1.
Pengertian I’tikaf
I’tikaf menurut bahasa artinya
berdiam diri dan menetap dalam sesuatu. Sedang pengertian i’tikaf menurut
istilah dikalangan para ulama terdapat perbedaan. Al-Hanafiyah (ulama Hanafi)
berpendapat i’tikaf adalah berdiam diri di masjid yang biasa dipakai untuk
melakukan shalat berjama’ah, dan menurut asy-Syafi’iyyah (ulama Syafi’i)
i’tikaf artinya berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan
tertentu dengan niat karena Allah. Majelis Tarjih dan Tajdid dalam buku
Tuntunan Ramadhan menjelaskan I’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid
dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah)
tertentu untuk mengharapkan ridha Allah.
I’tikaf disyariatkan berdasarkan
al-Quran dan al-Hadits.
Al-Qur’an
surat al-Baqarah (2): 187.
… فَاْلآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ
اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلاَ
تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ
فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَّقُونَ.
Artinya: ...maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu,
dan makan minumlah hinggga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah
larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” [QS. al-Baqarah
(2):187]
Hadits
riwayat Aisyah ra:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Bahwa Nabi saw
melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau
melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri
beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim]
2.
Waktu Pelaksanaan I’tikaf
I’tikaf sangat dianjurkan
dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadhan. Di kalangan para ulama terdapat
perbedaan tentang waktu pelaksanaan i’tikaf, apakah dilaksanakan selama sehari
semalam (24 jam) atau boleh dilaksanakan dalam beberapa waktu (saat).
Al-Hanafiyah berpendapat bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan pada waktu yang
sebentar tapi tidak ditentukan batasan lamanya, sedang menurut al-Malikiyah
i’tikaf dilaksanakan dalam waktu minimal satu malam satu hari.
Dengan memperhatikan pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa i’tikaf dapat dilaksanakan dalam beberapa waktu
tertentu, misal dalam waktu 1 jam, 2 jam, 3 jam dan seterusnya, dan boleh juga
dilaksanakan dalam waktu sehari semalam (24 jam).
3.
Tempat Pelaksanaan I’tikaf
Di dalam al-Qur’an surat al-Baqarah
ayat 187 dijelaskan bahwa i’tikaf dilaksanakan di masjid. Di kalangan para
ulama ada pebedaan pendapat tentang masjid yang dapat digunakan untuk
pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau masjid lainnya. Sebagian
berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah
masjid yang memiliki imam dan muadzin khusus, baik masjid tersebut digunakan
untuk pelaksanaan salat lima waktu atau tidak. Hal ini sebagaimana dipegang
oleh al-Hanafiyah (ulama Hanafi). Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa
i’tikaf hanya dapat dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk
melaksanakan salat jama’ah. Pendapat ini dipegang oleh al-Hanabilah (ulama
Hambali).
Menurut hemat kami masjid yang dapat
dipakai untuk melaksanakan i’tikaf sangat diutamakan masjid jami (masjid yang
biasa digunakan untuk melaksanakan salat Jum’at) , dan tidak mengapa i’tikaf
dilaksanakan di masjid biasa.
4.
Syarat-syarat I’tikaf
Untuk sahnya i’tikaf diperlukan
beberapa syarat, yaitu;
a.
Orang yang melaksanakan i’tikaf beragama Islam
b.
Orang yang melaksanakan i’tikaf sudah baligh, baik laki-laki maupun perempuan
c.
I’tikaf dilaksanakan di masjid, baik masjid jami’ maupun masjid biasa
d.
Orang yang akan melaksanakan i’tikaf hendaklah memiliki niat i’tikaf
e.
Orang yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya orang yang tidak
berpuasa boleh melakukan i’tikaf
5.
Hal-hal yang Perlu mendapat perhatian bagi orang yang beri’tikaf
Para ulama sepakat bahwa orang
yang melakukan i’tikaf harus tetap berada di dalam masjid tidak keluar dari
masjid. Namun demikian bagi mu’takif (orang yang melaksanakan i’tikaf) boleh
keluar dari masjid karena beberapa alasan yang dibenarkan, yaitu;
a.
karena ’udzrin syar’iyyin (alasan syar’i), seperti melaksanakan salat Jum’at
b.
karena hajah thabi’iyyah (keperluan hajat manusia) baik yang bersifat naluri
maupun yang bukan naluri, seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan
lainnya.
c.
Karena sesuatu yang sangat darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh dan
lainnya.
6.
Amalan-amalan yang dapat dilaksanakan selama I’tikaf
Dengan memperhatikan beberapa ayat
dan hadis Nabi Saw., ada beberapa amalan (ibadah) yang dapat dilaksanakan oleh
orang yang melaksanakan i’tikaf, yaitu;
a.
Melaksanakan salat sunat, seperti salat tahiyatul masjid, salat lail dan
lain-lain
b.
Membaca al-Qur’an dan tadarus al-Qur’an
c.
Berdzikir dan berdo’a
d.
Membaca buku-buku agama
Dengan memperhatikan keterangan di
atas, maka apa yang ditanyakan bapak Hamka Ma’ruf Kastolani seperti lampu
masjid harus redup dalam rangka kekhusyu’an beri’tikaf, bukan sesuatu yang
harus dilaksanakan ketika i’tikaf karena tidak ada dalil khusus yang
menjelaskan tentang hal tersebut.
Wallahu a’lam bish shawab. *A.56h)
Diambil dr:
Nhttp://www.fatwatarjih.com/2011/08/tuntunan-itikaf.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar