Pertanyaan saudara
mengenai tata cara shalat tahajud dan tata cara shalat dhuha ini sudah
dijelaskan dalam Himpunan Putusan Tarjih, halaman 341-355, dan
sebenarnya juga sudah pernah ditanyakan kepada kami dan jawabannya dapat
dilihat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 3, halaman 107-115 dan halaman
124-126 serta di rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 22
tahun ke- 91/ 2006. Khusus mengenai tata cara shalat tahajud, Majelis Tarjih
dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga sudah menerbitkan buku Tuntunan
Ramadhan, yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah. Pada dasarnya
shalat tahajud, shalat witir, qiyamu Ramadhan, dan qiyamu
lail adalah sama, yaitu sebelas rakaat (Berdasarkan HR. al-Bukhari
dari 'Aisyah).
Sehubungan dengan
itu, kami anjurkan saudara untuk membaca kembali beberapa buku dan majalah
tersebut. Namun demikian, dengan merujuk kembali kepada sumber-sumber tersebut,
tata cara shalat tahajud dapat disimpulkan secara ringkas sebagai berikut:
1. Waktu
pelaksanaannya adalah setelah shalat isya sampai sebelum waktu shubuh.
(Berdasarkan HR. al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah). Tetapi yang paling baik
adalah pada sepertiga akhir malam (Berdasarkan HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan
Ibnu Majah dari Jabir).
2. Shalat tahajud
boleh dikerjakan secara berjamaah (berdasarkan HR. Muslim dari Ibnu 'Abbas),
dan boleh juga dilakukan sendirian.
3. Diawali dengan shalat iftitah dua rakaat. (Berdasarkan
HR. Muslim, Ahmad dan Abu Daud dari Abu Hurairah). Adapun cara melaksanakan
shalat iftitah adalah sebagai berikut:
a. Sebelum membaca al-Fatihah pada rakaat pertama,
membaca do'a iftitah:
سُبْحَانَ اللهِ ذِي الْمَلَكُوْتِ
وَالْجَبَرُوْتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
"Subhaanallaahi
dzil-malakuuti wal-jabaruuti wal-kibriyaa’i wal 'adzamah". Artinya:“Maha suci Allah, Dzat yang
memiliki kerajaan, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan.”
b. Hanya membaca surat al-Fatihah
(tidak membaca surat lain) pada tiap rakaat. (Berdasarkan HR. Abu Daud dari Kuraib dari Ibnu 'Abbas).
Adapun bacaan lainnya seperti; bacaan ruku’, i'tidal, sujud dan lainnya sama
seperti shalat biasa.
c. Shalat iftitah boleh dilakukan secara berjamaah maupun
sendiri-sendiri. (Berdasarkan HR ath-Thabrani dari Hudzaifah bin Yaman)
4. Setelah itu,
melaksanakan shalat sebelas rakaat. Beberapa hadis Nabi Muhammad saw
menjelaskan bahwa shalat tahajud bisa dilaksanakan dengan berbagai cara, di
antaranya adalah:
a. Melaksanakan empat
rakaat + empat rakaat + tiga rakaat (4 + 4 + 3 = 11 rakaat). (Berdasarkan HR.
Al-Bukhari dari 'Aisyah)
b. Dua rakaat iftitah
+ dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + dua rakaat + satu rakaat
(2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 1 = 13 rakaat). (Berdasarkan HR. Muslim dari 'Aisyah).
5. Pada shalat witir, hendaknya membaca surat al-A'la
setelah al-Fatihah pada rakaat pertama, surat al-Kafirun pada rakaat kedua, dan
al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga. Setelah salam, sambil duduk membaca:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ (3x)
“Subhanal-malikil-qudduus.”
(3x)
Artinya: “Maha Suci
(Allah), Dzat Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Suci.”,
dengan mengeraskan dan
memanjangkan pada bacaan yang ketiga, lalu membaca:
رَبِّ الْمَلائِكَةِ وَالرُّوحِ
“Rabbil-malaaikati war-ruuh”.
Artinya: “Yang Menguasai
para malaikat dan ruh.”
(Berdasarkan HR. al-Baihaqi, juz
3/ no. 4640; Thabrani, juz 8/ no. 8115; Daruqutni, juz 2/ no. 2, dari Ubay bin
Ka'ab. Hadis ini dikuatkan oleh 'Iraqi)
6. Membaca do'a.
Di antara do'a-do'a
yang dibaca Rasulullah Saw. adalah:
a. Berdasarkan hadis
riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي
نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي
نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا.
Artinya: “Ya
Allah, berikanlah di dalam hatiku cahaya, di dalam penglihatanku cahaya, di
dalam pendengaranku cahaya. Dan (berikanlah) cahaya dari sebelah kananku,
cahaya dari sebelah kiriku, cahaya dari atasku, cahaya di bawahku, cahaya di
depanku, cahaya di belakangku, dan berikanlah cahaya pada seluruh tubuhku.”
b. Berdasarkan riwayat
Muslim dari 'Aisyah:
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ
عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا
أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung dengan ridha-Mu dari
kemurkaan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu
dari (siksa)-Mu. Aku tidak dapat lagi menghitung pujian yang ditujukan
kepada-Mu. Engkau adalah sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu sendiri.”
c. Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari
Ibnu 'Abbas:
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ
الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ
وَقَوْلُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ
وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ
آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ
حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا
أَعْلَنْتُ أَنْتَ إِلَهِي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.
Artinya: “Ya Allah, hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau cahaya (penerang) langit dan bumi. Hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau Penegak langit dan bumi. Hanya bagi-Mu segala pujian, Engkau Yang Mengatur langit dan bumi beserta isinya. Engkau adalah Dzat yang haq. Janji-Mu adalah benar. Firman-Mu adalah benar. Perjumpaan dengan-Mu adalah benar. Surga adalah nyata. Neraka adalah nyata. Para nabi adalah benar. Hari kiamat adalah nyata. Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berserah diri. Hanya kepada-Mu aku beriman. Hanya kepada-Mu aku bertawakal. Hanya kepada-Mu aku kembali. Hanya atas pertolongan-Mu aku berjuang. Hanya kepada-Mu aku mohon keadilan. Maka ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, yang aku lakukan secara sembunyi-sembunyi dan yang terang-terangan. Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau.”
Doa-doa tersebut bisa dibaca ketika sujud, setelah membaca shalawat pada tasyahud akhir, atau ketika selesai shalat.
Sedangkan tata cara
shalat dhuha (disebut juga shalat awwabin) adalah sebagai
berikut:
1. Dilaksanakan pada
saat matahari sudah naik kira-kira sepenggal atau setinggi tonggak (maksudnya
bukan pada waktu matahari baru terbit), dan berakhir menjelang masuk waktu
zhuhur (Berdasarkan HR. Muslim dari Ummu Hani’). Dalam Jadwal Waktu Shalat,
waktu shalat dhuha dimulai sekitar setengah jam setelah matahari terbit (syuruq).
2. Shalat dhuha dapat
dilaksanakan sebanyak:
a.
Dua rakaat (berdasarkan HR.
Muslim dari Abu Hurairah).
b. Empat rakaat (berdasarkan HR.
Muslim dari 'Aisyah).
c. Delapan rakaat dengan melakukan
salam tiap dua rakaat (berdasarkan HR. Abu Daud dari Ummu Hani’).
d. Boleh dikerjakan dengan jumlah
rakaat yang kita inginkan. Berdasarkan hadis:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari 'Aisyah, ia berkata; Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuha empat rakaat dan adakalanya menambah sesukanya.” (HR. Muslim)
Al-'Iraqi mengatakan dalam Syarah at-Tirmidzi, "Aku tidak
melihat seseorang dari kalangan sahabat maupun tabi'in yang membatasi jumlahnya
pada dua belas rakaat. Demikian juga pendapat Imam as-Suyuti, dari Ibrahim
an-Nakha'i; bahwa seseorang bertanya kepada Aswad bin Yazid, "Berapa
rakaat aku harus shalat dhuha?" Ia menjawab, "terserah kamu". (Fiqh
as-Sunnah, jilid 1, hal 251, terbitan Dar al-Fath li al-'Ilam
al-Arabi. Hadist-hadist yang menyatakan jumlah rakaatnya dua belas
tidak ada yang lepas dari cacat. (Subul as-Salam, juz 2,
hal. 19, terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyah)
3. Sebaiknya tidak dilaksanakan secara terus-menerus
setiap hari. Berdasarkan hadis:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ أَكَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الضُّحَى قَالَتْ لَا
إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Syaqiq, ia berkata: Aku
bertanya kepada 'Aisyah, "Apakah Nabi Saw. selalu melaksanakan shalat
dhuha?", 'Aisyah menjawab, "Tidak, kecuali beliau baru tiba dari
perjalanannya.” [HR. Muslim]
Syu'bah meriwayatkan dari Habib bin Syahid dari Ikrimah, ia mengatakan;
"Ibnu 'Abbas melakukan shalat dhuha sehari dan meninggalkannya sepuluh
hari". Sufyan meriwayatkan dari Mansur, ia mengatakan; "Para sahabat
tidak menyukai memelihara shalat dhuha seperti shalat wajib. Mereka terkadang
shalat dan terkadang meninggalkannya". (Zad al-Ma'ad,
juz 1, hal 128, terbitan Dar ar-Royyan li at-Turats)
4. Shalat dhuha dapat dikerjakan secara
berjamaah. Berdasarkan hadis:
عَنْ عِتْبَانِ بْنِ مَالِكٍ وَهُوَ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ شَهَدَ
بَدْرًا مِنَ اْلأَنْصَارِ أَنَّهُ أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّى قَدْ أَنْكَرْتُ بَصَرِي
وَأَنَا أُصَلِّى لِقَوْمِي وَإِذَا كَانَتِ اْلأَمْطَارُ سَالَ اْلوَادِى بَيْنِي
وَبَيْنَهُمْ وَلَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أَتَى مَسْجِدَهُمْ فَأًُصَلِّي لَهُمْ
وَوَدِدْتُ أَنَّكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ تَأْتِي فَتُصَلِّي فِي مُصَلَّى
فَأَتَّخِذُهُ مُصَلًى قَالَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَأَفْعَلُ إِنْ شَآءَ اللهُ. قَالَ عِتْبَانُ: فَغَدَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ
حِيْنَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ فَاسْتَأْذَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَذِنْتُ لَهُ فَلَمْ يَجْلِسْ حَتَّى دَخَلَ الْبِيْتَ
ثُمَّ قَالَ: أَيْنَ تُحِبُّ أَنْتُصَلِّي مِنْ بَيْتِكَ. قَالَ: فَأَشَرْتُ إِلَى
نَاحِيَةٍ مِنَ الْبَيْتِ فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَكَبَّرَ فَقُمْنَا وَرَاءَهُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Itban bin Malik ---dia adalah salah
seorang shahabat Nabi yang ikut perang Badar dari kalangan Ansar--- bahwa dia
mendatangi Rasulullah saw lalu berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku sekarang
tidak percaya kepada mataku (maksudnya, matanya sudah kabur) dan saya menjadi
imam kaumku. Jika musim hujan datang maka mengalirlah air di lembah (yang
memisahkan) antara aku dengan mereka, sehingga aku tidak bisa mendatangi masjid
untuk mengimami mereka, dan aku suka jika engkau wahai Rasulullah datang ke
rumahku lalu shalat di suatu tempat shalat sehingga bisa kujadikannya sebagai
tempat shalatku. Ia meneruskan: Kemudian
Rasulullah saw bersabda: “Akan kulakukan insya Allah”. Itban berkata lagi: Lalu
keesokan harinya Rasulullah saw dan Abu Bakar ash-Shiddiq datang ketika
matahari mulai naik, lalu beliau meminta izin masuk, maka aku izinkan beliau. Beliau
tidak duduk sehingga masuk rumah, lalu beliau bersabda: “Mana tempat yang kamu
sukai aku shalat dari rumahmu? Ia berkata: Maka aku tunjukkan suatu ruangan
rumah”. Kemudian Rasulullah saw berdiri lalubertakbir, lalu kami pun berdiri
(shalat) di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat kemudian mcngucapkan
salam”. [Muttafaq Alaih].
عَنْ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهِ سُبْحَةَ الضُّحَى فَقَامُوا وَرَاءَهُ فَصَلَّوْا
بِصَلَاتِهِ. [رواه أحمد والدارقطني وابن خزيمة]
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Itban ibn Malik, bahwasanya Rasulullah saw mengerjakan shalat di rumahnya pada waktu dhuha, kemudian para sahabat berdiri di belakang beliau lalu mengerjakan shalat dengan shalat beliau.” [HR. Ahmad, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hibban]
Ada pula satu hadis riwayat Ahmad, ad-Daruquthni, dan
Ibnu Hibban dari A’idz ibn ‘Amr, yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad saw pada
suatu kesempatan pernah melaksanakan shalat dhuha bersama para sahabat beliau.
Wallahu a’lam bish-shawab. *putm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar