaligus
nyata.
Sebenarnya
masih banyak lagi bukti yang dihadirkan Bernie Siegel dalam buku yang
amat
inspiratif ini. Yang jelas, dalam mengkonstruksi rumah jiwa maupun sang jiwa
itu
sendiri, cinta adalah sarana konstruksi yang amat menentukan. Dalam bagian
tertentu
karya Siegel (halaman 180) ia bahkan berani menyimpulkan : ‘all
disease is
ultimately related to a lack of love. Semua
penyakit berakar pada ketiadaan atau
keringnya
cinta. Sebuah kesimpulan yang berani tentunya, terutama karena keluar
dari
keyakinan seorang dokter. Lebih meyakinkan lagi, di halaman 181 kesimpulan
Siegel
malah lebih berani lagi: ‘the truth is : love
heals’.
Cinta itu menyembuhkan, itulah
sebuah
kebenaran.
Saya
tidak sedang membela Siegel, tidak juga sedang menghasut Anda, tidak juga
sedang
menceritakan ketidakmampuan dunia kedokteran, pengalaman pribadi saya
maupun
pengalaman saya bertemu banyak orang juga menunjukkan hal serupa.
Seorang
artis senior pernah bertutur langsung ke saya, bagaimana ia sembuh dari
penyakit
kanker payudara kronis, terutama karena ditunggui dan dicintai suaminya
dua
puluh empat jam sehari. Seorang rohaniwan yang sudah distempel meninggal
paling
lama setahun kemudian karena terkena penyakit leukimia, masih hidup
setelah
bertahun-tahun kemudian, terutama setelah mendalami pentingnya cinta dan
keikhlasan
di depan Tuhan. Dan masih ada lagi bukti lainnya.
Apapun
keyakinan Anda, yang jelas cinta berfungsi lebih dari sekadar
menyembuhkan
rumah jiwa, ia juga menyucikan sang jiwa, sekaligus menjadi
magnet
bagi datangnya keajaiban-keajaiban. Terlalu banyak catatan hidup saya
yang
bisa dijadikan bukti dalam hal ini. Namun, karena kesombongan adalah
musuhnya
cinta, izinkan saya menyimpannya dan menceritakannya hanya kepada
Tuhan.
Gede Prama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar